Beranda blog Halaman 14

Menggali Ratusan Objek Pemajuan Kebudayaan di Desa Hoelea

0

Sedikitnya 109 Objek Pemajuan Kebudayaan (OJK) dari berbagai kategori objek pemajuan kebudayaan berhasil diidentifikasi saat kegiatan Pembekalan Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) yang digelar Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa & Masyarakat Adat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Bertempat di Desa Hoelea II Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata, sebanyak 21 anak dari 12 desa yang tersebar di Lembata terlibat dalam kegiatan kali ini. Pj Bupati Kab. Lembata diwakili Apolonaris Mayan selaku Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Lembata. Dalam sambutannya Apolonaris menyampaikan melalui pembekalan teknis yang dilakukan selama tiga hari ini kita mampu menggali dan mengidentifikasi potensi-potensi kebudayaan yang ada di desa sekaligus merumuskan strategi dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan potensi-potensi kebudayaan tersebut.

Dalam pelaksanaannya para pandu budaya menyeleksi OPK dari tiap kampung adat sebagai prioritas untuk dilakukan penelitian mendalam dan pendokumentasian selama tahun 2023. Sebanyak 21 OPK terpilih dan masuk beberapa kategori OPK diantaranya, 1 OPK Kategori Olahraga Tradisional, disusul 4 ritus, 4 teknologi tradisional, 3 tradisi lisan, 6 Pengetahuan Tradisional, 2 OPK kategori seni dan 1 OPK kategori Permainan Tradisional Tradisional.

Sebelum mengidentifikasi beberapa OPK, para pandu dibekali sejumlah pengetahuan terkait kebudayaan Lembata baik kebudayaan masyarakat adat Lamaholot dan masyarakat adat Edang oleh narasumber lokal agar menjadi Pandu Budaya di Lembata yang bisa menggerakkan pemajuan kebudayaan sesuai dengan undang-undang.

“Program Sekolah Lapang Kearifan Lokal ini bisa menjadi muatan yang positif untuk dapat terus dikembangkan demi kepentingan pemajuan kebudayaan di daerah kami” ujar Eman Ubuq selaku praktisi budaya lokal Kabupaten Lembata dalam wawancara singkat yang dilakukan.

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini bertujuan untuk mengenalkan dan memperkuat budaya lokal, bukan hanya sebagai penguatan karakter bagi pemuda adat tetapi juga bagaimana Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) ini menjadi sesuatu yang dapat memberikan dampak bagi kesejahteraan dan ekonomi masyarakat adat sendiri.

Setelah pendampingan ini, para Pandu Budaya ini juga akan terlibat dalam banyak aktivitas yang berkaitan dengan pemajuan kebudayaan dan menjadi inisiator atau penggerak ekspresi kebudayaan.

“Proses sekolah lapang kearifan lokal di lembata ini sangat luar biasa, kampung ini memiliki potensi-potensi dan nilai-nilai budaya yang sangat luar biasa. Para pandu di sini sangat bersemangat. Mereka sangat kompeten sekali, ini terlihat dari bagaimana pengenalan akan budaya mereka masing-masing. Hal ini terbukti dari kegiatan dengan waktu yang singkat saja, banyak keragaman obyek pemajuan kebudayaan yang teridentifikasi.” ungkap Yani Haryanto, Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat di akhir acara pendampingan Sekolah Lapang Kearifan Lokal hari ke-2.

Sekolah Lapang Kearifan Lokal memfasilitasi generasi muda untuk bertemu dengan generasi terdahulu agar saling berbincang dan berdiskusi tentang pemajuan kebudayaan.

Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Lembata, Apolonaris Mayan, dalam sesi wawancara singkat mengatakan bahwa pembekalan ini menjadi media belajar bagi generasi muda adat kepada tokoh-tokoh adat dalam pelestarian budaya lokal.

“Kami pemerintah daerah sangat mengapresiasi berlangsungnya kegiatan ini. Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan motivasi, spirit, dan semangat bagi generasi muda untuk mengeksplore, menggali seluruh potensi budaya yang ada disini untuk kemudian bisa dikemas dan menjadi warisan budaya untuk menambah khazanah budaya yang ada di kabupaten Lembata,” ujarnya. Beliau berharap setelah pembekalan ini masyarakat dapat berperan aktif dalam pelestarian budaya agar tidak hilang atau punah, karena sangat penting untuk generasi ke depan.

