BEKAS ISTANA RAJA DOMPU

0
14784

Letak dan Lingkungan

Kabupaten Dompu merupakan salah satu kabupaten di daratan Pulau Sumbawa selain Kabupaten Sumbawa dibagian barat  dan Kabupaten Bima di sebelah timur. Wilayah Kabupaten Dompu terbentang dari Teluk Saleh di sebelah barat, Teluk Cempi di Selatan, Teluk Sanggar dan Perbukitan Doroboha di sebelah utara. Seluruh wilayah ini membentuk Kabupaten Dompu dengan luas wilayah sekitar 2.324,55 kilometer persegi. Dibandingkan dengan dua kabupaten lainnya yang terdapat di Pulau Sumbawa, wilayah Kabupaten Dompu ini relatif  lebih kecil. Walaupun memiliki wilayah yang relatif  kecil dibandingkan dua kabupaten lain di Pulau Sumbawa, namun keberadaan Kabupaten Dompu sebagai suatu wilayah tidak dapat dipandang sebelah mata, karena keberadaannya telah tercatat oleh bukti-bukti sejarah sejak berabad-abad lampau.

Kerajaan Dompu telah dikenal sejak Kerajaan Sriwijaya sampai dengan masa keemasan Kerajaan Majapahit. Pada masa-masa ini, khususnya pada masa keemasan Kerajaan Majapahit, Karajaan Dompu merupakan salah satu wilayah incaran Majapahit. Dengan demikian wilayah Dompu merupakan wilayah yang mapan dan mempunyai sumber daya alam bagus yang didukung dengan keberadaan wilayah vulkanis Gunung Tambora dan wilayah perairan yang cukup luas (Armini, 2007 : 224).

Secara administratif bekas Istana Raja Dombu terletak di wilayah Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Sedangkan secara astronomis terletak pada koordinat 50 L 0660343 UTM 9055729 dengan ketinggian mencapai 344 meter diatas permukaan laut dengan luas wilayah 223,27 km2.

Ketinggian tanah wilayah Kabupaten Dompu dikelompokan atas ketinggian                      0–100 (diatas permukaan laut) yang mencapai 31,28% dari luas wilayah Kabupaten Dompu atau 72.705 Ha, ketinggian 100–5000 m.dpl dengan luas tortal sekitar 107.815 Ha atau mencapai 46,38 % Ketinggian 500 – 1000 m.dpl terdapat sekitar 34.150 Ha dan ketinggian diatas 1000 m.dpl terdapat disekitar Kecamatan Pekat, Kempo dan Kilo serta Gunung Tambora. Ketinggian tanah diatas 1000 diatas permukaan laut memiliki luas total sekitar 17.785 Ha. Sedangkan untuk Kecamatan Dompu dimana Bekas Istana Raja Dompu berada wilayah yang memiliki ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut seluas 4824.00 Ha, wilayah yang memiliki ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut seluas 14982.00Ha, wilayah yang memiliki ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut seluas 4965 Ha dan wilayah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut seluas 13 Ha.

Kemiringan tanah di Kabupaten Dompu diklasifikasikan menjadi 4 (empat) klasifikasi yaitu 0-2% seluas 42.167 Ha, 2-15% dengan total luas sekitar 71.229 Ha, kelerengan 15-40% memliki luas mencapai 87.796 Ha dan kemiringan di atas lebih dari 40% dengan luas total 31.262 ha. Wilayah Kecamatan Dompu sendiri memiliki  kemiringan dikisaran 0-2% seluas 4710 Ha, kemiringan dikisaran 2-15% seluas 3222 Ha, kemiringan dikisaran 15-40% seluas 9913 dan kemiringan wilayah yang melebihi 40% seluas 6939.

Secara umum jenis tanah yang ada di Kabupaten Dompu sebagian besar merupakan litosol kompleks, mediteran coklat, kompleks renzina dan litosol seluas 63.194 Ha atau sekitar 27,1% dari luas wilayah Kabupaten Dompu. Sedangkan jenis tanah yang memiliki luas paling sedikit adalah jenis tanah Regosol coklat dengan luas total sekitar 1.175 Ha atau sekitar 0,5 % dari luas wilayah Kabupaten Dompu.

Geologi merupakan kondisi suatu batuan yang menyusun suatu wilayah yang terbentuk pada masa lalu. Berdasarkan peta Geologi Indonesia kondisi geologi yang terdapat di Kabupaten Dompu terdiri atas beberapa jenis batuan, yang antara lain jenis batuan gunung api tua, batuan gunung api muda, batuan terobosan, batuan alluvium serta endapan, batuan gamping berlapis dan batuan tufa dasitan.

