I Kadek Edi Palguna
(Telah diterbitkan dalam Buletin Sudamala, Volume 05/1/2019)
1. Latar Belakang
Ketahanan pada hakikatnya adalah suatu keadaan bagi manusia untuk melangsungkan hidupnya di suatu wilayah. Indonesia dengan posisi geografis, dan potensi sumber kekayaan alam, menjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh negara-negara besar dan adikuasa di era globalisasi. Dalam rangka menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa kini dan di masa yang akan datang, bangsa Indonesia harus tetap memiliki keuletan dan ketangguhan (ketahanan) yang perlu dibina secara konsisten dan berkelanjutan (Alfiah, 2013: 2). Ketahanan bangsa Indonesia masa sekarang lain halnya dengan ketahanan di masa lalu, khususnya ketahanan Bali Kuno masa pemerintahan Raja Udayana.
Zaman Bali Kuno untuk sementara dapat disimpulkan oleh para ahli berlangsung mulai dari abad 8 Masehi sampai abad 14 Masehi, hal tersebut didasarkan pada data prasasti yang ditemukan di Bali (Goris, 1954: 6-23). Salah satu peneliti pernah mengungkapkan secara sepintas mengenai keadaan masyarakat Bali Kuno terkait dengan adanya pertahanan dan keamanan, yang diketahui dengan istilah kuta berarti kota, puri, benteng, kubu, pagar pertahanan desa, desa yang berbenteng (Suarbhawa, 1994: 2). Keterangan tersebut akan dicoba untuk dikembangkan sehingga mendapat gambaran tentang objek yang akan diteliti, yaitu terkait dengan ketahanan Bali Kuno khususnya ketahanan masa Raja Udayana.
Udayana merupakan salah seorang raja yang diperkirakan keturunan Dinasti Warmmadewa karena gelar yang dipakainya. Raja Udayana pernah diteliti dalam bentuk buku yang berjudul Raja Udayana di Bali (989-1001 Masehi), oleh I Gusti Gde Ardana, berdasarkan data prasasti yang dikeluarkannya, menjelaskan tentang tokoh Udayana dan tiga persoalan penting yang menjadi perhatian utama selama beliau memerintah di Bali ialah persoalan ekonomi, politik dan sosial budaya. Kehidupan sosial budaya pada saat itu telah mengalami beberapa permasalahan, yaitu kekacauan dan keresahan yang terjadi di Desa Bantiran akibat ulah para pendatang, sehingga penduduk pergi meninggalkan rumahnya (Goris, 1954: 86). Hal tersebut menjadi salah satu tanda terkait dengan adanya ketahanan pada masa itu, namun dari sejumlah karya ilmiah tersebut belum dipaparkan secara eksplisit mengenai aspek-aspek ketahanan pada masa pemerintahan Raja Udayana. Peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai upaya-upaya yang dilakukan Raja Udayana terkait aspek ketahanan pada masa kerajaannya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, maka terdapat dua permasalahan yang dijadikan fokus dalam penelitian ini. Kedua permasalahan tersebut adalah sebagai berikut (1) aspek-aspek ketahanan apa saja yang ada pada masa pemerintaan Raja Udayana?, (2) bagaimana hubungan antar aspek tersebut terhadap pertahanan dan keamanan pada masa itu?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini merupakan tolak ukur untuk menjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan. Pada dasarnya, ada dua tujuan dalam penelitian ini, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.Tujuan umum penelitian ini yaitu memberikan gambaran umum tentang bagaimana kelangsungan hidup masyarakat Bali Kuno dengan adanya permasalahan ketahanan yang dihadapi. Adapun tujuan lain yaitu memberikan sumbangan data atau informasi kepada masyarakat terkait dengan peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk menjawab permasalahan yang ada pada rumusan masalah secara terperinci, yaitu mengungkap aspek-aspek ketahanan yang ada pada masa pemerintahan Raja Udayana, dan mengungkap hubungan antar aspek terhadap pertahanan dan keamanan yang termuat dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Udayana.
