Latar
Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Untuk melestarikan cagar budaya negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya. Pelindungan adalah mencegah dan menanggulangi cagar budaya dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliahaan dan pemugaran cagar budaya. Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai informasi dan promosi cagar budaya serta pemanfaaatannya melalui penelitian, revitalisasi dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan plestarian cagar budaya, sedangkan pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestariannya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata.
Satu dari kabupaten yang terdapat di Kepulauan Sumbawa yang kaya akan berbagai sumberdaya arkeologi adalah Kabupaten Dompu, terdapat hampir di seluruh pelosok wilayah Kabupaten Dompu, seperti mesjid, makam, gua-gua masa prasejarah dan lain-lain. Tinggalan arkeologi merupakan sumber informasi yang mengandung pesan dan kesan yang merupakan produk warisan nenek moyang, dilandasi oleh pengetahuan, teknologi, tradisi dan kehidupan spiritual masa lampau yang penting dalam kepribadian suatu bangsa, karena tinggalan arkeologi khususnya yang berupa tinggalan material atau benda-benda budaya memegang peranan penting dalam proses kehidupan manusia. Dalam tinggalan material terkandung nilai-nilai luhur yang berhubungan dengan ideologi, teknologi, sosiologi dan lain-lain. Nilai–nilai luhur tersebut harus dijaga kelestariannya demi kepentingan generasi penerus karena nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang, sangat penting sebagai cermin kehidupan masa kini yang dapat menjaga ketahanan nasional bangsa yakni persatuan dan kesatuan bangsa serta memiliki arti penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Nama Dompu mulai dikenal setelah menjadi taklukan Kerajaan Majapahit, disebutkan dalam Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca bahwa pada masa pemerinatahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) seluruh negeri di Pulau Sumbawa, yakni Taliwang, Dompo (Dompu), Sangiang Api, Bima, Seram dan Utan Kadalit disebut-sebut sebagai daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Bahkan Kerajaan Dompu telah dikenal sebelumnya pada masa pemerintahan Tribuana Tunggadewi sekitar tahun 1328-1350, ketika Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam sumpah tersebut diabadikan nama-nama sejumlah negeri, antara lain Gurun, Seran, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa Dompu merupakan kerajaan tua dan sudah mempunyai nama pada masanya. Dompu merupakan salah satu kerajaan penting dan mempunyai arti strategis menjadi incaran Kerajaan Majapahit. Kerajaan Dompu berhasil ditaklukkan Majapahit pada tahun 1357 setelah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana Nala dibantu oleh laskar Ki Pasung Grigis dari Bali. Sejak saat itu Dompu bernaung dibawah kekuasaan Majapahit, sejak saat itu pengaruh Hindu dan Buddha mewarnai kehidupan masyarakat Dompu (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 231).
Seiring dengan mulai mundurnya pengaruh Kerajaan Majapahit di Nusantara, banyak kerajaan-kerajaan yang awalnya berada di bawah kekuasaannya mulai melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Majapahit. Satu diantara kerajaan itu adalah Kerajaan Dompu, ditambah lagi mulai masuknya pengaruh Kerajaan Gowa-Talo di daratan Sumbawa yang membawa misi menyebarkan Agama Islam. Akhirnya pengaruh Kerajaan Gowa-Talo sampai di wilayah Dompu, yang membuat penguasa pada saat itu mulai beralih untuk memeluk Agama Islam. Raja Dompu pertama yang memeluk Agama Islam adalah raja kesembilan yang bernama Sultan Syamsuddin dan bergelar Mawaa Tunggu. Beliau dilantik menjadi Sultan Dompu pada tanggal 8 Rajab 852 Hijirian atau tanggal 24 September 1545 masehi. Sejak saat itu sistem pemerintahan di Dompu berubah menjadi kesultanan dan menerapkan ajaran-ajaran Agama Islam dalam menjalankan roda pemerintahan (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).
Sejalan dengan masa pemerintahan Kesultanan di Dompu, Belanda juga mulai mendarat di Kepulauan Sumbawa termasuk di Dompu. Kekuasaan Belanda di Dompu dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran Agama Islam. Sultan Abdullah selaku sosok pemimpin yang taat menjalankan perintah agama tidak setuju dengan kebijakan Belanda. Sultan Sirajuddin yang merupakan putra dari Sultan Abdullah juga sangat merasakan ketidakadilan dan penindasan Belanda terhadap masyarakat Dompu. Sultan Sirajuddin menentang semua kebijakan pemerintahan Belanda di Dompu, sehingga beliau ditangkap dan diasingkan ke Kupang pada tahun 1934. Sejak pengasingan Sultan Sirajuddin, Kesultanan Dompu dirubah menjadi Kejenelian (setingkat kecamatan) dan berada di bawah kekuasaan Kesultanan Bima. Istana Kesultanan Dompu selaku pusat pemerintahan dibiarkan tidak berpenghuni dan berada di bawah pengawasan pemerintahan Belanda (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 234).
Sampai akhirnya Jepang berhasil mengalahkan sekutu dalam perang timur raya, hal ini juga kekuasaan Belanda di Dompu berakhir dan diganti dengan pendudukan Jepang di Dompu. Jepang dianggap lebih kejam dari Belanda, semua sektor berada di bawah kekuasaan Jepang. Istana Kerajaan Dompu dihancurkan dan dijadikan tempat untuk barak tentara Jepang. Keluarga Kerjaan Dompu akhirnya mendirikan tempat tinggal yang baru, berlokasi di Kelurahan Karijawa. Istana Raja Dompu sebagai tempat tinggal keluarga Kerajaan Dompu yang baru berbentuk rumah panggung dan disebut dengan istilah Ruka Wanga. Keseluruhan bangunan bekas Istana Raja Dompu ini terbuat dari struktur kayu. Bekas Istana Raja Dompu adalah rumah kediaman keluarga Sultan Dompu setelah pindah dari tempatnya yang terdahulu, yaitu dari lokasi Masjid Baiturahman sekarang. Disamping sebagai rumah kediaman keluarga Sultan, bangunan bekas Istana Raja Dompu dahulunya juga difungsikan sebagai tempat penerimaan tamu, baik dari keluarga Sultan maupun tamu-tamu lain yang berkunjung untuk dapat melihat koleksi peninggalan Kesultanan Dompu. Sebagai peninggalan cagar budaya sudah sewajarnyalah bangunan bekas Istana Raja Dompu ini mendapatkan usaha pelestarian dari instansi yang bergerak dalam bidang pelestarian cagar budaya. Berkenaan dengan hal tersebut dan dengan melihat kondisi dari bangunan cagar budaya ini, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali yang mewilayahi Propinsi Bali, NTB dan NTT melaksanakan kegiatan Studi Teknis Arkeologi terhadap bangunan cagar budaya bekas Istana Raja Dompu. Studi Teknis Arkeologi bekas Istana Raja Dompu dimaksudkan untuk mengumpulkan/merekaman data mengenai kondisi struktur dan arsitektur bangunan bekas Istana Raja Dompu saat ini, yakni perubahan-perubahan dan kerusakan yang terjadi. Data yang dikumpulkan antara lain adalah data sejarah, arkeologis, teknis (arsitektur dan strukutural), keterawatan dan lingkungan. Sedangkan tujuan dari kegiatan Studi Teknis Arkeologi bekas Istana Raja Dompu adalah untuk menetapkan metode (tata cara) dan tehnik pelaksanaan pelestarian melalui upaya pemugaran berdasarkan atas analisis data arsitektur, struktur, kondisi keterawatan serta data lingkungan disekitar bekas Istana Raja Dompu.
Kegiatan Studi Teknis Arkeologi bekas Istana Raja Dompu dilaksanakan selama 6 hari, dimulai dari tanggal 23 sampai dengan 28 April 2015, dengan susunan tim sebagai berikut :
Koordinator/Peng. Data Sejarah/Arkeologi | A.A. Gde. Warmadewa, SS |
Pengumpul Data Keterawatan/Lingkungan | Dewa Made Suastika |
Pengumpul Data Teknis | I Nyoman Suka Adnyana |
Juru Gambar | I Gusti Putu Karang Putra |
Juru Foto | I Made Subrata |
Pembantu Juru Gambar | I Nyoman Candra |
Letak dan Lingkungan
Kerajaan Dompu telah dikenal sejak Kerajaan Sriwijaya sampai dengan masa keemasan Kerajaan Majapahit. Pada masa-masa ini, khususnya pada masa keemasan Kerajaan Majapahit, Karajaan Dompu merupakan salah satu wilayah incaran Majapahit. Dengan demikian wilayah Dompu merupakan wilayah yang mapan dan mempunyai sumber daya alam bagus yang didukung dengan keberadaan wilayah vulkanis Gunung Tambora dan wilayah perairan yang cukup luas (Armini, 2007 : 224).Kabupaten Dompu merupakan salah satu kabupaten di daratan Pulau Sumbawa selain Kabupaten Sumbawa dibagian barat dan Kabupaten Bima di sebelah timur. Wilayah Kabupaten Dompu terbentang dari Teluk Saleh di sebelah barat, Teluk Cempi di Selatan, Teluk Sanggar dan Perbukitan Doroboha di sebelah utara. Seluruh wilayah ini membentuk Kabupaten Dompu dengan luas wilayah sekitar 2.324,55 kilometer persegi. Dibandingkan dengan dua kabupaten lainnya yang terdapat di Pulau Sumbawa, wilayah Kabupaten Dompu ini relatif lebih kecil. Walaupun memiliki wilayah yang relatif kecil dibandingkan dua kabupaten lain di Pulau Sumbawa, namun keberadaan Kabupaten Dompu sebagai suatu wilayah tidak dapat dipandang sebelah mata, karena keberadaannya telah tercatat oleh bukti-bukti sejarah sejak berabad-abad lampau.
Secara administratif bekas Istana Raja Dombu terletak di wilayah Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Sedangkan secara astronomis terletak pada koordinat 50 L 0660343 UTM 9055729 dengan ketinggian mencapai 344 meter diatas permukaan laut dengan luas wilayah 223,27 km2.
