Kegiatan Studi Konservasi Cagar Budaya Goa Rambe Manu

0
1803

Pokja Pemeliharaan

BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BALI


Latar Belakang

Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas dan tidak terbaharui. Untuk menjaga Cagar Budaya dari ancaman, baik faktor alam, binatang dan tumbuh-tumbuhan maupun ulah manusia. Maka untuk itu diperlukan dilakukan pelestarian  dalam upaya menjaga dan merawat kondisi fisik  Cagar Budaya agar tetap lestari. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Balai Pelestarian Cagar Budaya yaitu melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan terhadap cagar budaya di wilayah kerjanya, baik berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya baik yang berada di darat maupun di air. Terkait dengan hal tersebut dilakukan kegiatan pelestarian cagar budaya berupa kegiatan Studi konservasi di Goa Rambe Manu, Desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, Sumba Barat Daya untuk merekam kondisi keterawatan cagar budaya dalam upaya merencanakan langkah pelestarian dalam bentuk konservasi.

Upaya pelestarian secara berkesinambungan sesuai dengan tugas dan fungsi Balai Pelestarian Cagar Budaya, yaitu: pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan terhadap Cagar Budaya di wilayah kerjanya, baik berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya baik yang berada di darat maupun di air. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada anggaran tahun 2019 dilaksanakan Studi Konservasi di Goa Rambe Manu yang terletak di Desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, Sumba Barat Daya agar mengetahui kodisi kerusakan cagar budaya di situs ini, dan dapat disusun upaya pelestarian agar kerusakan yang ada tidak bertambah parah.

 

Metode

Untuk mencapai hasil sesuai dengan maksud dan tujuan kegiatan, harus memenuhi kaidah-kaidah metodelogi yang lazim digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan lebih sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu yang dipublikasikan. Selain itu studi pustaka merupakan metode untuk mendapatkan sumber-sumber data yang terkait obyek yang akan diteliti.
  2. Observasi adalah tekhnik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti untuk mengetahui kondisi benda yang sebenarnya.
  3. Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui kegiatan wawancara tanpa struktur dengan pihak-pihak yang mengetahui tentang obyek penelitian. Metode wawancara ini dimaksudkan untuk mendapatkan nformasi yang akurat mengenai keberadaan situs. Karena seperti diketahui, situs-situs yang tersebar di Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan tradisi yang masih hidup hingga sekarang.

 

Letak dan Lingkungan

Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan bagian dari Pulau Sumba dan merupakan salah satuKabupatendi Provinsi Nusa Tenggara Timur yang membentang antara 90º18´-100º20´ Lintang Selatan (LS) dan 1180º55´-1200º 23´ (BT). Luas wilayah daratan adalah 1.445,32 kilometer persegi. Sebagian besar wilayahnya berbukit-bukit dimana hampir 50% luas wilayahnya memiliki kemiringan 140-400.Topografi yang berbukit-bukit mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi. Batas wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya yaitu:

  • Utara : Selat Sumba
  • Selatan : Kec Lamboya Kab Sumba Barat, samudra Hindia
  • Barat : Samudra Hindia
  • Timur : Kec Tanaringhu, Kec Loli dan Kec Lamboya Kabupaten Sumba Barat.

Kabupaten Sumba Barat Daya secara administrasi, berdasarkan data statistic tahun 2007, terbagi atas 8 Kecamatan yaitu: Kodi, kodi banged, kodi utara,laura,wewewa barat, wewewa selatan, wewewa timur, dan wewewa utara. Kabupaten ini beribukota di Tambolaka. Jumlah penduduk sebanyak 255.961 jiwa.

Secara administratif situs Goa Rambe Manu termasuk dalam wilayah desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya. Secara astronomi terletak pada posisi 50L 0727966,8950076 UTM dengan ketinggian 222 meter diatas permukaan air laut. Lokasi situs berjarak ±16 kilometer dari Kantor Dinas Kebudayaan Kabupaten Sumba Barat Daya. Untuk mencapai lokasi situs dapat menempuh jalan jurusan ke kodi. Setelah sampai di sebuah pertigaan, terdapat papan petunjuk yang menunjuk ke lokasi situs. Dari papan petunjuk ini berbelok kearah timur untuk menelusuri jalan berbatu kapur memasuki daerah hutan lindung menuju lokasi goa. Setelah menempuh jarak sepanjang ± 4 km. Dari tempat ini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menelusueri hutan dan mendaki bukit untuk mencapai lokasi goa. Perjalanan kaki ditempuh sepanjang ± 200 meter maka tiba dilokasi goa. Goa berada di bibir selatan tebing bukit yang masuk dalam area hutan lindung milik pemerintah.Goa Rambe Manu memiliki dua terowongan besar sebagai akses keluar dan masuk ke dalam ruangan goa, 3 liang persembnyian, 1 benteng pertahanan. Mulut goa berukuran 13,10m dengan kedalaman 8,8 mdan ketinggian langit-langit ± 15 meter.