Keadaan iklim suatu wilayah dapat dilihat dari keadaan curah hujan, hari hujan, temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan intensitas penyinaranmatahari. Sedangkan untuk menggambarkan kondisi iklim di suatu kawasantertentu yang areanya lebih sempit dapat dilihat dari keadaan curah hujan dan harihujan yang terjadi di kawasan tersebut. Sebagaimana daerah tropis lainnya, Kabupaten Dompu hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan rata–rata mulai Oktober sampai April. Pada bulan Oktober bersampai Maret angin bertiup dari barat daya ke timur laut dengan membawa hujan. Pada musím kemarau suhu udara relatif rendah yaitu 20-30°C pada siang hari dan 20°C pada malam hari.Kabupaten Dompu memiliki iklim yang bertipe D, E dan F. Kondisi suhu udara rata–rata bervariasi antara 22,5° – 31,4° C dengan suhu maksimum rata–rata 32,2° C dan minimum 21,2° C. Suhu udara maksimum terjadi pada jam 13.00 dan minimum pada jam 05.00 Wita. Kondisi lembab nisbi rata–rata selama periode survey pada siang hari dan malam hari berkisar antara 60% dan 95%. Kondisi tekanan udara rata–rata harian memiliki fluktuasi tekanan dua kali maksimum yaitu sekitar jam 09.00 dan 23.00, serta dua kali minimum yaitu sekitar jam 17.00 dan jam 04.00 waktu setempat. Tekanan udara rata–rata  antara 1009,4 mb – 1013,1 mb. Keadaan curah hujan, hari hujan di wilayah Kabupaten Dompu sangat erat kaitannya dengan fenomena El–Nino dan La-Nina. Keadaan curah hujan di Kabupaten Dompu menunjukan bahwa rata-rata curah hujan untuk Kecamatan Hu’u adalah 64 mm/bulan, Kecamatan Dompu 110 mm/bulan, Kecamatan Kempo 60 mm/bulan, Kecamatan Woja 85 mm/bulan Kecamatan Pekat 70 mm/bulan dan Kecamatan Kilo  64 mm/bulan.

Kabupaten Dompu tergolong daerah yang banyak dialiri sungai yaitu 124 sungai dan pada umumnya dimanfaatkan untuk pengairan lahan pertanian. Sebaran sungai di Kabupaten Dompu terdapat di Kecamatan Hu’u yang dialiri 8 sungai, Kecamatan Pajo yang dialiri 3 sungai, Kecamatan Dompu dialiri 1 sungai, Kecamatan Kempo dialiri 8 sungai, Kecamatan Manggelewa dialiri 3  sungai, Kecamatan Kilo dialiri 10 sungai dan Kecamatan Pekat  dialiri 85 sungai.

Akibat kondisi iklim yang kurang menguntungkan maka musim hujan debit air cukup besar, tetapi pada musim kering menurun hingga 25 % atau sebagian besar sungai–sungai kering (tidak berair). Disamping itu Kabupaten Dompu memiliki potensi sumber mata air sebanyak 37 buah yang tersebar di Kecamatan Hu’u 6 buah mata air, di Kecamatan Dompu 6 buah, di Kecamatan Kempo 17 dan Kecamatan Kilo 8 buah selain itu juga terdapat 21 buah bendungan irigasi/waduk yang perlu dijaga kelestarian serta keberadaannya untuk pemanfaatan air bersih maupun pertanian.

Tahun 2010 Jumlah Penduduk Kabupaten Dompu adalah sebesar 218.984 jiwa yang terdiri atas laki-laki 110.704 jiwa dan perempuan 108.280 jiwa yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, dengan tingkat kepadatan 94.20 jiwa/km2, ini memperlihatkan penduduk Kabupaten Dompu masih jarang. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 diketahui laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Dompu antara tahun 2000-2010 adalah sebesar 1.43 persen pertahun. Kecematan yang memiliki laju pertumbuhan penduduk tertinggi adalah kecamatan Pekat yakni 2.25 persen dan yang terendah kecamatan Kempo yakni sebesar 0,44 persen. Sedangkan Kecamatan Dompu tempat bekas Istana Kesultanan Dompu berada dengan luas wilayah 223,27 kilometer persegi menurut sensus penduduk tahun 2010 memiliki jumlah penduduk 49.903 jiwa dengan kepadatan 224 jiwa per kilometer persegi. Kelurahan Karijawa yang merupakan bagian dari Kecamatan Dompu terbagi menjadi lima lingkungan, yaitu Lingkungan Karijawa Selatan, Kariwijawa Utara, Sigi, Rato dan Karijawa Baru. Dengan jumlah penduduk keseluruhan menurut snsus 2014 berjumlah 4629 jiwa.