Ketinggian tanah wilayah Kabupaten Dompu dikelompokan atas ketinggian 0–100 (diatas permukaan laut) yang mencapai 31,28% dari luas wilayah Kabupaten Dompu atau 72.705 Ha, ketinggian 100–5000 m.dpl dengan luas tortal sekitar 107.815 Ha atau mencapai 46,38 % Ketinggian 500 – 1000 m.dpl terdapat sekitar 34.150 Ha dan ketinggian diatas 1000 m.dpl terdapat disekitar Kecamatan Pekat, Kempo dan Kilo serta Gunung Tambora. Ketinggian tanah diatas 1000 diatas permukaan laut memiliki luas total sekitar 17.785 Ha. Sedangkan untuk Kecamatan Dompu dimana Bekas Istana Raja Dompu berada wilayah yang memiliki ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut seluas 4824.00 Ha, wilayah yang memiliki ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut seluas 14982.00Ha, wilayah yang memiliki ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut seluas 4965 Ha dan wilayah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut seluas 13 Ha.
Kemiringan tanah di Kabupaten Dompu diklasifikasikan menjadi 4 (empat) klasifikasi yaitu 0-2% seluas 42.167 Ha, 2-15% dengan total luas sekitar 71.229 Ha, kelerengan 15-40% memliki luas mencapai 87.796 Ha dan kemiringan di atas lebih dari 40% dengan luas total 31.262 ha. Wilayah Kecamatan Dompu sendiri memiliki kemiringan dikisaran 0-2% seluas 4710 Ha, kemiringan dikisaran 2-15% seluas 3222 Ha, kemiringan dikisaran 15-40% seluas 9913 dan kemiringan wilayah yang melebihi 40% seluas 6939.
Secara umum jenis tanah yang ada di Kabupaten Dompu sebagian besar merupakan litosol kompleks, mediteran coklat, kompleks renzina dan litosol seluas 63.194 Ha atau sekitar 27,1% dari luas wilayah Kabupaten Dompu. Sedangkan jenis tanah yang memiliki luas paling sedikit adalah jenis tanah Regosol coklat dengan luas total sekitar 1.175 Ha atau sekitar 0,5 % dari luas wilayah Kabupaten Dompu.
Geologi merupakan kondisi suatu batuan yang menyusun suatu wilayah yang terbentuk pada masa lalu. Berdasarkan peta Geologi Indonesia kondisi geologi yang terdapat di Kabupaten Dompu terdiri atas beberapa jenis batuan, yang antara lain jenis batuan gunung api tua, batuan gunung api muda, batuan terobosan, batuan alluvium serta endapan, batuan gamping berlapis dan batuan tufa dasitan.
Keadaan iklim suatu wilayah dapat dilihat dari keadaan curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan intensitas penyinaranmatahari. Sedangkan untuk menggambarkan kondisi iklim di suatu kawasantertentu yang areanya lebih sempit dapat dilihat dari keadaan curah hujan dan harihujan yang terjadi di kawasan tersebut. Sebagaimana daerah tropis lainnya, Kabupaten Dompu hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan rata–rata mulai Oktober sampai April. Pada bulan Oktober bersampai Maret angin bertiup dari barat daya ke timur laut dengan membawa hujan. Pada musím kemarau suhu udara relatif rendah yaitu 20-30°C pada siang hari dan 20°C pada malam hari.Kabupaten Dompu memiliki iklim yang bertipe D, E dan F. Kondisi suhu udara rata–rata bervariasi antara 22,5° – 31,4° C dengan suhu maksimum rata–rata 32,2° C dan minimum 21,2° C. Suhu udara maksimum terjadi pada jam 13.00 dan minimum pada jam 05.00 Wita. Kondisi lembab nisbi rata–rata selama periode survey pada siang hari dan malam hari berkisar antara 60% dan 95%. Kondisi tekanan udara rata–rata harian memiliki fluktuasi tekanan dua kali maksimum yaitu sekitar jam 09.00 dan 23.00, serta dua kali minimum yaitu sekitar jam 17.00 dan jam 04.00 waktu setempat. Tekanan udara rata–rata antara 1009,4 mb – 1013,1 mb. Keadaan curah hujan, hari hujan di wilayah Kabupaten Dompu sangat erat kaitannya dengan fenomena El–Nino dan La-Nina. Keadaan curah hujan di Kabupaten Dompu menunjukan bahwa rata-rata curah hujan untuk Kecamatan Hu’u adalah 64 mm/bulan, Kecamatan Dompu 110 mm/bulan, Kecamatan Kempo 60 mm/bulan, Kecamatan Woja 85 mm/bulan Kecamatan Pekat 70 mm/bulan dan Kecamatan Kilo 64 mm/bulan.
Kabupaten Dompu tergolong daerah yang banyak dialiri sungai yaitu 124 sungai dan pada umumnya dimanfaatkan untuk pengairan lahan pertanian. Sebaran sungai di Kabupaten Dompu terdapat di Kecamatan Hu’u yang dialiri 8 sungai, Kecamatan Pajo yang dialiri 3 sungai, Kecamatan Dompu dialiri 1 sungai, Kecamatan Kempo dialiri 8 sungai, Kecamatan Manggelewa dialiri 3 sungai, Kecamatan Kilo dialiri 10 sungai dan Kecamatan Pekat dialiri 85 sungai.
Akibat kondisi iklim yang kurang menguntungkan maka musim hujan debit air cukup besar, tetapi pada musim kering menurun hingga 25 % atau sebagian besar sungai–sungai kering (tidak berair). Disamping itu Kabupaten Dompu memiliki potensi sumber mata air sebanyak 37 buah yang tersebar di Kecamatan Hu’u 6 buah mata air, di Kecamatan Dompu 6 buah, di Kecamatan Kempo 17 dan Kecamatan Kilo 8 buah selain itu juga terdapat 21 buah bendungan irigasi/waduk yang perlu dijaga kelestarian serta keberadaannya untuk pemanfaatan air bersih maupun pertanian.
Tahun 2010 Jumlah Penduduk Kabupaten Dompu adalah sebesar 218.984 jiwa yang terdiri atas laki-laki 110.704 jiwa dan perempuan 108.280 jiwa yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, dengan tingkat kepadatan 94.20 jiwa/km2, ini memperlihatkan penduduk Kabupaten Dompu masih jarang. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 diketahui laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Dompu antara tahun 2000-2010 adalah sebesar 1.43 persen pertahun. Kecematan yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah kecamatan Pekat yakni 2.25 persen dan yang terendah kecamatan Kempo yakni sebesar 0,44 persen. Sedangkan Kecamatan Dompu tempat bekas Istana Kesultanan Dompu berada dengan luas wilayah 223,27 kilometer persegi menurut sensus penduduk tahun 2010 memiliki jumlah penduduk 49.903 jiwa dengan kepadatan 224 jiwa per kilometer persegi. Kelurahan Karijawa yang merupakan bagian dari Kecamatan Dompu terbagi menjadi lima lingkungan, yaitu Lingkungan Karijawa Selatan, Kariwijawa Utara, Sigi, Rato dan Karijawa Baru. Dengan jumlah penduduk keseluruhan menurut snsus 2014 berjumlah 4629 jiwa.
Masyarakat Kelurahan Karijawa sebagian besar memeluk Agama Islam dan sebagian lagi memeluk agama Kristen, Katholik dan Hindu. Sedangkan mata pencaharian mereka sebagian besar adalah petani, nelayan/perikanan, pengangkutan, pegawai swasta dan pedagang. Keadaan pendidikan di Kelurahan Karijawa sebagai berikut : tamat SD sebanyak 337 orang, SLTP 190 orang, SLTA 160 orang, S1 201 orang, dan S2 16 orang. Dengan luas wilayah mencapai 149,75 Ha, sebagian besar penggunaan lahan dimanfaatkan sebagai wilayah permukiman dan sebagian lagi digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan sedangkan sisanya dimanfaatkan sebagai lahan lainnya.
Kelurahan Karijawa merupakan daerah lereng pegunungan, sehingga memiliki kontur wilayah yang berbukit. Bangunan bekas Istana Raja Dompu dapat dicapai dengan sangat mudah baik dengan sepeda motor maupun dengan kendaraan beroda empat, karena posisinya terletak di wilayah perkotaan. Apabila perjalanan dilakukan dari kota kabupaten, maka jalur arah barat melewati Jalan Ir. Soekarno-Hatta, kemudian tepat sampai di depan Kantor Kelurahan Karijawa, kita dapat menyeberangi jalan menuju sebuah gang kearah utara kurang lebih 100 meter maka sampailah kita tepat di halaman bangunan bekas Istana Raja Dompu.
Jarak tempuh dari Kelurahan Karijawa ke wilayah lain yang merupakan pusat Kecamatan mencapai kurang lebih 2 Km dengan waktu tempuh mempergunakan kendaraan bermotor mencapai kurang dari 10 menit. Sedangkan jarak menuju pusat Kabupaten mencapai kurang lebih 4 Km dengan waktu tempuh kurang dari 20 menit. Ditunjang dengan prasarana jalan yang cukup baik sehingga masyarakat Kelurahan Karijawa tidak kesulitan untuk beraktifitas.
Struktur Ruang Bangunan Bekas Istana Raja Dompu
Bekas Istana Raja Dompu merupakan salah satu salah satu peninggalan purbakala (bangunan cagar budaya) yang terdapat di Kabupaten Dompu. Bangunan bekas Istana Raja Dompu ini terletak di pinggir jalan raya (Jalan Ir. Soekarno) tepatnya di Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu. Bekas Istana Raja Dompu adalah rumah kediaman keluarga Sultan Dompu setelah pindah dari tempatnya yang terdahulu, yaitu dari lokasi Masjid Baiturahman sekarang. Disamping sebagai rumah kediaman keluarga Sultan, bangunan bekas Istana Raja Dompu dahulunya juga difungsikan sebagai tempat penerimaan tamu, baik dari keluarga Sultan maupun tamu-tamu lain yang berkunjung untuk dapat melihat koleksi peninggalan Kesultanan Dompu.