4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif ialah suatu prosedur penelitian yang mengutamakan mutu dari data yang telah berhasil dikumpulkan dan dianalisis agar mencapai sasaran secara mendalam dan memuaskan, dimana hasil penelitiannya disajikan secara deskritif dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Maryaeni, 2005: 61). Berdasarkan cara yang dilakukan untuk memperolehnya, terdapat dua bentuk sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung memberikan data kepada peneliti, dalam hal ini menggunakan prasasti sebagai sumber data primer. Prasasti yang dijadikan objek penelitian adalah prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Udayana yaitu prasasti no. 301 Bebetin AII (989 Masehi), no. 302 Serai AII (993 Masehi), no. 303 Bwahan A (994 Masehi), no. 304 Sading A (1001 Masehi), no. 305 Batur Pura Abang A (1011 Masehi), yang telah di transkripsi dalam bentuk buku. Data sekunder ialah data yang secara tidak langsung memberikan data kepada peneliti, seperti melalui dokumen maupun dengan memanfaatkan orang lain (Iskandar, 2009: 117-118).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai macam tulisan. Data yang terkumpul kemudian dikembangkan dengan beberapa teori yaitu teori ketahanan untuk mengetahui aspek-aspek ketahanan dan hubungan antar aspek terhadap pertahanan dan keamanan masa Raja Udayana. Teori fungsionalisme struktural digunakan untuk mengkaji bagaimana struktural atau tingkatan kekuasaan pada masa itu. Teori pemerintahan digunakan untuk mengetahui sistem pemerintahan yang menyangkut distribusi dan penerapan kekuasaan yang diterapkannya. Analisis yang digunakan yaitu analisis non-fisik untuk mengetahui isi prasasti yang diteiti, analisis kontekstual untuk mencari kaitannya dengan data lain, dan analisis kualitatif digunakan untuk mencari istilah-istilah dalam prasasti Raja Udayana yang berkaitan dengan ketahanan pada saat itu.
5. Aspek-aspek Ketahanan Pada Masa Raja Udayana
- Aspek Alamiah
Aspek-aspek alamiah yang ada pada masa pemerintahan Raja Udayana yaitu geografi, kekayaan alam, dan kependudukan. Geografi pada masa Raja Udayana dapat diketahui dengan adanya istilah-istilah yang termuat dalam prasasti yaitu ranu (danau), her (sungai), alas (hutan), lanah (tanah) dan gunung (gunung). Kekayaan alam pada masa Raja Udayana diketahui dengan beberapa istilah, yaitu bagian dari jenis hewani diketahui dengan istilah karambo (kerbau), sampi (sapi), pasyapan (ayam), dlag (ikan gabus), kuda (kuda), manuk (ayam jantan), wḍus (kambing), celeng (babi), asu (anjing), itik (bebek), hayamalas (ayam hutan), mayung (rusa), manuk kitiran (merpati), besara (bisar). Kekayaan alam jenis nabati atau tumbuh-tumbuhan yaitu tihing (bambu), rumput (rumput), karyu (kayu), makupina (kopi), tubuh (pohon kelapa kecil), cabya (canai), atak (kacang hijau), wungkudu (mengkudu), rangin (pohon dapdap), tumuwuh (tumbuhan), wwah (buah-buahan), pisang (pohon pisang), gaga ( padi gaga), karyu camara (kayu cemara).
Jenis tanah atau tempat-tempat untuk berpijak dan bercocok tanam disebut dengan istilah parlak (ladang), huma (sawah), perburwan (tempat berburu), gulma (semak), kebwan (kebun), alas (hutan) (Goris, 1954: 83,87,88). Penduduk atau orang-orang yang tinggal dalam kesatuan wilayah diketahui dalam prasasti-prasasti Bali Kuno dengan istilah anak wanua/banua, tetapi semenjak pemerintahan Raja Udayana penduduknya disebut dengan istilah anak thāni/tanayan thāni, dan karāman (Setiawan, 1984: 86).