Masyarakat Kelurahan Karijawa sebagian besar memeluk Agama Islam dan sebagian lagi  memeluk agama Kristen, Katholik dan Hindu. Sedangkan mata pencaharian mereka sebagian besar adalah petani, nelayan/perikanan, pengangkutan, pegawai swasta dan pedagang. Keadaan pendidikan di Kelurahan Karijawa sebagai berikut : tamat SD sebanyak 337 orang, SLTP 190 orang,  SLTA 160 orang,  S1 201 orang,  dan    S2 16 orang. Dengan luas wilayah mencapai 149,75 Ha, sebagian besar penggunaan lahan dimanfaatkan sebagai wilayah permukiman dan sebagian lagi digunakan sebagai lahan pertanian dan  perkebunan sedangkan sisanya dimanfaatkan sebagai lahan lainnya.

Kelurahan Karijawa merupakan daerah lereng pegunungan,  sehingga memiliki kontur wilayah yang berbukit. Bangunan bekas Istana Raja Dompu dapat dicapai dengan sangat mudah baik dengan sepeda motor maupun dengan kendaraan beroda empat, karena posisinya terletak di wilayah perkotaan.  Apabila perjalanan dilakukan dari kota kabupaten, maka jalur arah barat melewati Jalan Ir. Soekarno-Hatta, kemudian tepat sampai di depan Kantor Kelurahan Karijawa, kita dapat menyeberangi jalan menuju sebuah gang kearah utara kurang lebih 100 meter maka sampailah kita tepat di halaman bangunan bekas Istana Raja Dompu.

Jarak tempuh dari Kelurahan Karijawa  ke wilayah lain yang merupakan pusat Kecamatan  mencapai kurang lebih 2 Km dengan waktu tempuh mempergunakan kendaraan bermotor mencapai kurang dari 10 menit. Sedangkan jarak menuju pusat Kabupaten mencapai kurang lebih 4 Km dengan waktu tempuh kurang dari 20 menit. Ditunjang dengan prasarana jalan yang cukup baik sehingga masyarakat Kelurahan Karijawa tidak kesulitan untuk beraktifitas.

Struktur Ruang Bangunan Bekas Istana Raja Dompu

Bekas Istana Raja Dompu  merupakan salah satu salah satu peninggalan purbakala  (bangunan cagar budaya) yang terdapat di  Kabupaten Dompu.  Bangunan bekas Istana Raja Dompu ini terletak di pinggir jalan raya (Jalan Ir. Soekarno) tepatnya di Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu. Bekas Istana Raja Dompu adalah rumah kediaman keluarga Sultan Dompu setelah pindah dari tempatnya yang terdahulu, yaitu dari lokasi Masjid Baiturahman sekarang. Disamping sebagai rumah kediaman keluarga Sultan, bangunan bekas Istana Raja Dompu dahulunya  juga difungsikan sebagai tempat penerimaan tamu, baik dari keluarga Sultan maupun tamu-tamu lain yang berkunjung untuk dapat melihat koleksi peninggalan Kesultanan Dompu.

Ruangan bekas Istana Raja Dompu

Bangunan bekas Istana Raja Dompu ini merupakan bangunan yang keseluruhan strukturnya terbuat dari bahan kayu dan berbentuk rumah panggung. Bangunan ini direncanakan sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai tempat kediaman Sultan Dompu dan tempat peneriamaan tamu-tamu Kesultanan Dompu dan juga untuk penerimaan tamu-tamu yang berkunjung untuk melihat-lihat koleksi peninggalan Kesultanan Dompu. Berdasarkan atas asas pemikiran di atas maka bekas Istana Raja Dompu dalam penataan ruangnya di bagi menjadi enam ruangan dan satu ruangan loteng di bagian atas. Uraian tentang pembagian ruang pada bangunan bekas Istana Raja Dompu akan diuraikan sebagai berikut:

  • Ruang Tamu

Menurut ketengan dari pihak keluarga Kesultanan Dompu, pada awalnya tangga masuk/naik menuju ke ruangan atas bangunan bekas Istana Raja Dompu terletak di sisi timur. Namun pada perkembangannya dan dikarenakan satu dan lain hal anak tangga tersebut dipindahkan di sisi utara bangunan. Hal ini menyebabkan ruangan tamu yang ada di sisi utara ini mengalami pemotongan/dihilangkan. Dari data foto dokumentasi yang berhasil didapatkan menunjukkan bahwasannya keterangan tentang ruang tamu ini yang telah dihilangkan berhasil didapatkan.

