Masjid Agung Jami Singaraja merupakan masjid kuna yang dibangun pada jaman kolonial Belanda. Berada di jalan Imam Bonjol, No.65, Desa Kampung Kajanan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Di dalamnya terdapat beberapa bangunan termasuk sekolah PAUD Kampung Kajanan, bangunan utama masjid serta bangunan tempat sekretariat pengelola masjid. Pintu utama lingkungan masjid berada di sebelah timur menghadap ke timur, selain itu juga terdapat pintu tambahan di sebelah barat. Adapun tinggalan sejarah yang ada di Masjid Jami yakni:
Bangunan masjid yang terdiri dari dua ruangan, satu ruang utama dan satu serambi depan. Masjid memakai pintu dan jendela khas bangunan kolonial dengan bahan dari kayu. Seperti halnya masjid lainnya di bagian dalam masjid terdapat tiang penyangga berukuran besar dan ruangan khusus imam dalam memimpin ibadah. Lantai dan dinding masjid dilapisi dengan keramik berwarna putih. Di sebelah utara ruangan utama masjid terdapat menara untuk menyuarakan panggilan sholat. Bagian atap masjid berbentuk datar polos dengan kubah berwarna perak. Di bagian serambi masjid terdapat relung-relung tanpa motif hias.
Mimbar kuna, merupakan mimbar tempat imam memimpin sholat dengan bentuk hiasan bangunan khas Islam Bugis, yaitu suluran yang dicat berwarna hijau dan keemasan. Berbentuk seperti menara dengan relung di pintu masuknya serta atap berbentuk limasan. Memakai lantai yang bertingkat-tingkat serta di bagian belakangnya terdapat ruangan khusus tempat penyimpanan alat.
Alquran Kuna, merupakan Alquran dengan bentuk persegi empat, memakai sampul dengan bahan dari kulit binatang berwarna coklat, sedangkan di bagian dalamnya dalam kondisi sedikit rapuh akan tetapi tulisan masih bisa dibaca dan dikenali, memakai tinta berwarna hitam dengan aksara dan Bahasa Arab. Alquran Kuna ini memiliki ukuran panjang 33 cm, lebar 24 cm dan tebal 7 cm. Alquran ini diduga sudah ditulis pada tahun 1820-an. I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi menulis Alquran saat menuntut ilmu keagamaan pada gurunya yang bernama Muhammad Yusuf Saleh. Alquran itu ditulis secara perlahan tatkala I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi menuntut ilmu di Masjid Keramat Kuno. Pada masa itu, mendapatkan kertas dan tinta bukan perkara mudah. Kertas untuk menulis ayat-ayat suci, diimpor dari Belanda. Sementara sampul Alquran terbuat dari kulit lembu yang diimpor dari India. Sedangkan tinta terbuat dari pepohonan yang saat itu banyak ditemukan di sekitar Masjid Keramat Kuna. Dengan tekun Jelantik Celagi menulis Alquran dengan menggunakan tangan. Ayat demi ayat. Surat demi surat, juz demi juz. Hingga Alquran dengan panjang 33 centimeter dan lebar 21,5 centimeter itu tuntas ditulis. Sebanyak 6.236 ayat, 114 surat, dan 30 juz ditulis rapi dengan tangan. Ketika Masjid Agung Jami’ berdiri, Jelantik Celagi memboyong Alquran tulisan tangan miliknya ke masjid tersebut. Hingga kini Alquran itu masih tersimpan rapi di masjid. Setiap bulan pengurus masjid melakukan perawatan dengan menaburkan bubuk ketumbar. Alquran itu kini lebih banyak tersimpan dalam kotak kaca, sangat jarang dibaca. Menurut Humas Ta’mir Masjid Agung Jami Singaraja Muhammad Agil, Alquran dengan tulis tangan itu kini tinggal satu-satunya. Setidaknya di wilayah Kelurahan Kampung Kajanan.
Pintu Kuna, merupakan pintu dengan bentuk persegi empat, memakai dua daun pintu yang di bagian tengahnya juga dibentuk pintu kecil, keseluruhan pintu bagian luar memakai hiasan simbar khas Bugis, sedangkan di bagian dalamnya polos tanpa motif hias, pengait pintu terbuat dari besi.
Masjid Agung Jami Singaraja ini diperkirakan dibangun pada tahun 1846 M pada masa pemerintahan Raja Buleleng A.A. Ngurah Ketut Jelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, raja Buleleng I), sehubungan permintaan dari pemuka agama dari Kampung Kajanan, Kampung Bugis, dan Kampung Baru kepada Raja Buleleng untuk diberikan lahan untuk mendirikan masjid baru. Permintaan tersebut dikabulkan dan ditangani langsung oleh Raja A.A. Ngurah Ketut Jelantik, namun dalam pengaturan pelaksanaannya diserahkan kepada I Gst Ngurah Ketut Djelantik Tjelagie yang telah memeluk Agama Islam. Berdasarkan pintu gerbang masjid yang bertarikh 1260 H atau 1850 M masjid selesai dibangun. Pintu tersebut merupakan hadiah dari Raja Buleleng yang diambil dari bekas pintu gerbang Puri Kerajaan Buleleng. Pintu gerbang tersebut mempunyai atap berbentuk limas dan pada setiap sudut terdapat ukiran cungkup (seperti sulur) enam buah. Selain itu, pintu mempunyai dua daun pintu berupa teralis besi. Di dalam ruang utama terdapat dua tiang soko guru yang terbuat dari pohon kelapa yang telah disemen terletak dibagian tengah. Dasar tiang segi empat dengan pelipit datar, miring, dan datar. Di atas pelipit tersebut ada bidang datar persegi yang dirangai dengan pelipit datar dan miring. Setelah bidang datar tersebut terdapat tiang persegi dengan lekukan kedalam berwarna hijau.
Masjid Agung Jami Singaraja ini menjadi salah satu saksi bisu begitu indahnya toleransi beragama di Pulau Dewata sejak pertama kali Islam masuk ke Singaraja hingga detik ini. Masjid Agung Jami Singaraja hingga kini masih menyimpan kitab Alquran tulisan tangan I Gusti Ngurah Ketut Djelantik Tjelagie sebagai bentuk toleransi antar umat beragama.