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat ditafsirkan pada masa pemerintahan Raja Udayana aspek alamiah telah dimanfaatkan oleh masyarakat saat itu untuk mempertahankan kelangsungan kehidupanya. Raja Udayana juga memberi kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan tertentu terhadap kekayaan alam dan masyarakat saat itu, untuk mempertahankan keberadaan kekayaan alam tersebut. Penduduk saat itu juga mengalami perubahan jumlah, yang dikutip dalam prasasti Batur Pura Abang, untuk mengatasi berkurangnya penduduk tersebut Raja Udayana telah menetapkan pajak secara adil, yaitu pengurangan jumlah pajak dan aturan bagi penduduk yang mengawinkan kuda tidak dikenai pajak atau pembayaran jasa pengawinan kuda kepada orang dan pejabat yang melaksanakan. Dengan demikian peduduk setempat tidak lagi mengalami kemiskinan karena pembayaran pajak, keadaan tersebut tentu akan membuat penduduk merasa nyaman berada di desa tersebut dan keberadaan penduduk dapat dipertahankan.
- Aspek Sosial
Aspek sosial ialah hal yang menyangkut kehidupan dan pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat, yang meliputi sosial budaya, ekonomi, dan politik. Sosial budaya pada saat itu diketahui degan adanya istilah-istilah terkait dengan keberadaan kelompok sosial yaitu anak wanua (penduduk desa), pande dan undagi (kelompok perajin), dan wanyaga (pedagang). Kehidupan keagamaan pada masa pemerintahan Raja Udayana menjadi salah satu bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat itu. Hal ini dapat diketahui dalam prasasti-prasasti yang dikeluarkannya, yang sering disebut dengan istilah saiwa sogata (Siwa Budha).
Aktivitas ekonomi diketahui dengan adanya pelaku ekonomi saat itu secara umum terdiri tiga kelompok yaitu perajin, pedagang, dan petani. Perajin adalah mereka yang menjalankan fungsi utama sebagai pemasok kebutuhan-kebutuhan pelengkap di luar kebutuhan pokok, yang dimuat dalam prasasti dengan istilah angukir (pemahat), andyun (pembuat periuk), pande (perajin logam), dan undhagi (keahlian membangun). Pedagang adalah mereka yang menjalankan fungsi distribusi barang dan jasa sebagai suatu profesi, yang diketahui dengan adanya istilah wanyaga. Petani yang diketahui dengan adanya istilah terkait tempat mereka beraktivitas yaitu sawah (sawah), parlak (ladang), kebwan (kebun), dan mmal (ladang), menjalankan fungsi utama sebagai penghasil dan pengelola kebutuhan makanan pokok (Ardana, dkk., 2012: 70-78).
Politik dapat diketahui dari adanya hubungan yang dilakukan oleh raja dengan rakyatnya, yang diperantara oleh pejabat-pejabat dalam birokrasi tersebut. Hubungan tersebut tidak hanya terjadi antara raja dangan rakyatnya, melainkan dengan para pejabat di dalam mengambil keputusan, hal tersebut termuat dalam beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Udayana.
Raja Udayana mengetahui masyarakat saat itu dalam mempertahankan hidupnya sangat ketergantungan dengan aspek sosial, dengan demikian beliau memberikan kebijakan-kebijakan tertentu untuk memepertahankan aspek sosial tersebut. Penduduk Desa Er Hawang yang mengalami kemiskinan dianugrahi tanah untuk bercocok tanam oleh raja, untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya, yang termuat dalam prasasti Batur Pura Abang A (1011 Masehi) lempeng VIIa yaitu “”..ya tika alas gamya tan pawwang, sanambahakĕnikang karāman, i pāduka haji, pinintanya pakathānin, inger hawang, mapakna kbwanĕn, tanĕmana gangan, sahanahana, samangdadyakna harakna…” artinya itulah hutan yang dapat dicapai dan tidak dihuni orang, dipersembahkan oleh penduduk kepada paduka raja, dimintanya sebagai wilayah desa Er Hawang untuk kebun ditanami sayur seadanya agar dijadikan makanan. Hal tersebut dapat ditafsirkan sebagai upaya yang dilakukan oleh raja untuk mempertahankan keberadaan kelompok sosial tersebut di wilayahnya.
Udayana juga mendistribusikan kekuasaannya kepada para pejabat birokrasi kerajaannya dan selalu melakukan perundingan dengan para pejabatnya dalam sebuah persidangan untuk mengambil keputusan atau kebijakan kepada rakyatnya agar sejahtera, dengan demikian dapat ditafsirkan telah mengembangkan politik menjadi salah satu aspek ketahanan pada masa pemerintahan Raja Udayana.