Bangunan bekas Istana Raja Dompu ini merupakan bangunan yang keseluruhan strukturnya terbuat dari bahan kayu dan berbentuk rumah panggung. Bangunan ini direncanakan sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai tempat kediaman Sultan Dompu dan tempat peneriamaan tamu-tamu Kesultanan Dompu dan juga untuk penerimaan tamu-tamu yang berkunjung untuk melihat-lihat koleksi peninggalan Kesultanan Dompu. Berdasarkan atas asas pemikiran di atas maka bekas Istana Raja Dompu dalam penataan ruangnya di bagi menjadi enam ruangan dan satu ruangan loteng di bagian atas. Uraian tentang pembagian ruang pada bangunan bekas Istana Raja Dompu akan diuraikan sebagai berikut:
- Ruang Tamu
Menurut ketengan dari pihak keluarga Kesultanan Dompu, pada awalnya tangga masuk/naik menuju ke ruangan atas bangunan bekas Istana Raja Dompu terletak di sisi timur. Namun pada perkembangannya dan dikarenakan satu dan lain hal anak tangga tersebut dipindahkan di sisi utara bangunan. Hal ini menyebabkan ruangan tamu yang ada di sisi utara ini mengalami pemotongan/dihilangkan. Dari data foto dokumentasi yang berhasil didapatkan menunjukkan bahwasannya keterangan tentang ruang tamu ini yang telah dihilangkan berhasil didapatkan.
- Ruang Keluarga
Ruang keluarga ini terletak di sisi timur ruangan bangunan bekas Istana Raja Dompu, memanjang arah utara-selatan dengan pintu masuk terletak di sisi utara. Menurut keterangan dari pihak keluarga Kesultanan Dompu menyebutkan bahwa ruangan ini dahulunya difungsikan sebagai tempat untuk berkumpul seluruh kelurga Kesultanan Dompu dan juga untuk menempatkan barang-barang peninggalan Kesultanan Dompu. Namun untuk saat ini ruangan kelurga ini sudah tidak difungsikan lagi.
- Ruang Tidur
Ruang tidur yang terdapat di bangunan bekas Istana Raja Dompu berjumlah tiga buah, dengan dipisahkan dengan sekat-sekat papan kayu. Ketiga ruang tidur ini terletak di sisi sebelah barat, memanjang arah utara-selatan dengan pintu masuk ke ruangan tidur ini berada di sisi timur. Menurut keterangan dari pemilik bangunan ini ketiga ruangan tidur ini memiliki ukuran yang kurang lebih sama antara satu dengan lainnya.
- Dapur
Ruangan yang difungsikan sebagai dapur ini sebenarnya sudah mengalami pemotongan dan sekarang ini tidak ada lagi. Pemotongan terhadap dapur yang terletak paling selatan dari bagunan bekas Istana Raja Dompu ini dilakukan karena pihak keluarga Kesultanan Dompu membuat rumah tinggal permanen di sisi selatan bangunan bekas Istana Raja Dompu. Walaupun keberadaannya sudah tidak ada lagi saat ini, tetapi data-data tentang keberadaan dapur ini masih bisa kita dapatkan dari keterangan-keterangan pihak keluarga kesultanan.
- Loteng
Loteng ini merupakan ruangan paling atas dari bangunan bekas Istana Raja Dompu, ruangan ini memiliki ukuran cukup besar dan tanpa memiliki sekat yang membaginya menjadi ruangan-ruangan dengan ukuran yang lebih kecil. Keterangan yang diperoleh di lapangan dapat diketahui bahwa ruangan loteng ini dahulunya dipergunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang berharga milik Kesultanan Dompu. Dalam perkembangannya sekarang ruangan ini tidak dimanfaatkan lagi dan dibiarkan kosong begitu saja.
Data Sejarah
Percaturan sejarah nusantara masa klasik yang berlangsung antara abad 4 sampai dengan abad 16 menyebutkan bahwasannya belum ada kerajaan bercorak Hindu yang berkembang di daratan Pulau Sumbawa. Namun demikian tidaklah berarti pulau tersebut tidak ada penghuninya, melainkan dapat dipastikan bahwa Pulau Sumbawa telah dihuni sejak ratusan tahun bahkan mungkin ribuan tahun sebelum Indonesia memasuki masa klasik. Berdasarkan bukti-bukti temuan arkeologis, berupa penemuan-penemuan peninggalan megalitik di wilayah Dompu telah berkembang masyarakat prasejarah. Mpama (cerita rakyat) yang berkembang pada masyarakat Dompu menyebutkan bahwa nenek moyang mereka berasal dari suatu negeri disebut Pulau Sumatra sekarang. Disebutkan bahwa Sang Kula mempunyai tiga orang adik, yang masing-masing bernama Sang Bima, Sang Dewa dan Sang Jin, sepakat mencari sisa-sisa kerajaan leluhurnya yang telah musnah. Sang Kula menetap dan menata kehidupannya di Woja (Dompu). Sang Kula atau disebut pula Ncuhi Patikula mempunyai seorang putri bernama La Komba Rawe. Sang Kula menikahkan putrinya dengan putra Raja Tulang Bawang (Kerajaan Sriwijaya) yang sengaja mengunjungi negeri-negeri di wilayah timur. Atas persetujuan para ncuhi (kepala suku), menantunya (putra raja Tulang Bawang yang kawin dengan La Komba Rawa) diangkat menjadi Raja Dompu pertama beristana di daerah Tonda, sekitar 10 kilometer sebelah selatan Kota Dompu sekarang. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pada abad ke-7 atau sekitar tahun 690 Kerajaan Sriwijaya menguasai hampir sebagian besar wilayah nusantara termasuk Pulau Sumbawa dan Dompu telah mengadakan hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya pada masa lampau serta pengaruh-pengaruh unsur Agama Buddha pernah tumbuh di wilayah Dompu (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 231).
Nama Dompu mulai dikenal setelah menjadi taklukan Kerajaan Majapahit, disebutkan dalam Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca bahwa pada masa pemerinatahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) seluruh negeri di Pulau Sumbawa, yakni Taliwang, Dompo (Dompu), Sangiang Api, Bima, Seram dan Utan Kadalit disebut-sebut sebagai daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Bahkan Kerajaan Dompu telah dikenal sebelumnya pada masa pemerintahan Tribuana Tunggadewi sekitar tahun 1328-1350, ketika Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam sumpah tersebut diabadikan nama-nama sejumlah negeri, antara lain Gurun, Seran, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa Dompu merupakan kerajaan tua dan sudah mempunyai nama pada masanya. Dompu merupakan salah satu kerajaan penting dan mempunyai arti strategis menjadi incaran Kerajaan Majapahit. Kerajaan Dompu berhasil ditaklukkan Majapahit pada tahun 1357 setelah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana Nala dibantu oleh laskar Ki Pasung Grigis dari Bali. Sejak saat itu Dompu bernaung dibawah kekuasaan Majapahit, sejak saat itu pengaruh Hindu dan Buddha mewarnai kehidupan masyarakat Dompu (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 232).
Sebelum adanya pengaruh Majapahit dan terbentuknya sistem pemerintahan kerajaan, di Dompu telah berkembang pemerintahan lokal tradisioanal yang dipimpin oleh ncuhi (kepala suku). Pada zamannya disebutkan bahwa di Dompu terdapat empat orang ncuhi yang masing-masing menguasai wilayah tertentu, yakni ncuhi Hu’u, Saneo, Nowa dan Tonda. Atas persetujuan ncuhi tersebut, menantu ncuhi Tonda yang berasal dari Tulang Bawang (Sumatra) diangkat menjadi pemimpin atau Raja Dompu pertama. Sejak saat itu sistem pemerintahan ncuhi digantikan dengan sistem kerajaan. Raja Dompu kedua bernama Dewa Indra Dompu, kemudian Raja Dompu yang ketiga bernama Mambora Mbisa.selanjutnya berturut-turut digantikan oleh Raja Dompu keempat Dewa Mambora Belanda, raja kelima adalah Dewa Kuda, Mawaa La Patu sebagai raja keenam dan Dewa Mawaa Taho sebagai raja ketujuh. Pada masa pemerintahan Raja Dewa Mawaa Taho Kerajaan Majapahit berhasil menaklukkan Kerajaan Dompu atas bantuan Laskar Bali di bawah pimpinan Pasung Gerigis. Sejak saat itu pengaruh Majapahit, khususnya budaya Hindu-Buddha banyak member corak bagi kehidupan masyarakat Dompu (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).
Runtuhnya Kerajaan Majapahit membuat kerajaan-kerajaan taklukannya di seluruh nusantara mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Muncul kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa, yang antara lain Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, Banten dan yang lainnya. Seiring dengan munculnya kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa, maka wilayah timur Pulau Jawa menjadi target penyebaran Agama Islam, terutama wilayah seperti Bali, Lombok dan Sumbawa. Sunan Prapen merupakan salah satu ulama yang menyebarkan Agama Islam ke wilayah timur Pulau Jawa. Penyebaran Agama Islam ke wilayah Lombok dan Sumbawa membawa hasil memuaskan sedangkan penyebaran Agama Islam di Pulau Bali tidak mengalami keberhasilan, karena penguasa Bali pada saat itu yaitu Raja Gelgel menolak dan memilih memeluk Agama Hindu sesuai agama leluhurnya.
Kekuasaan Kerajaan Goa-Talo di Bima yang dimulai pada tahun 1633 dan keberhasilaanya menguasai wilayah di sekitaran Bima, termasuk Dompu, Sanggar dan Tambora membuat pengaruh Agama Islam semakin kuat di Pulau Sumbawa dan dijadikan menjadi agama resmi kerajaan. Raja Dompu pertama yang memeluk Agama Islam adalah raja kesembilan yang bernama Sultan Syamsuddin dan bergelar Mawaa Tunggu. Beliau dilantik menjadi Sultan Dompu pada tanggal 8 Rajab 852 Hijirian atau tanggal 24 September 1545 masehi. Sejak saat itu sistem pemerintahan di Dompu berubah menjadi kesultanan dan menerapkan ajaran-ajaran Agama Islam dalam menjalankan roda pemerintahan (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).
