Nilai Penting Situs Gunung Tambora

0
4008

Pokja Pengembangan dan Pemanfaatan

BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BALI


Lokasi dan Keadaan Geografis

Gunung Tambora adalah sebuah gunung yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung Tambora ini secara administratif termasuk alam Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Situs Gunung Tambora ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 8°15′ LS dan 118° BT.

Konservasi Gunung Tambora merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa di antaranya dari kelas mamalia (Rusa Timor), reptile (Biawak, Kadal Pohon, Ular Sanca), primate (Kera Abu), dan Aves. Terdapat 8 jenis burung yang dilindungi, 1 jenis di antaranya merupakan spesies prioritas terancam punah dan dua jenis burung endemic NTB. Kawasan gunung tambora sebagian besar berbatasan dengan kawasan hutan dengan fungsi lainnya. Sebelah utara berbatasan dengan hutan produksi dan areal peruntukan lainnya, sebelah selatan berbatasan dengan hutan produksi, hutan lindung dan hutan produksi terbatas, sebelah barat berbatasan dengan areal peruntukan lainnya dan hutan produksi sedangkan sebelah timur berbatasan dengan hutan produksi.
Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerakoseanik. Tambora merupakan gunung api aktif Tipe A dengan ketinggian ±2854 m, memiliki kaledra dengan garis tengah bibir ±7 km dan dasar kawah 3500×4000 m, serta mempunyai kedalaman mencapai ±950 m. di dalam kaldera sebelah barat terdapat sebuah danau dengan garis tengah arah selatan-utara ±800 m, timur-barat 200 m, mempunyai kedalaman mencapai 15 m yang terletak pada ketinggian ±1300 m, di atas permukaan air laut (dpl).

Berdasarkan analisis citra satelit yang dipaduserasikan dengan Peta Topografi Pulau Sumbawa skala 1 : 250.000, kawasan Gunung Tambora memiliki topografi berbukut sampai bergunung dengan kelerengan agak landa sampai curam dengan klasifikasi kelas kelerengan 8% – 45%. Menurut klasifikasi Schmicht & Ferguson Gunung Tambora memiliki cakuoan wilayah yang sangat luas memiliki 3 tipe iklim yaitu iklim D dengan nilai Q antara 60% s/d 100%, tipe iklim E dengan nilai Q antara 100% s/d 167% dan tipe iklim F dengan nilai Q antara 167% s/d 300%. Tipe ikli tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan perbandingan jumlah bulan kering dengan jumlah bulan basah selama periode waktu tertentu.

Secara administratif situs Tambora  terletak di kawasan Sori Sumba, Dusun Tambora, Desa Oi Bura, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Secara geografis lokasi ini berada di tengah hutan di kaki Gunung Tambora dan dekat dengan perbatasan wilayah Kabupaten Dompu. Pintu masuk paling dekat menuju lokasi ini melawati Dusun Pancasila, Desa Tambora Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu. Dengan berjalan kaki sekitar satu setengah jam melawati jalan-jalan di sekitar perkebunan kopi yang sangat luas barulah bisa sampai pada lokasi ini. Perjalanan sepanjang kebun kopi adalah relatif landai. Tetapi dengan berjalan sekitar 20 sampai 30 menit sebelum mencapai lokasi, perjalanan  dengan mengikuti jalan setapak yang ditumbuhi semak belukar. Di sekitar situs Tambora terdapat enam buah dusun/kampung yang menyebar antara lain, kampung timur, Kampung Bali, Sumber Urip, Jembatan Besi, Lembah Madu, dan Oi Bura. Keempat kampung dihuni oleh  sekitar 400 KK. Masing-masing kampung dengan lokasi dan jarak sangat berjauhan antara kampung satu dengan kampung yang lainnya.  Material ledakan Gunung Tambora yang berserakan di sepanjang jalur pendakian  terutama di punggung dan areal kawah Gunung Tambora menambah eksotisme Gunung Tambora. Rumput-rumput pendek yang dihiasi bunga abadi sepanjang masa, edelweisess  dan areal tanpa pepohonan yang memberi kesan tandusnya wilayah puncak dan kawah.  Sejauh mata memandang akan terlihat tempat-tempat seperti Bima, Dompu, Pulau Moyo, dan Pulau Satonda. Secara astronomis, lokasi-lokasi yang diduga memiliki potensi cagar budaya dengan posisi antara lain pesanggrahan dengan posisi astronomis 50 L 0592994, UT 9095543, dpl. 670 meter;  situs kawasan Tambora dengan posisi astronomis 50  L. 0593112, UT. 9095884, DPL 637 meter (Gambar 1 dan foto 1). Berdasarkan catatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat, sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional pengelolaan kawasan ini terbagi menjadi tiga yakni Cagar Alam (23.840,81 Ha), suaka Margasatwa (21.674,68 Ha), dan Taman Baru (26.130,25 Ha). Setelah ditetapkan sebagai Taman Nasional (TN) luas kawasan ini menjadi 71.645,64 Ha. Adapun batas-batas kawasan ini yakni utara hutan produksi dan peruntukan lainnya;  selatan hutan produksi, hutan lindung, dan hutan produksi terbatas; barat areal peruntukan lain; dan timur hutan produksi. Berdasarkan ketinggiannya, kawasan Tambora memiliki beberapa ekosistem yakni hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan tengah, dan hutan pegunungan atas. Berdasarkan habitatnya terdapat 3 tipe ekosistem yakni hutan savanna, hutan hujan tropis, dan hutan musim.