Pendukungan Pembentukan Forum Pendidik Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Wilayah Sumatera Utara

0

Sebagai tindak lanjut kegiatan Peningkatan Kapasitas Penyuluh kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang ditutup pada tanggal 25 Juni 2023, diselenggarakan kegiatan pembentukan Forum Pendidik Kepercayaan Wilayah Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2023 di Horison Pematang Siantar. Kegiatan ini merupakan bentuk pendukungan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Direktorat KMA), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek kepada DMW MLKI Provinsi Sumatera Utara yang akan mengawal para penyuluh pendidik kepercayaan setempat memberikan layanan Pendidikan kepercayaan yang optimal kepada peserta didik penghayat.

Pembentukan forum pendidik kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini menjawab kebutuhan para penyuluh kepercayaan yang datang dari berbagai latar belakang pendidikan, untuk dapat terkoordinir dengan baik dalam satu forum pendidik kepercayaan di tingkat provinsi. Melalui forum ini diharapkan para pendidik kepercayaan atau yang sementara ini dikenal sebagai penyuluh kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat saling bertukar informasi, pengalaman mengajar, dan saling berdiskusi menemukan solusi permasalahan dalam pembelajaran Pendidikan kepercayaan. Forum ini juga dapat dijadikan wadah meningkatkan kemampuan pendidik kepercayaan mengembangkan perangkat pembelajaran sekaligus menjadikan mereka bekerja lebih professional.

Para penyuluh kepercayaan yang menjadi peserta pembentukan forum ini mewakili wilayah Sumatera Utara untuk Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba, Kota Medan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Batu Bara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebelum pembentukan forum, peserta mendapatkan arahan terlebih dahulu dari Presidium MLKI Pusat, DMW MLKI Provinsi Sumatera Utara, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, terkait pentingnya wadah koordinasi antar pendidik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kepengurusan forum yang telah terbentuk dilanjutkan dengan penyusunan tugas dan fungsi serta diskusi kelompok terkait penyusunan program kerja tahunan. Ruhut Gultom terpilih sebagai Ketua Forum Pendidik Kepercayaan dan dilanjutkan penunjukan bendahara, sekretaris, dan koordinator 8 kabupaten/kota sebagai hasil kesepakatan.

Kapokja Kepercayaan Direktorat KMA, Ibu Suharti, S.Sos. menekankan bahwa forum pendidik kepercayaan agar dapat digunakan oleh penyuluh kepercayaan sebagai sarana diskusi, menyamakan frekuensi maupun persepsi dalam pemberian layanan sekaligus menghadapi permasalahan dalam Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pembentukan forum pendidik kepercayaan wilayah Sumatera Utara menjadi forum pionir dan pendorong wilayah penghayat lainnya membentuk forum yang sama.

Presidium MLKI Pusat, Bapak Andri Hernandi juga mengharapkan agar melalui Forum Pendidik Kepercayaan wilayah Sumatera Utara dapat terus membangun komunikasi yang baik dengan pihak satuan Pendidikan dan dinas Pendidikan setempat guna pemenuhan layanan Pendidikan kepercayaan yang merata.

Selamatkan Budaya Sagu Melalui Sekolah Lapang Kearifan Lokal

0

Skouw adalah satu dari kota perbatasan Indonesia dan Papua Nugini yang berada di Distrik Muaratami, 60 kilometer dari Kota Jayapura. Skouw begitu istimewa memiliki garis pantai yang indah dan kekayaan hutan yang melimpah. Pergeseran alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat, termasuk kebudayaan yang ada di sana. Sebagai tindakan kongkrit Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat (KMA) untuk melestarikan kebudayaan, diantaranya dengan menggerakkan pemuda-pemuda adat melalui platform Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL).

“Melalui platform ini, kami membekali pengetahuan tentang menggali, mendapatkan informasi dari Empu atau Ondoafi yang lebih tahu tentang sejarah dan juga 10 objek pemajuan kebudayaan dan kearifan lokal yang dimiliki di masyarakat Skouw,” Ungkap Sjamsul Hadi Direktur KMA.

Inti dari program SLKL adalah pembelajaran menggali kembali kearifan lokal yang hampir terlupakan di masyarakat khususnya kepada pandu budaya, menjadi ruang pembelajaran terbuka menyatu dengan alam sehingga dimungkinkan mereka menginisiasi terbentuknya Sekolah Adat yang didirikan dan dikelola oleh Masyarakat Adat didukung oleh Dana Desa/Kampung.