Sejalan dengan masa pemerintahan Kesultanan di Dompu, Belanda juga mulai mendarat di Kepulauan Sumbawa termasuk di Dompu. Kekuasaan Belanda di Dompu dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran Agama Islam. Sultan Abdullah selaku sosok pemimpin yang taat menjalankan perintah agama tidak setuju dengan kebijakan Belanda. Sultan Sirajuddin yang merupakan putra dari Sultan Abdullah juga sangat merasakan ketidakadilan dan penindasan Belanda terhadap masyarakat Dompu. Sultan Sirajuddin menentang semua kebijakan pemerintahan Belanda di Dompu, sehingga beliau ditangkap dan diasingkan ke Kupang pada tahun 1934. Sejak pengasingan Sultan Sirajuddin, Kesultanan Dompu dirubah menjadi Kejenelian (setingkat kecamatan) dan berada di bawah kekuasaan Kesultanan Bima. Istana Kesultanan Dompu selaku pusat pemerintahan dibiarkan tidak berpenghuni dan berada di bawah pengawasan pemerintahan Belanda (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).
Pada masa pemerintahan Jepang tahun 1942-1945 sistem pemerintahan tidak banyak berubah. Dompu tetap berada di bawah Kesultanan Bima. Justru Jepang dianggap lebih kejam dan meyebabkan penderitaan rakyat. Seluruh sektor ekonomi dikuasai dan hasil bumi masyarakat diambil dan dikumpulkan untuk kepentingan Jepang dalam memenuhi logistik perang Asia Timur Raya. Pada jaman Jepang Istana Kesultanan Jepang yang telah lama kosong dibongkar dan dijadikan kantor tentara Jepang. Sisa-sisa kayu yang masih utuh seluruhnya diangkut sendiri oleh Jepang, dan masyarakat Dompu sendiri tidak tahu kayu-kayu itu dibawa kemana dan dimanfaatkan untuk apa. Setelah Jepang kalah di lokasi tersebut dibangun masjid yang merupakan masjid terbesar di Dompu.
Data Arkeologi
Data arkeologi adalah data tentang nilai penting bangunan cagar budaya terhadap sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan serta kebudayaan dan memiliki tingkat keaslian yang meliputi bahan, bentuk, tata letak dan tehnik pengerjaan, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar berdasarkan data yang ada.
Bangunan bekas Istana Raja Dompu yang menjadi sasaran dalam kegiatan Studi Teknis Arkeologi, merupakan bangunan yang dipindahkan dari tempatnya terdahulu, awalnya bangunan Istana Raja Dompu ini terletak di tempat Masjid Baiturahman sekarang ini. Pada masa pendudukan Jepang di Dompu bangunan istana ini dijadikan tempat untuk tentara Jepang, sebelum akhirnya dihancurkan oleh Jepang sendiri. Kemudian pihak keluarga Kesultanan Dompu memindahkan bangunan istananya ke tempat yang sekarang, yaitu berlokasi di Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu.Data arkeologi yang berhasil dikumpulkan pada saat pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan di bekas Istana Raja Dompu adalah sebuah bangunan cagar budaya yang berupa sebuah rumah panggung dengan struktur keseluruhannya terbuat dari bahan kayu. Bangunan istana ini adalah tempat Sultan Dompu dan kerabatnya tinggal pada masa lalu. Lebih jelasnya mengenai bangunan cagar budaya ini akan diuraikan sebagai berikut :
Bekas Istana Raja Dompu ini merupakan bangunan yang memiliki arsitektur rumah panggung dengan keseluruhan strukturnya terbuat dari bahan kayu (perpaduan antara kayu jati dan kelapa). Memiliki sembilan tiang sebagai tiang utama yang menunjang struktur bagian atasnya. Menurut keterangan dari pihak keluarga Kesultanan Dompu dan juga dari data foto dokumentasi yang berhasil ditemukan dapat diketahui bahwa bangunan istana ini telah mengalami perubahan bentuk. Dimana pada awalnya bangunan istana ini menghadap ke arah timur dengan anak tangga berada di sisi timur. Tetapi saat ini anak tangga untuk naik ke atas istana berada di sisi utara, dan sebagian ruangan yang ada di sisi utara dan sisi selatan bangunan istana ini telah dipotong. Dimana pada awalnya pada sisi utara bangunan bekas Istana Dompu ini merupakan ruangan tamu dan ruangan yang mengalami pemotongan di sisi selatan awalnya adalah dapur.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa anak tangga istana ini sekarang terletak di sisi utara bangunan istana, mencapai bagian atas ruangan istana ini kita akan menemui ruangan yang cukup lapang dengan dinding dan lantai yang terbuat dari kayu. Pada awalnya ruangan ini memiliki sekat-sekat pemisah yang membentuk ruangan-ruangan kecil dan berfungsi sebagai ruang tidur keluarga Kesultanan Dompu.
Selain ruangan yang disebutkan di atas, masih ada satu ruangan lagi yang berfungsi sebagai loteng tempat menyimpan barang-barang milik keluarga Kesultanan Dompu. Loteng ini terbentuk dari atap bangunan istana yang bertingkat dua. Atap bangunan istana ini memiliki bentuk atap pelana dengan atap yang terbuat dari genting. Secara keseluruhan kondisi fisik bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor umur yang sudah sangat tua, kondisi lingkungan yang selalu mengalami fluktuasi dan juga karena faktor adanya bencana alam yang pernah melanda wilayah Dompu.
Data Teknis
Sebagai bangunan tua yang dibangun dengan keterbatasan kemampuan pada jaman itu baik dilihat dari bahan maupun teknologi pengerjaannya sudah wajar bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan fisik. Gejala kerusakan dan pelapukan tersebut dapat dilihat hampir pada seluruh bagian bangunan mulai dari pondasi (tiang), dinding-dinding (badan) dan atap. Gejala kerusakan dan pelapukan tersebut dapat dilihat seperti adanya pengelupasan, pelapukan, patah, pecah, retak, atap yang telah rusak dan bocor.
Untuk mencegah kerusakan yang semakin parah maka sudah seharusnya dilakukan upaya-upaya pelestarian dengan cara perbaikan pada bagian-bagian yang rusak sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dicegah. Sesuai dengan definisi data teknis yang menyebutkan bahwa data tentang kondisi teknis dan tingkat kerusakan bangunan serta lingkungannya, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar atas dasar pertimbangan teknis. Berkenaan dengan definisi tentang data teknis tersebut, berikut ini akan diuraikan mengenai data teknis bangunan cagar budaya bekas Istana Raja Dompu yang menjadi sasaran dalam kegiatan studi teknis ini :
- Struktur Kaki (Tiang)
Secara umum kondisi fiisik bagian kaki bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa patah, retak, pecah, serangan rayap, pemudaran warna karena reaksi kimia sinar matahari, dan berbagai gejala pelapukan yang disebabkan oleh tumbuhnya jasad-jasad organik.Denah keseluruhan dari bangunan bekas Istana Raja Dompu ini berbentuk persegi empat panjang dengan ukuran 8,90 m x 5,25 m. Struktur utama dari bagian kaki bangunan bekas Istana Raja Dompu ini merupakan tiang-tiang kayu yang berjumlah sembilan buah, masing-masing tiang ini memiliki ukuran 12,5 cm x 12,5 cm x 400 cm dengan umpak terbuat dari batu kali. Tiang-tiang ini terbuat dari bahan kayu jati, dibuat polos tanpa motif hiasan.
Tiang-tiang ini diperkuat dengan kuda-kuda yang juga terbuat dari kayu jati dan mempergunakan pasak yang terbuat dari baja. Sebagai dasar dari lantai papan kayu yang merupakan lantai bangunan istana dipasang enam buah balok panjang yang dipasang menjepit tiang bangunan istana dan dikombinasikan dengan balok ke arah melebar dengan jumlah yang cukup banyak . Balok panjang ini memiliki ukuran lebar 10 cm, tebal 5 cm dan panjang 926 cm sedangkan balok yang ke arah melebar memiliki ukuran lebar 13 cm, tebal 7 cm dan panjang 572 cm. Sebagai akses menuju ke lantai atas bangunan bekas Istana Raja Dompu ini dilengkapi dengan tangga masuk pada sisi utaranya. Awalnya tangga ini terdapat pada sisi sebelah timur bangunan istana, namun karena terjadinya pemotongan ruangan di sisi utara bangunan istana, maka anak tangga beserta pintu masuk menuju ke ruangan atas dipindahkan ke sisi utara bangunan istana. Tangga ini terbuaat dari struktur kayu jati dan memiliki atap yang terbuat dari genteng, namun saat ini atapnya telah hilang. Tangga ini memiliki panjang 330 cm dan lebar 152 cm dengan jumlah anak tangga sebanyak 14 buah.
Secara umum kondisi fiisik bagian kaki bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa patah, retak, pecah, serangan rayap, pemudaran warna karena reaksi kimia sinar matahari, dan berbagai gejala pelapukan yang disebabkan oleh tumbuhnya jasad-jasad organik.