  • Ruang Keluarga

Ruang keluarga ini terletak di sisi timur ruangan bangunan bekas Istana Raja Dompu, memanjang arah utara-selatan dengan pintu masuk terletak di sisi utara. Menurut keterangan dari pihak keluarga Kesultanan Dompu menyebutkan bahwa ruangan ini dahulunya difungsikan sebagai tempat untuk berkumpul seluruh kelurga Kesultanan Dompu dan juga untuk menempatkan barang-barang peninggalan Kesultanan Dompu. Namun untuk saat ini ruangan kelurga ini sudah tidak difungsikan lagi.

  • Ruang Tidur

Ruang tidur yang terdapat di bangunan bekas Istana Raja Dompu berjumlah tiga buah, dengan dipisahkan dengan sekat-sekat papan kayu. Ketiga ruang tidur ini terletak di sisi sebelah barat, memanjang arah utara-selatan dengan pintu masuk ke ruangan tidur ini berada di sisi timur. Menurut keterangan dari pemilik bangunan ini ketiga ruangan tidur ini memiliki ukuran yang kurang lebih sama antara satu dengan lainnya.

  • Dapur

Ruangan yang difungsikan sebagai dapur ini sebenarnya sudah mengalami pemotongan dan sekarang ini tidak ada lagi. Pemotongan terhadap dapur yang terletak paling selatan dari bagunan bekas Istana Raja Dompu ini dilakukan karena pihak keluarga Kesultanan Dompu membuat rumah tinggal permanen di sisi selatan bangunan bekas Istana Raja Dompu. Walaupun keberadaannya sudah tidak ada lagi saat ini, tetapi data-data tentang keberadaan dapur ini masih bisa kita dapatkan dari keterangan-keterangan pihak keluarga kesultanan.

  • Loteng

Loteng ini merupakan ruangan paling atas dari bangunan bekas Istana Raja Dompu, ruangan ini memiliki ukuran cukup besar dan tanpa memiliki sekat yang membaginya menjadi ruangan-ruangan dengan ukuran yang lebih kecil. Keterangan yang diperoleh di lapangan dapat diketahui bahwa ruangan loteng ini dahulunya dipergunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang berharga milik Kesultanan Dompu. Dalam perkembangannya sekarang ruangan ini tidak dimanfaatkan lagi dan dibiarkan kosong begitu saja.

Data Sejarah

Percaturan sejarah nusantara masa klasik yang berlangsung antara abad 4 sampai dengan abad 16  menyebutkan bahwasannya belum ada kerajaan bercorak Hindu yang berkembang di daratan Pulau Sumbawa. Namun demikian tidaklah berarti pulau tersebut tidak ada penghuninya, melainkan dapat dipastikan bahwa Pulau Sumbawa telah dihuni sejak ratusan tahun bahkan mungkin ribuan tahun sebelum Indonesia memasuki masa klasik. Berdasarkan bukti-bukti temuan arkeologis, berupa penemuan-penemuan peninggalan megalitik di wilayah Dompu telah berkembang masyarakat prasejarah. Mpama (cerita rakyat) yang berkembang pada masyarakat Dompu menyebutkan bahwa nenek moyang mereka berasal dari suatu negeri disebut Pulau Sumatra sekarang. Disebutkan bahwa Sang Kula mempunyai tiga orang adik, yang masing-masing bernama Sang Bima, Sang Dewa dan Sang Jin, sepakat mencari sisa-sisa kerajaan leluhurnya yang telah musnah. Sang Kula menetap dan menata kehidupannya di Woja (Dompu). Sang Kula atau disebut pula Ncuhi Patikula mempunyai seorang putri bernama La Komba Rawe. Sang Kula menikahkan putrinya dengan putra Raja Tulang Bawang    (Kerajaan Sriwijaya) yang sengaja mengunjungi negeri-negeri di wilayah timur. Atas persetujuan para ncuhi (kepala suku), menantunya (putra raja Tulang Bawang yang kawin dengan La Komba Rawa) diangkat menjadi Raja Dompu pertama beristana di daerah Tonda, sekitar 10 kilometer sebelah selatan Kota Dompu sekarang. Bukti-bukti   sejarah menunjukkan bahwa pada abad ke-7 atau sekitar tahun 690 Kerajaan Sriwijaya menguasai hampir sebagian besar wilayah nusantara termasuk Pulau Sumbawa dan Dompu telah mengadakan hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya pada masa lampau serta         pengaruh-pengaruh unsur Agama Buddha pernah tumbuh di wilayah Dompu (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 231).