 

Nilai Penting Situs Gunung Tambora

Cagar budaya merupakan suatu fenomena tersendiri yang dalam perkembangannya sangat menarik bagi berbagai kalangan, baik dari sisi keunikannya, kelangkaannya, nilai-nilai yang ada di dalamnya, maupun daya tarik lainnya. Segala hal yang terkandung dalam cagar budaya merupakan potensi yang kiranya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang dapat memberikan keuntungan, baik itu dari sisi ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudaayaan maupun untuk memperkuat jati diri suatu bangsa. Satu bidang yang saat ini banyak memanfaatkan cagar budaya adalah bidang pariwisata, mengingat selain keindahan alam, budaya merupakan hal yang paling dicari oleh wisatawan. Berkenaan dengan hal tersebut cagar budaya sebagai peninggalan budaya perlu dikelola dengan baik sehingga akan menjadi suatu objek yang mampu menunjukkan nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya.

Secara konseptual pengelolaan sebuah aset tinggalan budaya harus memperhatikan 4 (empat) aspek penting, yaitu yang signifikan secara ekonomis, social, politis dan ilmiah (Hall and McArthur, 1993 dalam Badan Pengelola Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010). Melengkapi empat komponen tersebut Reime dan Hawkins (1979) menambahkan dua aspek penting lainnya, yaitu layak secara fisik dan layak dipasarkan (marketable) (Timothy and Boyd, 2003 dalam Badan Pengelola Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010).

Terkait hal tersebut di atas, serta memaknai nilai yang terkandung dalam suatu sumber daya budaya yang di dalamnya termasuk  cagar budaya setidaknya ada tiga sudut pandang yang perlu diperhatikan, yang antara lain adalah : kegunaan (use value), pilihan (option value) dan keberadaan (existence value).  Berdasarkan azas kegunaan, suatu sumberdaya mempunyai nilai penting apabila dapat memberikan manfaat pada saat ini. Manfaat itu bisa saja beragam, baik bersifat material maupun non material. Azas pilihan menekankan pada tekad untuk menyelamatkan cagar budaya sebagai warisan untuk generasi mendatang. Karena itu, prinsip utamanya adalah menjaga agar sumberdaya budaya dapat dipertahankan selama mungkin sehingga dapat dinikmati oleh genarasi selanjutnya. Azas keberadaan berpandangan bahwa yang paling penting sumberdaya budaya itu tetap ada, walaupun kini kegunaannya tidak dirasakan sama sekali. Kepuasan pendukung azas ini ini tercapai kalau mereka mendapatkan kepastian bahwa sumberdaya itu akan bertahan (survive) atau tetap exis (in existence) (Andi Muhammad Said, dkk, 2013).