- Struktur Dinding (Badan)
Secara umum kondisi fiisik bagian badan bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa patah, retak, pecah, serangan rayap, pemudaran warna karena reaksi kimia sinar matahari, dan berbagai gejala pelapukan yang disebabkan oleh tumbuhnya jasad-jasad organik.Dinding bangunan bekas Istana Raja Dompu dibuat dengan kontruksi kayu. Tiang-tiang utama yang berfungsi sebagai penyangga beban dan balok-balok tarik berfungsi untuk menekan gerak horisontal yang ditimbulkan oleh adanya beban tarik dibuat dengan menggunakan bahan kayu jati ukuran lebar 10 cm, tebal 5 cm dan panjang 926 cm. Kusen, pintu dan jendela juga dibuat dengan bahan yang sama dirangkai menyatu dengan rangka bangunan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh untuk menahan beban tekan dan tarik yang sering kali terjadi mengingat Pulau Sumbawa adalah merupakan daerah yang rawan gempa. Struktur utama bagian badan banguanan bekas Istana Raja Dompu ini adalah berupa tiang-tiang kayu jati yang berjumlah sembilan buah dengan ukuran lebar 12 cm, tebal 12 cm dan panjang 204 cm. Pintu masuk menuju ruangan istana ini memiliki ukuran kusen lebar 10 cm, tebal 7 cm dan lorong pintu berukuran 101 cm. Masing-masing jendela yang terdapat di bagian dinding bangunan bekas Istana Raja Dompu ini memiliki ukuran tinggi 130 cm dan lebar 115 cm dengan ukuran lubang jendela 100 cm. Lantai bangunan bekas Istana Raja Dompu ini terbuat dari bahan papan kayu jati yang ditempatkan di atas selasar dengan jumlah 32 buah, papan kayu lantai ini memiliki ukuran lebar 26 cm, tebal 2 cm dan panjang 400 cm. Sama halnya dengan bagian lantai, bagian plafon bangunan istana ini juga terbuat dari papan kayu jati dengan ukuran yang hampir sama dengan papan lantai, yaitu berukuran lebar 26 cm, tebal 2 cm panjang 400 cm dan tinggi dari bagian lantai 218 cm. Rangka plafon memiliki ukuran 12 cm x 12 cm dengan jarak antar rangka 94 cm. Di atas plafon masih terdapat ruangan (loteng) yang difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang milik keluarga Kesultanan Dompu. Berbeda dengan ruangan di bawahnya, loteng ini memiliki dinding yang terbuat dari bahan gedeg bambu, sedangkan strukturnya tidak ada perbedaan dengan ruangan bawah bangunan bekas Istana Raja Dompu.
Secara umum kondisi fiisik bagian badan bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa patah, retak, pecah, serangan rayap, pemudaran warna karena reaksi kimia sinar matahari, dan berbagai gejala pelapukan yang disebabkan oleh tumbuhnya jasad-jasad organik.
- Struktur Atap
Atap bangunan bekas Istana Raja Dompu keseluruhannya merupakan konstruksi yang terbuat dari bahan kayu dengan bentuk atap pelana. Bahan kontruksi bagian atap bangunan istana ini keseluruhannya mempergunakan bahan dari kayu jati, secara umum terdiri dari bagian tugeh, kuda-kuda, gording, usuk dan papan. Kondisi bagian atap bangunan bekas Istana Raja Dompu secara keseluruhan telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan yang cukup parah. Dimana telah banyak kayu-kayu komponennya mengalami pelapukan, retak-retak, patah, mengelupas, lepas dan terjadi pemudaran warna yang diakibatkan oleh reaksi kimia sinar matahari.
Data Keterawatan
Bangunan bekas Istana Raja Dompu secara umum belum pernah mendapat upaya pelestarian, baik itu usaha pelestarian secara tradisional maupun modern. Hasil pengamatan di lapangan, dapat diketahui bahwa bangunan bekas istana ini telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan yang disebabkan oleh faktor internal dan external, antara lain disebabkan oleh getaran gempa, debu, vegetasi yang ada di sekitar bangunan bekas Istana Raja Dompu.
Kondisi Fisik
- Kerusakan Struktural
Suatu kondisi yang tidak utuh , tidak sempurna yang terjadi pada unsur-unsur struktural suatu bangunan cagar budaya. Unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek struktural suatu bangunan seperti : stabilitas tanah dasar/pondasi, sistem sambungan yang digunakan, jenis atap yang digunakan, kuat tekan, kuat geser dan lain-lain. Pengertian kerusakan struktural bangunan cagar budaya ini berlaku untuk semua jenis bangunan, baik bangunan cagar budaya yang berbahan batu, kayu maupun bata. Data-data kerusakan struktural sangat berguna untuk menentukan metode dan penyelesaian yang berkaitan dengan perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi dengan memperhatikan faktor penyebab dan proses terjadinya kerusakan tersebut. Berdasarkan pengertian kerusakan struktural dan juga berdasarkan pengamatan di lapangan, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan bangunan bekas Istana Raja Dompu telah mengalami gejala kerusakan secara struktural, dimana kondisi real dari kerusakan struktural ini adalah berupa patah, retak, pecah pada komponen-komponen bangunan bekas istana dan amblasnya umpak-umpak penyangga tiang bagunan bekas istana sehingga menyebabkan bangunan bekas Istana Raja Dompu ini mengalami kemiringan.
- Kerusakan Arsitektural
Suatu kondisi yang tidak utuh, tidak sempurna yang terjadi pada unsur-unsur arsitektural suatu bangunan cagar budaya. Unsur-unsur yang berkaitan dengan aspek arsitektural suatu bangunan adalah meliputi unsur-unsur dekoratif, relief, umpak dan lain-lain. Data-data kerusakan arsitektural ditinjau dari kelengkapan unsur atau komponen bangunan yang masih asli, yang telah diganti/diubah, dan bagian dari bangunan yang hilang berdasarkan pendekatan keaslian bentuk arsitekturnya. Data identifikasi kerusakan arsitektural digunakan untuk menentukan langkah-langkah pemulihan aspek arsitektur suatu bangunan berdasar pada prinsip-prinsip dan kaidah pemugaran. Secara umum gejala kerusakan arsitektural yang terjadi pada bangunan bekas Istana Raja Dompu adalah berupa adanya komponen-komponen yang lepas dan hilang.
Data Kerusakan
Berdasarkan sifat-sifatnya, faktor yang memicu proses degradasi bahan pada benda cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor perencanaan (teknologi pembuatan) dan faktor menurunnya rasio kwalitas bahan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan seperti iklim, air, biologis (mikroorganisme), bencana alam dan vandalisme (manusia).
Dari segi bentuknya, bentuk degradasi yang terjadi pada bangunan cagar budaya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan dan pelapukan. Kerusakan dan pelapukan mempunyai pengertian yang hampir sama, tetapi secara teknis istilah tersebut dapat dibedakan. Dimana yang dimaksud dengan kerusakan adalah perubahan yang terjadi pada bangunan cagar budaya yang tidak disertai dengan perubahan sifat-sifat fisik dan kimiawi, sedangkan pelapukan adalah perubahan yang terjadi pada bangunan cagar budaya yang disertai dengan adanya perubahan sifat-sifat fisik dan kimiawinya.
Pengamatan/observasi yang dilakukan terhadap bangunan bekas Istana Raja Dompu, maka teridentifikasi proses kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada bangunan bekas ini adalah sebagai berikut :
- Kerusakan Mekanis
Merupakan kerusakan yang dapat dilihat secara visual berupa retak, pecah, melesak, amblas pada dasar dan patah. Kerusakan ini juga terkait dengan kondisi lingkungan bangunan cagar budaya terutama fluktuasi suhu udara, disamping tidak terlepas dari gaya statis maupun gaya dinamis yang diterima oleh sebuah bangunan. Yang dimaksud dengan gaya statis adalah adanya tekanan beban dari atas terhadap lapisan batu di bawahnya, sedangkan yang dimaksud dengan gaya dinamis adalah suatu gaya yang dipengaruhi oleh faktor luar (eksternal), seperti getaran gempa bumi (faktor alam). Kerusakan mekanis pada bangunan bekas Istana Raja Dompu visualisasinya berupa adanya komponen-komponen bangunan yang mengalami patah, retak, pecah, miring dan hilang.
- Pelapukan Chemis
Pelapukan yang terjadi pada bangunan cagar budaya sebagai akibat dari proses atau reaksi kimiawi. Dalam proses ini faktor yang berperan adalah air, penguapan dan suhu. Air hujan dapat melapukan benda melalui proses oksidasi, karbonatisasi, sulfatasi dan hidrolisa. Gejala-gejala yang nampak pada pelapukan ini adalah berupa penggaraman dan lapuk.
- Pelapukan Fisis
Merupakan pelapukan yang disebabkan oleh iklim dimana bangunan cagar budaya itu berada, baik secara mikro maupun secara makro. Unsur iklim, suhu dan kelembaban merupakan faktor utamanya, besarnya amplitudo suhu dan kelembaban baik itu siang maupun malam hari akan sangat memicu terjadinya pelapukan secara fisis. Pelapukan secara fisis yang terjadi pada bangunan bekas Istana Raja Dompu antara lain berupa aus pada beberapa bagian permukaan bidang bangunan istana. Visualisasi dari gejala pelapukan fisis pada bangunan bekas istana ini adalah berupa penggaraman, pengelupasan permukaan dan perubahan warna pada bidang permukaan komponen yang terbuat dari bahan kayu.
- Pelapukan Biologis
Pelapukan pada material bangunan cagar budaya yang disebabkan oleh adanya kegiatan mikroorganisme, seperti pertumbuhan jasad-jasad organik berupa lichen, moss, algae dan pertumbuhan perdu. Gejala yang nampak pada kerusakan ini adalah berupa diskomposisi struktur material, pelarutan unsur dan mineral, adanya noda pada permukaan material dan sebagainya. Pelapukan biologis pada bangunan bekas Istana Raja Dompu berupa tumbuhnya lichen, moss dan algae pada permukaan bidangnya.
- Vandalisme
Merupakan kerusakan yang disebabkan oleh ulah manusia, seperti adanya tancapan-tancapan paku dan tulisan-tulisan spidol/pemutih.
Faktor Penyebab Kerusakan dan Pelapukan
- Faktor Internal
Faktor internal meliputi faktor perencanaan (teknologi pembuatan), faktor menurunnya rasio kwalitas bahan serta letak atau posisi bangunan. Bangunan yang dibuat dengan perencanaan atau teknologi yang baik akan memiliki daya tahan yang baik serta dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh faktor mekanis dan fisik. Bangunan yang dibuat dengan bahan yang kwalitasnya jelek akan cepat mengalami kerusakan sedangkan bangunan yang dibuat dengan bahan yang bagus akan bertahan lebih lama dari berbagai macam kerusakan dan pelapukan serta tanah tempat suatu bangunan cagar budaya berdiri juga mempengaruhi kelestarian material bangunan. Tanah yang memiliki sifat rentan terhadap faktor air, daya tahannya akan mudah menurun sehingga menyebabkan kondisi bangunan tidak stabil.