Nama Dompu mulai dikenal setelah menjadi taklukan Kerajaan Majapahit, disebutkan dalam Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca bahwa pada masa pemerinatahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) seluruh negeri di Pulau Sumbawa, yakni Taliwang, Dompo (Dompu), Sangiang Api, Bima, Seram dan Utan Kadalit disebut-sebut sebagai daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit.  Bahkan Kerajaan Dompu telah dikenal sebelumnya pada masa pemerintahan Tribuana Tunggadewi sekitar tahun 1328-1350, ketika Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam sumpah tersebut diabadikan nama-nama sejumlah negeri, antara lain Gurun, Seran, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa Dompu merupakan kerajaan tua dan sudah mempunyai nama pada masanya. Dompu merupakan salah satu kerajaan penting dan mempunyai arti strategis menjadi incaran Kerajaan Majapahit. Kerajaan Dompu berhasil ditaklukkan Majapahit pada tahun 1357 setelah ekspedisi yang dipimpin oleh Laksamana Nala dibantu oleh laskar Ki Pasung Grigis dari Bali. Sejak saat itu Dompu bernaung dibawah kekuasaan Majapahit, sejak saat itu pengaruh Hindu dan Buddha mewarnai kehidupan masyarakat Dompu  (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 232).

Sebelum adanya pengaruh Majapahit dan terbentuknya sistem pemerintahan kerajaan, di Dompu telah berkembang pemerintahan lokal tradisioanal yang dipimpin oleh ncuhi (kepala suku). Pada zamannya disebutkan bahwa di Dompu terdapat empat orang ncuhi yang masing-masing menguasai wilayah tertentu, yakni ncuhi Hu’u, Saneo, Nowa dan Tonda. Atas persetujuan ncuhi tersebut, menantu ncuhi Tonda yang berasal dari Tulang Bawang (Sumatra) diangkat menjadi pemimpin atau Raja Dompu pertama. Sejak saat itu sistem pemerintahan ncuhi digantikan dengan sistem  kerajaan. Raja Dompu kedua bernama Dewa Indra Dompu, kemudian Raja Dompu yang ketiga bernama Mambora Mbisa.selanjutnya berturut-turut digantikan oleh Raja Dompu keempat Dewa Mambora Belanda, raja kelima adalah Dewa Kuda, Mawaa La Patu sebagai raja keenam dan Dewa Mawaa Taho sebagai raja ketujuh. Pada masa pemerintahan Raja Dewa Mawaa Taho Kerajaan Majapahit berhasil menaklukkan Kerajaan Dompu atas bantuan Laskar Bali di bawah pimpinan Pasung Gerigis. Sejak saat itu pengaruh Majapahit, khususnya budaya Hindu-Buddha banyak member corak bagi kehidupan masyarakat Dompu (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).

Runtuhnya Kerajaan Majapahit membuat kerajaan-kerajaan taklukannya di seluruh nusantara mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Muncul kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa, yang antara lain Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, Banten dan yang lainnya. Seiring dengan munculnya kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa, maka wilayah timur Pulau Jawa menjadi target penyebaran Agama Islam, terutama wilayah seperti Bali, Lombok dan Sumbawa. Sunan Prapen merupakan salah satu ulama yang menyebarkan Agama Islam ke wilayah timur Pulau Jawa. Penyebaran Agama Islam ke wilayah Lombok dan Sumbawa membawa hasil memuaskan sedangkan penyebaran Agama Islam di Pulau Bali tidak mengalami keberhasilan, karena penguasa Bali pada saat itu yaitu Raja Gelgel menolak dan memilih memeluk Agama Hindu sesuai agama leluhurnya.