  • Nilai Penting Sejarah
    • Situs Tambora adalah bagian dari kawasan Gunung Tambora. Sebelum meletus gunung Tambora pada tahun 1815, ada 3 kerajaan di sekitar Gunung Tambora yaitu: (1) Kerajaan Pekat; (2) Kerajaan Tambora; dan (3) Kerajaan Sanggar. Ketiga kesultanan ini lenyap setelah meletusnya Gunung Tambora. Budaya mereka juga lenyap. Lading, sawah, semuanya tertimbun pasir sehingga tidak bisa digarap dalam waktu singkat. Di sisi barat Gunung Tambora terdapat kesultanan Tambora yang berpenduduk 6000 jiwa, hancur dilanda aliran abu panas, tak menyisakan seorang pun yang selamat. Di sisi selatan terdapat kesultanan Pekat yang berpenduduk 2000 jiwa yang kesemuanya tersapu awan panas. Di sisi timurnya terdapat kesultanan Sanggar yang berpenduduk 2.200 jiwa, dan setengah dari jumlah penduduk itu menjadi korban langsung letusan Gunung Tambora.
    • Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui. Perkiraan tanggal letusannya ialah tahun 3910 SM ± 200 tahun, 3050 SM dan 740 ±150 tahun. Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama. Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 10 meter kubik. Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa, kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera. Letusan ketiga ini memengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815. Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan tahun 1815. Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI. Sekitar tahun 1880 ±30 tahun, Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama Doro Api Toi di dalam kaldera.
    • Masuknya masa kolonial Belanda mebawa industri masuk ke kawasan tambora, salah satu industri yang berkembang adalah kebun dan pabrik kopi. Kebun kopi ini berada di lereng barat Gunung Tambora, Kecamatan Tambora yang memiliki luas 414 Ha, namun yang ditanami kopi dan telah berproduksi seluas 256 Ha. Perkebunan kopi di kawasan Tambora ini telah dibudidayakan jauh sebelum Gunung Tambora Meletus pada 1815. Sejak zaman kolonial, produksi kopi tambora dikuasai perusahaan swasta yang berada di bawah pemerintahan Belanda. Setelah Gunung Tambora meletus, kira-kira sejak tahun 1930, kebun kopi ini ditanami kembali oleh warga, yang kemudian diambil alih oleh NV. PASUMA, sebuah perusahaan Belanda hingga tahun 1968. Tahun 1977-2000 lahan ini dikelola sepenuhnya oleh PT. Bayu Aji Bimasena. Pemerintah Kabupaten Dompu melalui Dinas Perkebunan, yang kemudian memberikan hak pengelolaan sebagai lahan seluas 146 kepada masyarakat dengan sistem bagi hasil dan berlangsung sampai sekarang.
    • Rumah Atas/Guest House merupakan rumah yang didirikan oleh NV. Pasuma pada tahun 1930-an yang berlokasi di Dusun Tambora, Desa Oi Bura, Kec. Tambora, Bima. Fungsi rumah ini yaitu sebagai rumah tinggal pemilik NV. Pasuma saat mengelola perusahaan kopi oleh Belanda hingga tahun 1948. Setelah tahun 1948, pemerintah Belanda menyerahkan ke perusahaan perkebunan PT. Vaneer akhir tahun 1968 diambil alih oleh pemerintah daerah.
  • Nilai Penting Ilmu Pengetahuan
    • ArkeologiDari awal penemuan Situs Gunung tambora telah menjadi tempat yang sangat menarik bagi peneliti, hal ini dapat dilihat dari penelitian ayang pernah dilakukam di situs ini yang dirintis pertama kali oleh seorang ahli botani dari Swiss yaitu Henrich Zollinger, Kemudian pada tahun 2004 seorang ahli Geologi dari Rhode Island University, USA yaitu Harraldur Sigurdsson, pada saat itu bekerja sama dengan Direktorat Vulkanologi Indonesia mengadakan penelitian di kawasan Tambora dan berhasil menemukan bukti-bukti kehidupan masyarakat di sekitar Gunung Tambora tahun 1815. Peneliti yang melakukan penelitian baik itu peneliti Indonesia maupun luar negeri, mengingat situs ini merupakan situs bekas kerajaan Tambora yang sangat penting, karena merepresentasikan budaya masyarakat Tambora yang hidup sebelum gunung tambora meletus, yang memiliki tiga kerajaan besar disekitar Gunung Tambora.Tinggalan arkeologi yang ditemukan di Situs Gunung Tambora berupa pabrik kopi, gudang penyimpanan kopi, halaman jemur pabrik kopi, perumahan karyawan, gedung perpustakaan, rumah atas/guest house kolam renang, bak penampungan air, kolam taman, dan sisa bangunan rumah temuan ini merupakan sisa peninggalan masa kolonian Belanda. Dari hasil penelitian ekskavasi yang dilakukan ditemukan artefak berupa kerangka manusia, lesung, alat penggiling, mangkuk cina, peludahan, guci cina, wadu lo’l (batu obat), tembikar, pecahan mangkuk, lepekan cina, pecahan tembikar, kereweng badan, alu, dan peralatan nginang, semua artefak tersebut tersimpan di rumah atas/guest house.