- Faktor External
Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang meliputi faktor fisis (suhu, kelembaban, hujan), faktor biologis, faktor kimiawi, bencana alam serta faktor manusia (vandalisme). Pengaruh suhu dan kelembaban yang yang tinggi dan berubah-ubah akan mengakibatkan suatu bangunan cagar budaya kondisinya tidak stabil, yang pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan dan pelapukan. Air hujan juga akan menyebabkan kelembaban pada bangunan cagar budaya akan meningkat yang pada akhirnya akan merangsang tumbuhnya jasad–jasad organik pada permukaan material cagar budaya yang pada akhirnya juga akan menimbulkan kerusakan dan pelapukan. Faktor eksternal penyebab kerusakan dan pelapukan pada bangunan cagar budaya sangat sulit untuk dihindari, apalagi terhadap bangunan cagar budaya yang terdapat di alam terbuka.
Rencana Penanganan
Penanganan Pemugaran
- Pekerjaan Persiapan
- Pembersihan Lapangan
Mengawali kegiatan pemugaran dilakukan upaya pembersihan areal kerja dari hal-hal yang mengganggu aktivitas pemugaran. Pembersihan lapangan meliputi : pembersihan lingkungan situs dan pembersihan pada obyek pemugaran (bangunan atau struktur yang akan dipugar)
- Pekerjaaan Bongkaran Bangunan Lama
Pekerjaan pembongkaran atau disebut juga penurunan komponen asli bekas Istana Raja Dompu adalah merupakan upaya perbaikan struktur dan pemulihan arsitektur dari bangunan cagar budaya tersebut, karena sudah mengalami kerusakan dan pelapukan. Pekerjaan pembongkaran ini akan menampakkan kondisi fisik tiap komponen-komponen asli bekas Istana Raja Dompu, untuk kemudian mendapatkan sebuah metode penanganan kerusakan dan pelapukan tersebut.
Pelaksanaan pekerjaan pembongkaran bekas Istana Raja Dompu menetetapkan sebuah sistem registrasi untuk dapat dipakai sebagai pedoman dalam pemasangan kembali. Sistem ini memuat tentang tata cara penomoran setiap komponen bekas Istana Raja Dompu dengan mempergunakan abjad dan menetukan titik tetap (refren).
- Pengukuran Uizet dan Bouwplank
Pengukuran Uizet dan Bouwplank berfungsi untuk membuat titik-titik as (tengah) bangunan sesuai dengan gambar denah bangunan yang diperlukan untuk penentuan jalur/arah pondasi dan juga sebagai dasar ukuran tinggi atau level lantai bangunan dengan permukaan halaman bekas Istana Raja Dompu. Uizet dan bouwplank kedudukannya harus kuat dan tidak mudah goyah, berjarak cukup dari rencana galian agar tidak mudah goyah pada saat dilakukannya galian dan posisinya harus seragam (menghadap ke dalam bangunan semua).
- Pemasangan Perancah/Stager
Perancah atau steger merupakan konstruksi pembantu pada pekerjaan bangunan, dibuat untuk membantu jangkauan bangunan yang tinggi dan merupakan work platform semantara. Perancah atau stager berbentuk suatu sistem modular dari pipa atau tabung logam, meskipun juga dapat menggunakan bahan-bahan lain. Biasanya perancah atau stager digunakan sebagai pengganti bambu dengan asumsi penggunaan perancah atau stager dapat menghemat biaya dan efisiensi waktu pemasangan.
- Pekerjaan Pembongkaran dan Tanah
Kegiatan pembongkaran atau disebut juga penurunan komponen-komponen asli bekas Istana Raja Dompu adalah upaya perbaikan struktur dan pemulihan arsitektur bangunan cagar budaya tersebut, karena sudah mengalami kerusakan dan pelapukan. Pembongkaran bertujuan untuk mengetatahui kondisi fisik tiap–tiap komponen-komponen asli bekas Istana Raja Dompu untuk kemudian mendapatkan sebuah metode penanganan kerusakan dan pelapukannya.
Pelaksanaan pembongkaran terhadap bangunan bekas Istana Raja Dompu ditetapkan sebuah sistem registrasi untuk dapat dipakai sebagai pedoman. Sistem ini memuat tentang tata cara penomoran setiap komponen istana ini dengan mempergunakan abjad dan angka. Pembongkaran terhadap bekas Istana Raja Dompu berpatokan atau dimulai dari titik tetap (refren) yang telah ditentukan.
Lebih jelasnya rangakain kegiatan pembongkaran dan galian tanah bekas Istana Raja Dompu akan diuraikan sebagai berikut :
- Pekerjaan Galian Tanah
Galian tanah untuk pondasi harus sesuai dengan ukuran dalam gambar pelaksanaan atau sampai tanah keras dan apabila diperlukan untuk mencapai daya dukung yang baik, dasar galian harus dipadatkan dengan cara ditumbuk. Pekerjaan galian tanah untuk pemugaran bekas Istana Raja Dompu ini dilakukan pada masing-masing pondasi umpak yang berjumlah 9 buah. Galian pondasi umpak dibuat berukuran 1 m² dengan kedalaman mencapai 80 cm.
- Pekerjaan Urugan Tanah.
Pekerjaan ini dilakukan setelah pekerjaan pondasi sudah selesai dilakukan dan merupakan pengurugan kemabali tanah galian pondasi sehingga tanah bekas galian pondasi tidak tampak lagi.
- Pekerjaan Urugan Pasir
Sebelum pekerjaan pondasi dilakukan perlu dilakukan penaburan pasir urug ke tanah (di sepanjang penggalian). Pekerjaan ini dilakukan karena untuk menghindari tercampurnya adukan dan tanah liat, dengan ketebalan pasir urug minimal 5 cm.
- Pekerjaan Pasangan Pondasi dan Umpak
- Pekerjaan Pasangan Pondasi
Bagian dari bangunan yang berfungsi mendukung seluruh berat dari bangunan dan meneruskannya ke tanah di bawahnya. Pada umumnya lapisan tanah diperlukan setebal ± 50 cm adalah lapisan tanah humus yang sangat labil dan tidak mempunyai daya dukung yang baik, oleh karena itu dasar pondasi tidak boleh diletakkan pada lapisan tanah humus ini. Untuk menjamin kestabilan pondasi dan memperoleh daya dukung tanah yang cukup besar, maka dasar pondasi harus diletakkan pada kedalaman tanah lebih dari 50 cm dari permukaan tanah sampai mencapai lapisan tanah asli yang keras. Lebar galian tanah untuk memasang pondasi dibuat secukupnya saja asal sudah dapat untuk dapat memasang pondasi. Dasar pondasi yang memiliki lebar yang lebih kecil akan memiliki daya dukung yang kecil dan lebih mudah amblas ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Sebaliknya jika pondasi mempunyai lebar alas yang lebih besar, maka daya dukung pondasi tersebut semakin besar, sehingga tidak mudah amblas ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Dengan kata lain, makin berat beban bangunan yang harus didukung, makin besar pula daya dukung tanah yang diperlukan dan makin lebar pula dasar pondasinya. Berkenaan dengan hal tersebut pekerjaan pondasi bekas Istana Raja Dompu ini dilakukan pada masing-masing pondasi umpak yang berjumlah 9 buah. Galian pondasi umpak dibuat berukuran 1 m² dengan kedalaman mencapai 80 cm.
- Perkerjaan Pasangan Batu Kosong
Pasangan batu kosong berfungsi untuk meneruskan beban yang berasal dari komponen-komponen bangunan yang ada di atas, batu kosong di bawahnya menyerap beban tersebut dan menyebarkan ke bawah (tanah), selain itu pasangan batu kosong juga berperan sebagai rol, sehingga kekakuan akibat reaksi gerak horizontal (misal : gempa) dapat dihindari (minimalisasi). Pasangan batu kosong pada galian pondasi tiang bekas Istana Raja Dompu dipasang di atas urugan pasir yang telah ditempatkan sebelumnya secara merata setebal 5 cm. Pasangan batu kosong ini mempergunakan batu lokal yang ada di Dompu dan dilengkapi dengan penaburan pasir untuk memenuhi bagian rongga nat batu, yang kemudian dipadatkan dengan menyiramkan air secukupnya agar rongga-rongga nat tertutup dengan merata.
- Pekerjaan Pasangan Batu Kali
Pasangan batu kali untuk pemugaran bekas Istana Raja Dompu dibuat dengan memenuhi standar teknis pondasi suatu bangunan yang baku dan akan mempergunakan batu lokal yang ada di Dompu. Pemasangan pasangan batu kali diawali dengan penebaran urugan pasir di atas permukaan tanah dengan tebal kurang lebih 10 cm. Pemasangan batu diawali dengan batu yang berbentuk bulat dan kemudian ditumpuk belahan-belahan batu yang tidak beraturan dengan campuran pasir semen 5 : 1. Pekerjaan terakhir dari pasangan batu kali ini adalah dengan melakukan pengecekan akhir dengan mempergunakan waterpas untuk mengetahui kerataannya.
- Pekerjaan Pasangan Umpak
Umpak bekas Istana Raja Dompu terbuat dari batu alam yang bentuknya tidak beraturan dan berjumlah 9 buah. Pekerjaan pasangan umpak dilakukan setelah semua rangkain pekerjaan pondasi selasai. Umpak ini adalah landasan untuk menempatkan tiang-tiang kayu utama bekas Istana Raja Dompu.
- Pekerjaan Kayu
- Pekerjaan Pasangan Tiang Kayu
Tiang kayu bekas istana Raja Dompu kondisinya sebagian besar sudah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Tiang ini berjumlah 9 buah dengan ukuran 11/15 dan 11/12. Mengingat kondisi tiang-tiang yang sudah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, maka upaya perbaikannya adalah dengan melakukan penggantian pada tiang yang sudah rusak dan lapuk dengan mempergunakan jenis kayu yang sama dengan tiang aslinya, baik itu ukuran dan kwalitasnya.