Kekuasaan Kerajaan Goa-Talo di Bima yang dimulai pada tahun 1633 dan keberhasilaanya menguasai wilayah di sekitaran  Bima, termasuk Dompu, Sanggar dan Tambora membuat pengaruh Agama Islam semakin kuat di Pulau Sumbawa dan dijadikan menjadi agama resmi kerajaan. Raja Dompu pertama yang memeluk Agama Islam adalah raja kesembilan yang bernama Sultan Syamsuddin dan bergelar Mawaa Tunggu. Beliau dilantik menjadi Sultan Dompu pada tanggal 8 Rajab 852 Hijirian atau tanggal 24 September 1545 masehi. Sejak saat itu sistem pemerintahan di Dompu berubah menjadi kesultanan dan menerapkan ajaran-ajaran Agama Islam dalam menjalankan roda pemerintahan (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).

Sejalan dengan masa pemerintahan Kesultanan di Dompu, Belanda juga mulai mendarat di Kepulauan Sumbawa termasuk di Dompu. Kekuasaan Belanda di Dompu dianggap bertentangan dengan ajaran-ajaran Agama Islam. Sultan Abdullah selaku sosok pemimpin yang taat menjalankan perintah agama tidak setuju dengan kebijakan Belanda. Sultan Sirajuddin yang merupakan putra dari Sultan Abdullah juga sangat merasakan ketidakadilan dan penindasan Belanda terhadap masyarakat Dompu. Sultan Sirajuddin menentang semua kebijakan pemerintahan Belanda di Dompu, sehingga beliau ditangkap dan diasingkan ke Kupang pada tahun 1934. Sejak pengasingan Sultan Sirajuddin, Kesultanan Dompu dirubah menjadi Kejenelian (setingkat kecamatan) dan berada di bawah kekuasaan Kesultanan Bima. Istana Kesultanan Dompu selaku pusat pemerintahan dibiarkan tidak berpenghuni dan berada di bawah pengawasan pemerintahan Belanda       (I Gusti Ayu Armini, 2007 : 233).

Pada masa pemerintahan Jepang tahun 1942-1945 sistem pemerintahan tidak banyak berubah. Dompu tetap berada di bawah Kesultanan Bima. Justru Jepang dianggap lebih kejam dan meyebabkan penderitaan rakyat. Seluruh sektor ekonomi dikuasai dan hasil bumi masyarakat diambil dan dikumpulkan untuk kepentingan Jepang dalam memenuhi logistik perang Asia Timur Raya. Pada jaman Jepang Istana Kesultanan Jepang yang telah lama kosong dibongkar dan dijadikan kantor tentara Jepang. Sisa-sisa kayu yang masih utuh seluruhnya diangkut sendiri oleh Jepang, dan masyarakat Dompu sendiri tidak tahu kayu-kayu itu dibawa kemana dan dimanfaatkan untuk apa. Setelah Jepang kalah di lokasi tersebut dibangun masjid yang merupakan masjid terbesar di Dompu.

Data Arkeologi

Data arkeologi adalah data tentang nilai penting bangunan cagar budaya terhadap sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan serta kebudayaan dan memiliki  tingkat keaslian yang meliputi bahan, bentuk, tata letak dan tehnik pengerjaan, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar berdasarkan data yang ada.

Data arkeologi yang berhasil dikumpulkan pada saat pelaksanaan kegiatan Studi Kelayakan di bekas Istana Raja Dompu adalah sebuah bangunan cagar budaya yang berupa sebuah rumah panggung dengan struktur keseluruhannya terbuat dari bahan kayu. Bangunan istana ini adalah tempat Sultan Dompu dan kerabatnya tinggal pada masa lalu.  Lebih jelasnya mengenai bangunan cagar budaya ini  akan diuraikan sebagai berikut:

Bekas Istana Raja Dompu (Tampak Depan)

Bangunan bekas Istana Raja Dompu yang menjadi sasaran dalam kegiatan Studi Teknis Arkeologi,  merupakan bangunan yang dipindahkan dari tempatnya terdahulu, awalnya bangunan Istana Raja Dompu ini terletak di tempat Masjid Baiturahman sekarang ini. Pada masa pendudukan Jepang di Dompu bangunan istana ini dijadikan tempat untuk tentara Jepang, sebelum akhirnya dihancurkan oleh Jepang sendiri. Kemudian pihak keluarga Kesultanan Dompu memindahkan bangunan istananya ke tempat yang sekarang, yaitu berlokasi di Kelurahan Karijawa, Kecamatan Dompu.