    • Geologi dan TanahSesuai analisa  peta geologi skala 1 : 250.000 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Bandung Tahun 1975 diketahui bahwa kawasan Gunung Tambora memiliki formasi geologi yang sangat dipengaruhi oleh aktivitas vulkanologi Gunung Tambora yang sebagian besar terdiri dari batuan hasil gunung api dan sebagian kecil batuan gunung api tua. Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor (1965), jenisw tanah di kawasan Gunung Tambora terdiri dari regosol (volkan), Mediteran  (volkan) dan alluvial (daratan) yang mempunyai sifat sangat peka terhadap erosi dan sangat labil. Hal ini merupakan karakteristik jenis tanah pada kawasan gunung api.
    • Ilmu HayatiKawasan Gunbung Tambora dengan bentang lahan yang sangat luas memiliki keragaman jenis hayati baik flora maupun fauna serta hutan hujan. Jenis-jenis flora yang paling banyak dijumpai, antara lain: alang-alang (Imperatac ylindricca), Dendrocnide stimulans, Duabanga molluccana, Eugenia sp, Ixora sp, edelweiss (Anaphalisviscida), perdu, anggrek, jelatan/daun duri, tanaman kopi,Dodonaea viscosa yang didominasi oleh pohon Casuarina,  Anaphalis viscida danWahlenbergia.Jenis-jenis fauna yang banyak dijumpai, antaralain: menjangan/rusa timor (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa), kera berekorpanjang (Macaca fascicularis), lintah (Hirudo medicinalis), agas, Kakatua-kecil Jambul kuning, Murai Asia, Tiong Emas, Ayam hutan Hijau, Perkici Pelangi, Gosong berkaki jingga, Nuri merah, gagak, elang dan Yellow crested Cockatoo yang hampir punah karena diburu. Selain itu, untuk menjaga keseimbangan ekosistem di gunung Tambora maka dibuatlah kawasan konservasi seperti cagar alam hewan seperti rusa, kerbau, babi hutan,kelelawar, rubah terbang dan berbagai spesies reptile dan burung lainnya.
  • Nilai Penting Kebudayaan
    • PendidikanKawasan Gunung Tambora merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya, baik itu sumberdaya alam maupun sumberdaya budaya. Sumberdaya alam yang dimaksud disini adalah berbagai macam flora dan fauna yang terdapat di kawasan Gunung Tambora. Kekayaan flora dan fauna kawasan Gunung Tambora banyak mendapatkan perhatian untuk penelitian dari para ahli ilmu hayati dan konservasi lingkungan. Selain itu sumberdaya budaya kawasan Gunung Tambora juga merupakan tempat untuk berbagai penelitian bidang ilmu arkeologi, sejarah dan budaya dengan berbagai metodeloginya masih berlanjut sampai saat ini (termasuk upaya-upaya pelestariannya). Hal penting yang sampai saat ini juga sering menjadi perhatian di kawasanGunung Tambora adalah mengenai sejarah geologi yang terjadi dari masa lalu sampai saat ini, hal ini berkenaan dengan upaya untuk memvalidkan data keberadaan pusat kerajaan Tambora.
    • EstetikaSitus Gunung Tambora  merupakan situs cagar budaya dari masa Kerajaan Tambora hingga masa kolonial Belanda dengan tinggalan berupa pabrik kopi, gudang penyimpanan kopi, halaman jemur pabrik kopi, perumahan karyawan, gedung perpustakaan, rumah atas/guest house kolam renang, bak penampungan air, kolam taman, dan sisa bangunan rumah temuan ini merupakan sisa peninggalan masa kolonian Belanda. Dari hasil penelitian ekskavasi yang dilakukan ditemukan artefak berupa kerangka manusia, lesung, alat penggiling, mangkuk cina, peludahan, guci cina, wadu lo’l (batu obat), tembikar, pecahan mangkuk, lepekan cina, pecahan tembikar, kereweng badan, alu, dan peralatan nginang, semua artefak tersebut tersimpan di rumah atas/guest house. Keberadaan tinggalan-tinggalan tersebut  merupakan bukti estetika yang berkembang pada masa itu, hal ini dapat menjadi ilham seni bagi masyarakat saat ini. Keberadaan situs cagar budaya ini dipadukan dengan keindahan bentang alam Gunung Tambora menciptakan atau menghadirkan perpaduan keindahan estetika budaya dan alam yang sangat menarik dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata.
    • Jati diriKawasan Gunung Tambora merupakan wialayah dengan karakteristik dan latar belakang budaya yang sangat khas, hal ini berpotensi untuk menjadi jati diri atau identitas yang meningkatkan citra wilayah dan masyarakat Tambora secara khusus dan NTB secara keseluruhan.
    • WisataSitus Gunung Tambora merupakan wilayah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata. Kekhasan tinggalan budaya dan bentang alam Gunung Tambora adalah suatu nilai penting yang nantinya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi destinasi wisata yang sangat menarik dan dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomi kepada masyarakat Tambora. Namun dalam pemanfaatan dan pengembangannya, diharapkan tidak akan keluar dari prinsip-prinsip pelestarian budaya maupun pelestarian lingkungan alam.
    • Pemberdayaan MasyarakatPengembangan dan pemanfaaatan Situs Tambora menjadi destinasi wisata secara langsung akan memberikan dampak kepada masyarakat. Masyarakat Tambora akan menjadi subyek yang berperan secara aktif dalam pengembangan dan pemanfaatan ini. Sejauh inipun masyarakat Tambora telah memberdayakan diri  dan berperan secara aktif dalam mendukung kawasan Situs Gunung Tambora menjadi destinasi wisata.