 

Latar Sejarah

Untuk mengungkapkan sejarah keberadaan suatu tinggalan cagar budaya tidaklah mudah, memerlukan beberapa sumber baik berupa sumber tertulis maupun tidak tertulis, yang tertulis seperti : prasasti, naskah-naskah kuno, tulisan dari peneliti sebelumnya, artikel dan lain sebagainya, sedangkan sumber tidak tertulisnya seperti cerita yang berkembang di masyarakat sekitar keberadaan situs.Demikian pula halnya dengan sejarah keberadaan situs Goa Rambe Manu yang tidak banyak diketahui, karena minimnya data tertulis yang menulis tentang sejarah keberadaannya. Dengan keterbatasan sumber tersebut data yang diinput kebanyakan bersumber dari cerita masyarakat sekitar goa atau situs tersebut. Dari penuturan masyarakat diperoleh keterangan bahwa goa rambe manu pada jaman dahulu digunakan sebagai tempat hunian dari  suku tertentu dalam usaha mereka berlindung dari serangan hewan buas yang berkeliaran di sekitar goa.

Pada masa kolonialisme bangsa-bangsa eropa di Indonesia banyak para pejuang memanfaatkan goa sebagai tempat persembunyian sekaligus tempat pertahanan dari serangan musuh. Goa dipilih karena dipandang setrategis untuk memantau pergerakan musuh, karena kebanyakan goa berada di daerah tinggi atau perbukitan yang diapit oleh jurang yang dalam dan curam sehingga pergerakan musuh terbatas.

Indonesia dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah. Rempah-rempah dicari bangsa Eropa karena manfaatnya sebagai penghangat dan bisa dijadikan pengawet makanan. Selain karena harganya yang mahal, memiliki rempah-rempah juga menjadi simbol kejayaan seorang raja pada saat itu. Dari faktor-faktor itu, banyak bangsa eropa yang berusaha untuk menemukan daerah penghasil rempah-rempah, salah satunya Indonesia. Bangsa-bangsa eropa tersebut antara lain: Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris.

 

Deskripsi Cagar Budaya/Objek Diduga Cagar Budaya

Secara administratif situs Goa Rambe Manu termasuk dalam wilayah desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya. Secara astronomi terletak pada posisi 50L 0727966, 8950076 UTM dengan ketinggian 222 meter diatas permukaan air laut. Lokasi situs berjarak ±16 kilometer dari Kantor Dinas Kebudayaan Kabupaten Sumba Barat Daya. Untuk mencapai lokasi situs dapat menempuh jalan jurusan ke kodi. Setelah sampai di sebuah pertigaan, terdapat papan petunjuk yang menunjuk ke lokasi situs. Dari papan petunjuk ini berbelok ke arah timur untuk menelusuri jalan berbatu kapur memasuki daerah hutan lindung menuju lokasi goa. Setelah menempuh jarak sepanjang ± 4 km. Dari tempat ini perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menelusuri hutan dan mendaki bukit untuk mencapai lokasi goa. Perjalanan kaki ditempuh sepanjang ± 200 meter maka tiba dilokasi goa.

Goa berada di bibir selatan tebing bukit yang masuk dalam area hutan lindung milik pemerintah. Goa Rambe Manu memiliki dua terowongan besar sebagai akses keluar dan masuk ke dalam ruangan goa, 3 liang persembnyian, 1 benteng pertahanan. Mulut goa berukuran 13,10m dengan kedalaman 8,8 mdan ketinggian langit-langit ± 15 meter.