Bekas Istana Raja Dompu ini merupakan bangunan yang memiliki arsitektur rumah panggung dengan keseluruhan strukturnya terbuat dari bahan kayu (perpaduan antara kayu jati dan kelapa). Memiliki sembilan tiang sebagai tiang utama yang menunjang struktur bagian atasnya. Menurut keterangan dari pihak keluarga Kesultanan Dompu dan juga dari data foto dokumentasi yang berhasil ditemukan dapat diketahui bahwa bangunan istana ini telah mengalami perubahan bentuk. Dimana pada awalnya bangunan istana ini menghadap ke arah timur dengan anak tangga berada di sisi timur. Tetapi saat ini anak tangga untuk naik ke atas istana berada di sisi utara, dan sebagian ruangan yang ada di sisi utara dan sisi selatan bangunan istana ini telah dipotong. Dimana pada awalnya pada sisi utara bangunan bekas Istana Dompu ini merupakan ruangan tamu dan ruangan yang mengalami pemotongan di sisi selatan awalnya adalah dapur.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa anak tangga istana ini sekarang terletak di sisi utara bangunan istana, mencapai bagian atas ruangan istana ini kita akan menemui ruangan yang cukup lapang dengan dinding dan lantai yang terbuat dari kayu. Pada awalnya ruangan ini memiliki sekat-sekat pemisah yang membentuk ruangan-ruangan kecil dan berfungsi sebagai ruang tidur keluarga Kesultanan Dompu.

Selain ruangan yang disebutkan di atas, masih ada satu ruangan lagi yang berfungsi sebagai loteng tempat menyimpan barang-barang milik keluarga Kesultanan Dompu. Loteng ini terbentuk dari atap bangunan istana yang bertingkat dua. Atap bangunan istana ini memiliki bentuk atap pelana dengan atap yang terbuat dari genting. Secara keseluruhan kondisi fisik bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor umur yang sudah sangat tua, kondisi lingkungan yang selalu mengalami fluktuasi dan juga karena faktor adanya bencana alam yang pernah melanda wilayah Dompu.

Data Teknis

Sebagai bangunan tua yang dibangun dengan keterbatasan kemampuan pada jaman itu baik dilihat dari bahan maupun teknologi pengerjaannya sudah wajar bangunan bekas Istana Raja Dompu  ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan fisik. Gejala kerusakan dan pelapukan tersebut dapat dilihat hampir pada seluruh bagian bangunan mulai dari pondasi (tiang), dinding-dinding (badan) dan atap. Gejala kerusakan dan pelapukan  tersebut dapat dilihat seperti adanya  pengelupasan, pelapukan, patah, pecah, retak,  atap yang telah rusak dan bocor.

Untuk mencegah kerusakan yang semakin parah maka sudah seharusnya dilakukan upaya-upaya pelestarian dengan cara perbaikan pada bagian-bagian yang rusak sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dicegah. Sesuai dengan definisi data teknis yang menyebutkan bahwa data tentang kondisi teknis dan tingkat kerusakan bangunan serta lingkungannya, untuk menetapkan layak dan tidaknya bangunan dipugar atas dasar pertimbangan teknis. Berkenaan dengan definisi tentang data teknis tersebut, berikut ini akan diuraikan mengenai data teknis bangunan cagar budaya bekas Istana Raja Dompu yang menjadi sasaran dalam kegiatan studi teknis ini :

  • Struktur Kaki (Tiang)

Denah keseluruhan dari bangunan bekas Istana Raja Dompu ini berbentuk persegi empat panjang dengan ukuran 8,90 m x 5,25 m. Struktur utama dari  bagian kaki bangunan bekas Istana Raja Dompu ini merupakan tiang-tiang kayu yang berjumlah sembilan buah, masing-masing tiang ini memiliki ukuran 12,5 cm x 12,5 cm x 400 cm dengan umpak terbuat dari batu kali. Tiang-tiang ini terbuat dari bahan kayu jati, dibuat polos tanpa motif hiasan. Tiang-tiang ini diperkuat dengan kuda-kuda yang juga terbuat dari kayu jati dan mempergunakan pasak yang terbuat dari baja. Sebagai dasar dari lantai papan kayu yang merupakan lantai bangunan istana dipasang enam buah balok panjang yang dipasang menjepit tiang bangunan istana dan dikombinasikan dengan balok ke arah melebar dengan jumlah yang cukup banyak . Balok panjang ini memiliki ukuran lebar 10 cm, tebal 5 cm dan panjang 926 cm sedangkan balok yang ke arah melebar memiliki ukuran lebar 13 cm, tebal 7 cm dan panjang 572 cm. Sebagai akses menuju ke lantai atas bangunan bekas Istana Raja Dompu ini dilengkapi dengan tangga masuk pada sisi utaranya. Awalnya tangga ini terdapat pada sisi sebelah timur bangunan istana, namun karena terjadinya pemotongan ruangan di sisi utara bangunan istana, maka anak tangga beserta pintu masuk menuju ke ruangan atas dipindahkan ke sisi utara bangunan istana. Tangga ini terbuaat dari struktur kayu jati dan memiliki atap yang terbuat dari genteng, namun saat ini atapnya telah hilang. Tangga ini memiliki panjang 330 cm dan lebar 152 cm dengan jumlah anak tangga sebanyak 14 buah.