- Pekerjaan Pasangan Balok Tarik
Balok tarik bekas Istana Raja Dompu, berjumlah 3 buah dipasang pada bagian memanjang bekas Istana Raja Dompu. Balok tarik ini mempergunakan kayu lokal berukuran 7/15. Balok tarik berfungsi sedagai dasar atau tatakan dari selasar lantai kayu ruang atas bekas Istana Raja Dompu. Upaya perbaikan balok tarik dengan mempergunakan kayu lokal yang sejenis dengan kayu asli, baik itu ukuran maupun kwalitasnya.
- Pekerjaan Pasangan Sekur
Sekur pada bekas Istana Raja Dompu terdapat pada dua titik, yaitu pada struktur atap dan pada tiang. Sekur ini berfungsi sebagai upaya perkuatan dari masing-masing struktur yang disebutkan di atas. Sekur ini memiliki ukuran 6/14 berbahan kayu lokal polos.
- Pekerjaan Pasangan Lantai Kayu.
Lantai kayu bekas Istana Raja Dompu terdiri dari selasar lantai dan lantai papan, selasar lantai berukuran 6/12 sedangkan papan lantai berukuran 3/20. Kondisi terkini selasar lantai bekas Istana Raja Dompu sebagian besar masih dalam kondisi yang bagus dan masih bisa dipergunakan lagi, dan untuk bagian selasar yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan akan diganti dengan kayu sesuai dengan kayu aslinya. Sedangkan bagian papan lantai bekas Istana Raja Dompu sevagian besar sudah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, berkenaan dengan hal tersebut maka akan dilakukan penggantian dengan mempergunakan kayu sesuai dengan kayu aslinya.
- Pekerjaan Pasangan Tiang dan Papan Dinding
Pasangan tiang dan papan dinding yang dimaksud di sini adalah tiang dan papan dinding lantai dua bekas Istana Raja Dompu. Tiang dinding memiliki ukuran kayu 6/14 dan papan dinding berukuran 3/20. Pekerjaan pasangan tiang dan papan dinding hanya berupa penggantian pada bagian yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, dengan mempergunakan kayu yang sesuai dengan aslinya.
- Pekerjaan Pasangan Kap
Pekerjaan pasangan kap adalah bagian dari pekerjaan untuk memperbaharui struktur atap bekas Istana Raja Dompu, yang secara umum kondisi struktur atap bekas istana ini sebagian besar telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Struktur atap bekas Istana Raja Dompu terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : struktur penutup atap, gording dan rangka kuda-kuda. Penutup atap akan didukung oleh struktur rangka atap, yang terdiri dari kuda-kuda, gording, usuk, lisplank dan reng. Beban-beban atap akan diteruskan ke dalam fondasi melalui kolom dan/atau balok. Mengingat kondisi struktur atap yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan, maka akan dilakukan penggantian pada bagian-bagian struktur atap yang telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan dengan kayu yang sesuai dengan kayu aslinya.
- Pekerjaan Pasangan Pintu
Pekerjaan pasangan pintu dilakukan terhadap dua buah pintu yang merupakan akses keluar-masuk bangunan istana. Satu pintu terletak di sisi utara (pintu utama) dan satu pintu lagi terdapat di sisi selatan bangunan istana. Secara umum pintu bekas Istana Raja Dompu ini memiliki bentuk yang sama dengan pintu-pintu bangunan pada umumnya. Kusen pintu terbuat dari bahan kayu jati dengan ketebalan yang melebihi standar ketebalan kusen bangunan pada umumnya dan terdapat perbedaan ukuran lebar antara pintu utara dan selatan.
- Pekerjaan Pasangan Tangga Kayu
Tangga kayu terdapat di sisi utara bangunan bekas Istana Raja Dompu, merupakan akses untuk sampai di lantai dua bangunan istana. Awalnya tangga ini dilengkapi dengan atap, namun pada saat ini atapnya telah hilang. Kondisi terkini dari komponen-komponen struktur tangga ini relatif masih bagus dan hanya perlu penggantian pada komponen-komponen yang telah rusak dengan bahan yang sesuai dengan komponen aslinya.
- Pekerjaan Pasangan Usuk Kayu Lokal
Usuk ini adalah bagian struktur kap atap, kondisinya sudah sangat rusak dan sebagian besar diperlukan penggantian dengan bahan yang sesuai dengan bahan aslinya. Ukuran kayu usuk bekas Istana Raja Dompu ini relatif lebih besar dengan standar usuk biasa, dimana usuk ini berukuran 5/7.
- Pekerjaan Pasangan Lisplank
Pekerjaan lisplank adalah usaha perbaikan terhadap lisplank bekas Istana Raja Dompu yang sebagian besar telah mengalami kerusakan dan pelapukan. Lisplank ini akan mempergunakan papan kayu jenis lokal sesuai dengan aslinya.
- Pekerjaan Pasangan Reng
Sama halnya dengan lisplank, reng struktur atap bekas Istana Raja Dompu kondisinya telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Akibat dari kondisi itu membuat banyak genteng bekas Istana Raja Dompu terjatuh. Penggantian yang dilakukan akan menggunakan jenis kayu yang sama dengan aslinya dan berukuran 2/3.
- Pekerjaan Atap
- Pekerjaan Pasangan Papan Sering
Papan sering dipasang di atas usuk dan merupakan tatakan dari reng, mempergunakan bahan papan kayu lokal. Luasan pemasangan papan sering ini mengikuti luasan struktur atap bekas Istana Raja Dompu.
- Pekerjaan Pasangan Genteng Lokal
Genteng yang dipergunakan menyesuaikan dengan genteng asli bekas Istana Raja Dompu, hal ini dikarenakan karena sebagian genteng asli masih bisa dipergunakan.
- Pekerjaan Pasangan Bubungan Lokal
Bubugan yang akan dipergunakan juga menyesuiakan dengan bubugan asli, yaitu bubugan lokal Dompu. Penggantian bubugan ini dilakukan karena ada sebagian dari bubugan bekas Istana Raja Dompu telah pecah (jatuh).
- Pekerjaan Finishing
- Pekerjaan Finishing
Pekerjaan finishing yang dilakukan adalah berupa pekerjaan pernis terhadap keseluruhan dari komponen-komponen kayu bekas Istana Raja Dompu. Pernis yang dipergunakan adalah jenis yang bening, sehingga tidak terlalu mencolok dan masih sesuai dengan warna asli kayu. Selain itu di akhir dari pekerjaan pemugaran ini juga dilaksanakan pembersihan terhadap sisa-sisa material yang dipergunakan selama proses pemugaran.
Penanganan Konservasi
Pelaksanaan penanganan konservasi terhadap bekas Istana Dompu akan disesuaikan dengan kondisi bangunan istana pada saat ini. Pelaksanaan penanganan konservasi ini akan dibagi menjadi beberapa tingkat berdasarkan kondisi masing-masing komponen bangunan bekas Istana Raja Dompu, yaitu :
- Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara komponen bangunan yang sangat berpengaruh pada karakter bangunan dan kondisinya masih baik.
- Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen bangunan bekas Istana Raja Dompu yang kondisinya sudah rusak sesuai dengan aslinya.
- Mengganti, yaitu mengganti komponen bangunan bekas Istana Raja Dompu yang telah rusak dan tidak dapat diperbiki lagi dengan bentuk sesuai dengan aslinya. Jika bentuk asli tidak teridentifikasi dapat dilakukan penyesuaian dengan membandingkan dengan bangunan yang setipe.
- Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangnan, terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan bentuk baru tidak merusak kareakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan bentuk aslinya.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka pelaksanaan penanganan konservasi terhadap bekas Istana Raja Dompu dilakukan sebagai suatu usaha untuk menghambat atau mengurangi penyebab-penyebab kerusakan dan pelapukan sehingga dapat memperpanjang keberadaannya. Langkah-langkah konservasi yang dilaksanakan meliputi pembersihan obyek dari semua faktor yang dapat mempercepat proses kerusakan dan pelapukan. Rencana penanganan pemeliharaan yang berupa tindakan konservasi meliputi penentuan prosedur, metode, teknis, bahan, peralatan, tenaga (jumlah kompetensi) dan biaya. Salah satu bentuk penanganan yang direncanakan adalah perawatan secara kuratif. Kegiatan perawatan ini dimaksudkan untuk menanggulangi segala permasalahan kerusakan maupun pelapukan. Dasar yang digunakan dalam kegiatan penanganan ini meliputi perawatan secara tradisional maupun modern.
- Perawatan Tradisional
Perawatan tradisional merupakan kearifan lokal masyarakat yang berkembang hingga kini dan dapat digunakan pula untuk mengkonservasi cagar budaya. Pengawetan secara tradisioanl pada kayu secara tradisional tentunya lebih murah dan ramah lingkungan, karena bahan yang digunakan untuk mengawetkan adalah bahan non-kimiawi. Tujuan dari konservasi adalah menyelamatkan kelestarian serta meningkatkan nilai yang terkandung dalam cagar budaya. Dalam melakukan konservasi harus diperhatikan konsep otentisitas yang mencakup keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknologi pengerjaan. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh pada teknik konservasi bahan benda arkeologi yang mencakup pembersihan mekanis, fisis, kimiawi, konsolidasi struktur bahan, perbaikan bagian yang pecah dan rusak serta pengawetan, yang sangat tergantung dari permasalahan dan pelapukan (Samidi,1996:441).