 

Kondisi Fisik

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan tim di lapangan terhadap situs cagar budaya Goa Rambe Manu memiliki 2 (dua) buah terowongan besar sebagai akses keluar dan masuk ke dalam ruangan goa, 3 (tiga) buah liang persembunyian, dan 1 (satu) buah benteng pertahanan yang dibuat dari batu kapur yang disusun melingkar pada bagian goa. Cagar budaya Goa Rambe belum pernah mendapatkan suatu tindakan pemeliharaan (konservasi), oleh karenanya beberapa titik dinding goa terdapat pertumbuhan jasad-jasad renik (moss, lichenes dan algae) serta ada ditumbuhi tanaman kecil dan rumah serangga

 

Data Keterawatan

Dari hasil pengamatan langsung di lapangan, dapat diketahui kondisi Cagar Budaya di Goa Rambe Manu yang diklasifikasikan menjadi 4 jenis kerusakan/pelapukan, yaitu: kerusakan mekanis, kerusakan fisis, pelapukan chemis, dan pelapukan biotis. Dari hasil pengamatan dapat disampaikan kondisi dinding goa yang mengalami beberapa jenis kerusakan.

  • Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis adalah suatu proses kerusakan yang disebabkan oleh adanya gaya statis maupun dinamis. Adapun bentuk dari kerusakan ini berupa: patah, pecah, retak dan gempil. Jenis kerusakan ini terjadi dengan persentase 2%.

  • Kerusakan Fisis

Bentuk dari kerusakan Fisis berupa aus dan pengelupasan pada permukaan benda Cagar Budaya. Penyebab dari kerusakan ini adalah faktor–faktor fisis seperti: suhu, kelembaban, angin, air hujan, dan penguapan.

  • Pelapukan Chemis

Pelapukan Chemis terjadi sebagai akibat atau adanya reaksi kimia. Dalam proses ini faktor yang berperan adalah air, penguapan, dan suhu. Gejala yang tampak berupa aus dan endapan kristal-kristal garam terlarut pada benda Cagar Budaya. Pelapukan Chemis yang terjadi sekitar 15%.

  • Pelapukan Biotis

Pelapukan Biotis disebabkan oleh kelembaban yang tinggi, sehingga memicu pertumbuhan mikroorganisme seperti: lichenes, moss dan algae menjadi subur. Jenis pelapukan ini terjadi dengan persentase 10%.

 

Simpulan

  • Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilapangan terhadap situs Goa Rambe Manu bahwa dapat dikemukakan peninggalan yang ada telah mengalami kerusakan meliputi keretakan di beberapa bagian dinding goa, serta pertumbuhan rumah-rumah serangga dan jasad renik (moss, lichenes dan algae)
  • Sesuai dengan ketentuan Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tinggalan Cagar Budaya yang terdapat di Goa Rambe Manu yang merupakan goa alam yang merupakan benda cagar budaya yang perlu dijaga, dirawat dan dilestarikan karena merupakan bukti sejarah perjuangan pahlawan di Desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

 

Rekomendasi

  • Setiap upaya pelestarian harus dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali dan seluruh lapisan masyarakat harus terlibat dalam proses pelestariannya.
  • Diharapkan Peran Pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memberikan perhatian kepada Cagar Budaya situs Goa Rambe Manu yang berada di Desa Mangganipi, Kecamatan Kodi Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya.
  • Pelestarian terhadap situs Goa Rambe Manu tidak dapat dilanjutkan untuk dikonservasi dengan beberapa alasan. Antara lain: Kurangnya sumber mata air di sekitar situs, akses menuju ke lokasi situs sangat susah dijangkau karena berada di tebing yang curam. Kenampakan alam yang terpapar di alam terbuka, kendati pun dilakukan konservasi untuk biota yang ada (algae, lychen, moss). Maka pertumbuhan usaha yang dilakukan tidak akan terlalu berpengaruh nyata sebab pertumbuhan selanjutnya akan ada kembali. Selain ini, kontur goa yang berupa batuan karang yang berbahan kapur, penggunaan bahan kimia sangat dihindari karena dapat bereaksi dengan bahan kimia yang bersifat asam, dan justru akan menimbulkan kerusakan baru. Pemangkasan pohon mau masyrakat. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan masyarakat bahwa tidak boleh menebang pohon sembarangan. pun penebangan pohon yang muncul di sekitar situs pun sulit dilakukan, karena tidak mendapat ijin dari