Riwayat Penelitian di Situs Gunung Tambora

0
1920

Situs Tambora sebagai suatu situs penelitian telah lama menjadi perhatian para peneliti dari dalam dan luar negeri. Situs ini menarik bagi berbagai disiplin ilmu karena di kawasan ini terdapat Gunung Tambora yang pernah menjadi bagian dari sejarah nasional dan dunia penelitian. di situs ini dirintis pertama kali oleh seorang ahli botani dari Swiss yaitu Henrich Zollinger, yang tertarik mengenai dampak letusan Gunung Tambora dan aspek lainnya yang telah mengakibatkan bencana berkepanjangan sehingga merubah iklim dunia pada tahun 1815. Kemudian pada tahun 2004 seorang ahli Geologi dari Rhode Island University, USA yaitu Harraldur Sigurdsson, pada saat itu bekerja sama dengan Direktorat Vulkanologi Indonesia mengadakan penelitian di kawasan Tambora dan berhasil menemukan bukti-bukti kehidupan masyarakat di sekitar Gunung Tambora tahun 1815. Temuan tersebut berupa rangka manusia berpasangan (laki-laki dan perempuan) yang diduga meninggal akibat terkena hempasan awan panas dari letusan Gunung Tambora.

Pada tahun 2006 penelitian bersama dilakukan oleh Indyo Pratomo, seorang ahli vulkanologi dari Museum Geologi Bandung dengan Heriadi Rahmat, dari Dinas Pertambangan Mataram, NTB. Penelitian tersebut dilakukan dengan metode Ground Penetration Radar (GPR) yang kemudian menghasilkan rekaman grafik atau gambar di bawah permukaan tanah berupa struktur bangunan dan didominasi oleh sisa-sisa bangunan rumah yang terdiri dari komponen atap dan tiang penyangga bangunan (Geria, 2008: 65-70).

Balai Arkeologi Bali sebagai sebuah lembaga penelitian dengan wilayah kerja Bali, NTB dan NTT sejak tahun 2008 telah melakukan penelitian yang lebih intensif di situs ini. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut telah banyak ditemukan sisa-sisa kehidupan masyarakat yang bermukim di lereng Gunung Tambora pada waktu letusan. Temuan tersebut antara lain berupa komponen bangunan, gerabah, keramik, tali tambang, anyaman atap ijuk, batu pipisan, buah kemiri, bulir padi, keris, rangka manusia dan lain-lain (Geria, 2010: 84-98).