Berkenaan dengan upaya konservasi tradisional terhadap komponen-komponen bekas Istana Raja Dompu akan mempergunakan bahan-bahan cengkeh, tembakau, pelepah daun pisang dan air. Adapun peralatan yang diperlukan adalah ember, kuas dan kain (lap). Langkah-langkah konservasi ini dapat diuraikan sebagai berikut : menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan, kemudian merendam tembakau, ditambah cengkeh, dan pelepah pisang kedalam air selama 24 jam. Setelah itu lakukan pembersihan kayu secara kering serta mengoleskan air hasil rendaman keseluruh permukaan kayu. Kemudian gosok menggunakan kain sampai kering dan dilakukan berulang dan dikeringkan dengan kain lap bersih. Dengan dilaksanakannya penanganan konservasi secara tradisional ini diharapkan dapat menyelamatkan kelestarian bekas Istana Raja Dompu, menjaga serta meningkatkan nilai yang terkandung didalamnya.
- Perawatan Modern
Perawatan yang dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia. Pelaksanaan konservasi atau perawatan modern komponen-komponen bekas Istana Raja Dompu dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi cagar budaya, yang antara lain adalah : prinsip authentisitas, prinsip teknis dan prinsip arkeologis. Prinsip authentisitas adalah cagar budaya bergerak meliputi :keaslian bahan, keaslian desain, keaslian teknologi pengerjaan, keaslian bahan, keaslian desain, keaslian tata letak, keaslian teknologi pengerjaan serta kontek hubungannya dengan benda lain disekitarnya. Prinsip teknis adalah prosedur diagnostik yang berupa studi konservasi, observasi, analisis/identifikasi, membuat perencanaan metode dan teknik konservasi serta penanganan konservasi harus efektip/efisien, aman, bersifat ilmiah. Sedangkan prinsip arkeologis dalam konservasi adalah penanganan konservasi cagar budaya harus memperhatikan nilai arkeologis dan historisnya. Patina yang melindungi cagar budaya harus dipertahankan jangan sampai hilang, penanganan konservasi diprioritaskan pada bagian asli yang mengalami pelapukan berat, dan mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Berkenaan dengan hal tersebut maka upaya penanganan konservasi modern yang dilakukan terhadap komponen-komponen bekas Istana Raja Dompu adalah sebagai berikut :
Pembersihan Mekanis Kering dan Basah :
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan akumulasi debu, kotoran-kotoran dan endapan-endapan tanah dalam bentuk inkratasi bekas-bekas rumah serangga. Dalam pelaksanaannya pembersihan mekanis kering dilaksanakan dengan hati-hati dan cermat untuk menghindari adanya pertambahan kerusakan mekanis, terutama pada bagian-bagian yang sudah rapuh. Peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan mekanis ini adalah sikat ijuk, kuas, kapi, sapu ijuk dan penyedot debu. Sedangkan metode pelaksanaannya adalah menyiapkan bahan dan peralatan, bersihkan kotoran dan debu yang menempel dengan sapu atau sikat ijuk dan kuas perlahan lahan, kemudian hisap dengan alat penyedot debu, selanjutnya gunakan kompresor ( bila diperlukan ) agar benar benar bersih.
Pembersihan Kimiawi :
- Aplikasi Profos (Anti Serangga)
Pembersihan kimiawi adalah upaya untuk mencegah komponen-komponen kayu dari serangan rayap (serangga). Bahan yang diperlukan adalah profos, yang merupakan campura dari insektisida dan minyak tanah. Pengaplikasiannya adalah dengan mengoleskan atau menyeprotkan cairan tersebut kepermukaan komponen-komponen kayu, dan apabila ada komponen kayu yang berlubang dapat dilakukan dengan cara injeksi.
- Water Repellent (Kedap Air)
Bertujuan untuk mencegah/menghambat kapilarisasi dan rembesan air pada kayu yang berhubungan langsung dengan tembok atau tiang-tiang yang kontak dengan tanah. Aplikasi bahan ini adalah dengan mengoles atau menyemprot permukaan obyek (kayu) yang kontak langsung dengan tembok atau tanah.
Aplikasi Resin :
Resin dipergunakan untuk menutup lubang-lubang pada kayu. Resin merupakan campuran dari beberapa bahan, yang antara lain adalah epoxy resin, mill, lem kayu dan serbuk kayu. Penambalan/pengisian dilakukan untuk jenis retakan yang memiliki ukuran lebih dari 0.5 cm. Resin yang digunakan untuk penambalan adalah lem kayu dengan isi bubukan kayu/mil.
Penggantian Komponen Asli :
Penggantian terhadap dilakukan terhadap komponen bekas Istana Raja Dompu yang telah mengalami kerapuran cukup parah, serta dengan mempergunakan jenis kayu yang sesuai dengan aslinya.
Penanganan Lingkungan
Hasil pelaksanaan pemugaran bekas Istana Raja Dompu adalah berupa harapan untuk dapat mewujudkan kembali keberadaan bangunan cagar budaya tersebut ke dalam bentuk aslinya, berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Pemugaran ini dilaksanakan berdasarkan atas prinsip dan prosedur pemugaran cagar budaya, dengan memperhatikan keaslian bentuk, bahan, tata letak serta teknik pengerjaan. Disamping itu hal yang tidak kalah pentingnya selama proses pemugaran ini adalah dengan menugaskan tenaga-tenaga yang sudah berpengalaman dan memiliki kompetensi terhadap pemugaran cagar budaya. Dengan memperhatikan hal tersebut di atas pemulihan struktur dan arsitektur bekas Istana Raja Dompu dapat diwujudkan.
Dalam upaya pelestarian terhadap bangunan cagar budaya bekas Istana Raja Dompu setelah dilakukannya pemugaran, perlu diimbangi dengan upaya atau usaha untuk penataan lingkungan, agar keberadaan bangunan cagar budaya tersebut tampak serasi atau menyatu dengan lingkungan di sekitarnya. Secara umum kerusakan lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadaan bangunan cagar budaya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Salah satu faktor alam yang dapat mempengaruhi keberadaan bangunan cagar budaya adalah pengaruh air, baik itu yang berupa air tanah maupun air hujan yang tidak dapat dikendalikan, sedangkan faktor manusia yang dapat mempengaruhi keberadaan bangunan cagar budaya adalah pemanfaatan lahan di sekitar bangunan cagar budaya yang tidak terkendali. Berkenaan dengan hal tersebut maka usaha penataan lingkungan yang dilaksanakan setelah selesainya pemugaran bekas Istana Raja Dompu antara lain :
- Pembuatan Saluran Drainase
Pembuatan saluran drainase bekas Istana Raja Dompu dimaksudkan sebagai usaha pengendalian genangan air hujan pada saat musim penghujan selain itu pembuatan saluran drainase ini juga untuk meminimalisasi kapilarisasi air tanah. Alternatif pembuatan saluran drainase ini adalah dengan membuat saluran ke tempat yang posisinya lebih rendah daripada posisi bekas Istana Raja Dompu. Selain itu perlu dibuatkan parit kecil yang mengelilingi bekas Istana Raja Dompu untuk meminimalisasi genangan air yang sampai ke bagian pondasi saat musim penghujan.
- Pelebaran Jalan Masuk.
Jalan masuk menuju ke bekas Istana Raja Dompu adalah sebuah gang kecil yang lebarnya kurang lebih 1,5 meter dan bekas istana ini berada di belakang pemukiman penduduk sehingga tidak nampak dari luar. Hal ini membuat keberadaan bekas Istana Raja Dompu sebagai cagar budaya jarang diketahui, bahkan oleh penduduk lokal Dompu sendiri. Berkenaan dengan hal tersebut perlu kiranya dilakukan pembebasan lahan yang ada di depan istana, sehingga jalan masuk menuju ke bekas Istana Dompu ini bisa lebih lebar dan akan nampak dari sisi luar (jalan).
- Pertamanan
Pertamanan adalah kegiatan mengolah dan menata lahan dengan menanami berbagai tanaman dan memperhatikan segi keindahan (estetika), serta banyak terkait dengan penataan ruang menggunakan berbagai elemen, terutama tanaman. Dari pengertian tersebut apabila pertamanan diaplikasikan pada situs cagar budaya harus memperhatikan hal-hal yang sebagai berikut : memberikan keasrian/estetika situs cagar budaya dan lingkungannya, tidak mendominasi situs atau cagar budaya dan tidak mengancam kelestarian situs/cagar budaya. Berdasarkan hal tersebut, kiranya setelah pelaksanaan pemugaran terhadap bekas Istana Raja Dompu perlu dilaksanakan pertamanan sehingga akan menambah kesan indah dan asri.
- Pemeliharaan Yang Berkesinambungan
Usaha untuk memelihara bangunan cagar budaya serta lingkungan setelah selesainya pelaksanaan pemugaran mutlak harus dilakukan, kerena pemeliharaan adalah usaha preventif yang lebih baik daripada nantinya bangunan cagar budaya tersebut terlanjur mengalami keruskan yang berat. Berhubungan dengan hal tersebut peran serta masyarakat dan pihak keluarga Kesultanan Dompu sangat penting, dan yang tidak kalah pentingnya dalam usaha pemeliharaan bangunan cagar budaya ini adalah koordinasi antara masyarakat dan instansi yang berkompeten dibidang usaha pelestarian cagar budaya.
Simpulan
- Bangunan bekas Istana Raja Dompu adalah bangunan cagar budaya yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang penting. Hal ini berkenaan dengan sejarah keberadaan dan perkembangan Kerajaan/Kesultanan Dompu.
- Bangunan bekas Istana Raja Dompu dapat dijadikan sebagai suatu bahan kajian bagi penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sejarah, arkeologi, budaya dan arsitektur
- Mengantisipasi gejala kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada bangunan cagar budaya bekas Istana Raja Dompu, perlu kiranya mendapatkan penanganan pemugaran secara keseluruhan (restorasi) dan juga penanganan konservasi, sehingga bangunan cagar budaya ini kelestariannya tetap terjaga
- Usaha pelestarian terhadap bangunan bekas Istana Raja Dompu ini melalui pelaksanaan pemugaran nantinya hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pemugaran bangunan cagar budaya sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
- Penanganan keadaan lingkungan perlu mendapatkan perhatian, karena dengan keberadaan lingkungan yang asri akan dapat mewujudkan keindahan dan keserasian lingkungan bekas Istana Raja Dompu secara keseluruhan.