- Hubungan Antar Aspek Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Hubungan aspek alamiah dengan aspek sosial pada masa pemerintahan Raja Udayana terjadi kait mengkait yang saling mempengaruhi. Hal tesebut dapat diketahui dari adanya pemanfaatan aspek alamiah untuk melangsungkan kehidupan sosial saat itu. Hubungan tersebut dibuktikan dengan adanya kelompok petani dan peternak yang memaanfaatkan kekayaan alam dan keadaan geografi wilayahnya. Kondisi geografi dan kekayaan alam pada masa pemerintahan Raja Udayana telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Berdasarkan data prasasti kondisi geografi dan kekayaan alam saat itu cukup melimpah dan dimanfaatkan oleh para petani, peternak dan perajin untuk memutar perekonomian saat itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hubungan antar aspek alamiah dan aspek sosial sangat mempengaruhi pertahanan keamanan, apabila aspek alamiah dimanfaatkan untuk aspek sosial secara tearah, adil dan merata maka pertahanan dan keamanan menjadi lebih baik. Hubungan antar aspek alamiah dengan aspek sosial telah diatur dan ditata oleh Raja Udayana dan masyarakatnya saat itu, yaitu dibuktikan dengan adanya perarturan pelarangan penebangan kayu tertentu yang dikeluarkan raja.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditafsirkan, dengan kebijakan yang dianugrahkan Raja Udayana masyarakat saat itu atau kelompok tertentu dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya secara adil dan merata, dengan demikian situasi keamanan menjadi lebih baik.
6. Simpulan
Aspek alamiah yang dimaksud meliputi geografi, kekayaan alam, dan kependudukan, yang mengandung unsur-unsur yang bersifat relative tetap atau statis. Adapun istilah-istilah yang termuat dalam prasasti terkait dengan aspek alamiah yaitu tumbuh-tumbuhan dan binatang yang dapat dijadikan sebagai pemenuh kebutuhan hidup dan ranu (danau), her (sungai) dan gunung (gunung).
Aspek sosial yaitu sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial politik, Aspek sosial budaya diketahui dengan adanya istilah terkait kelompok sosial, yaitu anak thāni, pande, dan undagi. Ekonomi diketahui dengan adanya istilah para pelaku ekonomi yaitu perajin ( pande dan undhagi), pedagang wanyaga. Petani dengan adanya istilah terkait tempat mereka beraktivitas yaitu sawah (sawah), parlak (ladang), kebwan (kebun), dan mal (ladang). Politik pada masa pemerintahan Raja Udayana juga dapat diketahui dari adanya hubungan yang dilakukan oleh raja dengan rakyatnya, yang diperantara oleh pejabat-pejabat dalam Birokrasi tersebut.
Hubungan aspek alamiah dengan aspek sosial pada saat itu diketahui dengan adanya kelompok petani dan peternak yang memaanfaatkan kekayaan alam dan keadaan geografi wilayahnya, untuk memutar perekonomian saat itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Raja Udayana yang memberikan kebijakan-kebijakan tertentu terhadap masyarakat atau kelompok tertentu merupakan upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya secara adil dan merata, dengan demikian situasi keamanan menjadi lebih baik.
Daftar Pustaka
Ardana, I Gusti Gde, dkk. 2012. Raja Udayana di Bali. Denpasar: Udayana University Press.
Goris, R. 1954. Prasati Bali I. Bandung : Masa Baru.
Iskandar, Dr. M.Pd. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Gaung Persada.
Maryaeni, 2005. Medtode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Setiawan, I Wayan. 1984. “Birokrasi Pada Masa Pemerintahan Ugrasena sampai dengan Udayana Di Bali” Skripsi Fakultas Sastra. Denpasar : Universitas Udayana.
Suarbhawa, I Gusti Made. 1994. “Beberapa Aspek Sistem Keamanan di Dalam Masyarakat Bali Kuna” dalam Forum Arkeologi No.II/Maret 1993. Denpasar : Balai Arkeologi
Sumber Internet
Alfiah. 2013. “kondisi ketahanan nasional indonesia”. Dalam politik.kompasiana.com. Diakses 18 Agustus 2013.