Secara  umum kondisi fiisik bagian kaki bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa patah, retak, pecah, serangan rayap, pemudaran warna karena reaksi kimia sinar matahari, dan berbagai gejala pelapukan yang disebabkan oleh tumbuhnya jasad-jasad organik.

  • Struktur Dinding (Badan)

Dinding bangunan bekas Istana Raja Dompu  dibuat dengan kontruksi kayu. Tiang-tiang utama yang berfungsi sebagai penyangga beban dan balok-balok tarik berfungsi untuk menekan gerak horisontal yang ditimbulkan oleh adanya beban tarik dibuat dengan menggunakan bahan  kayu jati ukuran lebar 10 cm, tebal  5 cm dan panjang 926 cm. Kusen, pintu dan jendela juga dibuat dengan bahan yang sama  dirangkai menyatu dengan rangka bangunan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh untuk menahan beban tekan dan tarik yang sering kali terjadi mengingat Pulau Sumbawa adalah merupakan daerah yang rawan gempa. Struktur utama bagian badan banguanan bekas Istana Raja Dompu ini adalah berupa tiang-tiang kayu jati yang berjumlah sembilan buah dengan ukuran lebar 12 cm, tebal 12 cm dan panjang 204 cm. Pintu masuk menuju ruangan istana ini memiliki ukuran kusen lebar 10 cm,  tebal 7 cm dan lorong pintu berukuran 101 cm. Masing-masing jendela yang terdapat di bagian dinding bangunan bekas Istana Raja Dompu ini memiliki ukuran tinggi 130 cm dan lebar 115 cm dengan ukuran

lubang jendela 100 cm. Lantai bangunan bekas Istana Raja Dompu ini terbuat dari bahan papan kayu jati yang ditempatkan di atas selasar dengan jumlah 32 buah, papan kayu lantai ini memiliki ukuran lebar 26 cm, tebal 2 cm dan panjang 400 cm. Sama halnya dengan bagian lantai, bagian plafon bangunan istana ini juga terbuat dari papan kayu jati dengan ukuran yang hampir sama dengan papan lantai, yaitu berukuran lebar 26 cm, tebal 2 cm panjang 400 cm dan tinggi dari bagian lantai 218 cm. Rangka plafon memiliki ukuran 12 cm x 12 cm dengan jarak antar  rangka 94 cm.   Di atas plafon masih terdapat ruangan (loteng) yang difungsikan sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang milik keluarga Kesultanan Dompu. Berbeda dengan  ruangan di bawahnya, loteng ini memiliki dinding yang terbuat dari bahan gedeg bambu, sedangkan strukturnya tidak ada perbedaan dengan ruangan bawah bangunan bekas   Istana Raja Dompu.

Secara  umum kondisi fiisik bagian badan  bangunan bekas Istana Raja Dompu ini telah banyak mengalami gejala kerusakan dan pelapukan. Visualisasi dari gejala kerusakan dan pelapukan ini antara lain berupa patah, retak, pecah, serangan rayap, pemudaran warna karena reaksi kimia sinar matahari, dan berbagai gejala pelapukan yang disebabkan oleh tumbuhnya jasad-jasad organik.

  • Struktur Atap

Atap bangunan bekas Istana Raja Dompu keseluruhannya merupakan konstruksi yang terbuat dari bahan kayu dengan bentuk atap pelana.  Bahan kontruksi bagian atap bangunan istana ini keseluruhannya mempergunakan bahan dari kayu jati, secara umum terdiri dari bagian tugeh, kuda-kuda, gording,  usuk dan papan. Kondisi bagian atap bangunan bekas Istana Raja Dompu secara keseluruhan telah mengalami gejala kerusakan dan pelapukan yang cukup parah. Dimana telah banyak kayu-kayu komponennya mengalami pelapukan, retak-retak, patah, mengelupas, lepas  dan terjadi pemudaran warna yang diakibatkan oleh reaksi kimia sinar matahari.