Situs Megalitik Baladano, Dalam Incaran Mafia Artefak Kuno

0
2410

Situs megalitik Balôdanô terletak di Desa Balôdanô Kecamatan Mandrehe Utara, Kabupaten Nias barat. Kompleks Megalitik Balôdanô terletak di Desa Balôdanô, Kecamatan Mandrehe, Kabupaten Nias Barat yang dialiri Sungai Oyo, salah satu sungai terbesar di Nias, pada koordinat 01° 05.318’ Lintang Utara, 097° 33.162’ Bujur Timur. Di situs ini terdapat beberapa kelompok megalitik, yaitu megalitik Bôla, megalitik Tuha Noyo, megalitik Gato Zamu’i, megalitik Gato Zi’ila, megalitik Saita Mbinu, megalitik Balôdanô, megalitik Balugu Wetu, dan megalitik Balôdanô Laina yang kesemuanya berorientasi timur dan barat.

Picture5Picture3

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa perkampungan lama yang dahulu berada di lokasi situs ini membujur arah utara – selatan saling berhadap-hadapan arah timur – barat. Kondisi objek-objek tersebut berdasarkan pemantauan tim cukup terawat walaupun berada di areal hutan, ± 800 m dari pemukiman penduduk. Pada umumnya objek yang terdapat di Situs Balôdanô berupa menhir dan altar batu yang merupakan batu alam tanpa proses pengerjaan. Arca menhir dengan pengerjaan yang masih sederhana terdapat di kelompok megalitik Bôla, yaitu berupa sosok manusia dengan rambut bersanggul, bagian wajah digambarkan lengkap dengan mata, hidung, mulut, dan sepasang telinga. Kedua tangannya tengah memegang alat kelamin. Arca menhir ini berukuran tinggi 115 cm. Dan di lokasi inilah biasanya dilakukan ritual dengan memberikan sesajian, antara lain berupa sirih – pinang jika ada yang berkunjung ke situs megalitik Balôdanô. Sedangkan arca menhir yang terdapat di kelompok megalitik Balugu Wetu berukuran lebih tinggi, yaitu 125 cm. Arca menhir ini digambarkan dengan raut wajah kaku lengkap dengan mata, hidung, mulut dan telinga, serta mengenakan topi. Kedua tangannya memegang sebilah pedang di dada dan perut. Alat kelamin digambarkan menonjol. Pada kelompok ini terdapat pula sebuah arca menhir yang saat ini dalam kondisi aus dan bagian kepalanya telah hilang. Tanda-tanda pahatan samar-samar masih tampak, berupa sebilah pedang dan alat kelamin.

Kelompok Megalitik Laina terdapat 6 buah batu berbentuk tegak, salah satunya merupakan arca menhir yang menjadi penggambaran dari nenek moyang yang dikenal dengan Laina. Arca Laina inilah yang menjadi sasaran percobaan pencurian tersebut. Arca menhir Laina ini mempunyai tinggi 1,1 meter, terbuat dari batuan andesit, berbentuk seperti patung wajah manusia yang menggambarkan sosok seorang Laina. Arca menhir ini menghadap ke arah barat, didepannya terdapat meja batu berukuran 1,4 meter x 90 cm. Arca ini merupakan simbol dari situs Laina tersebut.

Picture6
Megalitik Laina Dok: BPCB Aceh 2011

Batu arca megalit Laina ini pernah menjadi percobaan pencurian pada 2011. Arca ini merupakan bagian inti atau yang paling disakralkan oleh warga sekitar. Modus pencuriannya adalah dengan mencabut patung atau batu megalith tersebut dari dalam tanah. Menurut Juru pelihara situs Bapak Remaini Zebua, pertama kali diketahui ada percobaan pencurian karena melihat batu megalit tersebut sudah tercabut dan tidak berada pada posisi semula (sudah bergeser atau berpindah tempat sekitar beberapa meter dari lokasi aslinya). Kondisi batu arca megalit tersebut dalam keadaan terpotong bagian kepala dari badannya. Ada kemungkinan bahwa kondisi ini disengaja untuk memudahkan membawa bagian kepalanya, karena terlalu berat untuk menganggkat keseluruhan batu ini secara utuh. Kemungkinan kedua adalah batu ini patah secara tidak sengaja karena ketika roboh atau terjatuh membentur batu altar yang ada dibawahnya. Apabila dilihat dari berat fisik batu ini yang lebih dari 150 kg, kemungkinan aksi pencurian tersebut dilakukan lebih dari satu orang.

Picture4
Arca Laina yang akan dicuri Dok: BPCB Aceh 2011

Untuk mencegah kejadian itu terulang, sudah dilakukan beberapa tindakan pencegahan, antara lain membuat pagar keliling untuk menghambat pencurian, kemudian melibatkan masyarakat adat untuk menjaga situs warisan nenek moyang mereka. Pelibatan masyarakat ini juga dalam bentuk penugasan secara khusus beberapa masyarakat yang ditunjuk untuk menjadi juru pelihara situs. Selain itu juga menjaga komunikasi secara intensif dengan pihak yang terkait dalam pelestarian cagar budaya terutama di Nias Barat.