Melalui program SLKL yang telah dilaksanakan bulan April lalu dan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat, dilaksanakanlah Festival Skouw. Dengan melibatkan seluruh masyarakat di sana, mereka dapat mengeksplorasi dan menunjukkan ragam kekayaan budaya yang ada di Skouw. Festival ini dilaksanakan di tiga kampung, yakni Skouw Mabo, Skouw Sae, dan Skouw Yambe pada tanggal 21-22 Juni 2023 yang bertepatan dengan hari sagu.

Rangkaian festival Skouw dimulai dengan Lomba Permainan Tradisional di Skouw Mabo seperti kaki kuda dan kuci yang dimainkan di pinggir pantai. Kegiatan dilanjutkan dengan jelajah kuliner tradisional, melibatkan Papua Chef Jungle Charles Toto serta Chef Hassan dari Qatar. Mereka menampilkan eksebisi memasak menggunakan pengetahuan tradisional “Bakar Batu,” dengan aneka olahan berbahan dasar sagu dan aneka menu tradisional tersedia untuk dinikmati bersama.

Selanjutnya di Skouw Yambe diadakan Pembukaan Festival yang dihadiri oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi, Walikota Jayapura Frans Pekey, Serta Walikota-Walikota dari Indonesia Timur yang tergabung dalam Asosiasi Walikota Seluruh Indonesia (APEKSI) Wilayah Indonesia Timur. Rombongan Pejabat Walikota dan Kemdikbudristek disambut dengan pengalungan noken dan tarian sambutan tokok sagu yang menceritakan tentang proses menokok sagu yang dilakukan masyarakat papua.

Dalam festival ini Walikota Jayapura mengatakan Festival Tokok Sagu ini sangat bagus dan nantinya akan dijadikan agenda tahunan sehingga bisa dikembangkan lagi karena sagu saat ini kondisinya sudah terancam punah, harus ada pelestarian dari pemerintah dan masyarakat,

Berbagai kesenian ditampilkan dalam festival ini seperti Atraksi Tokok Sagu, yakni pengunjung bisa mengetahui proses kearifan lokal mengolah sagu mulai dari menokok sagu, meramas sagu, hingga menjadi olahan sagu. Di sekitar panggung hiburan juga disediakan stand pameran produk unggulan lokal berbahan sagu dan hasil olahan masyarakat Skouw lainnya.

Pandu budaya yang dilatih oleh Direktorat KMA melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXII Papua dan Penggiat Budaya Lokal mengemban tugas sebagai motor penggerak berjalannya festival.

“Kami bertugas mengarahkan masyarakat dan mengkoordinir tamu-tamu yang hadir, serta memberi informasi pemahaman tentang budaya di Skouw,” ujar Ferliya Taresay selaku Ketua Pandu Budaya Skouw.

“Harapannya kedepannya ada pandu-pandu budaya baru lagi yang hadir untuk membantu kami juga, serta diadakan pelatihan-pelatihan lanjutan untuk melestarikan budaya adat Skouw” tutup Ferliya.

Di hari kedua Festival Skouw, diadakan sarasehan “Jalan Kebudayaan Papua dan Jalan Pangan Masyarakat Adat.” Sarasehan ini memepertemukan masyarakat Skouw dengan para pemangku kepentingan, mengangkat isu-isu dan permasalahan yang terjadi di Papua, khususnya wilayah Skouw. Menghadirkan narasumber-narasumber yang kompeten di antaranya Ketua Komisi II DPR Papua Jhon Gobay, Perwakilan Lembaga Musyawarah Adat (LMA) Port Numbay Eddy Ohoiwutun, Ketua Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) dan Mantan Bupati Jayapura Mathius Awaitouw, Antropolog dan Kurator Universitas Cenderawasih Enrico Yory Kondologit, dan Perwakilan Dekan Fakultas MIPA Universitas Cendrawasih Daniel Lantang serta Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi

Dari sarasehan ini didapat poin poin penting untuk pemajuan kebudayaan di Skouw ke depan, diantaranya pentingnya hutan sagu dan pelestariannya ke depan, pentingnya membangun Kembali kebudayaan dari kampung, memasukkan kurikulum kebudayaan ke dalam muatan lokal Pendidikan formal, serta mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan mengenai kurikulum kebudayaan tersebut.

Dalam sarasehan tersebut John Gobay, Ketua Komisi II DPR Papua menyebutkan pandu budaya berperan dalam pelestarian budaya. Pandu budaya menurutnya bisa dilibatkan untuk mengajar kebudayaan yang ada di sini ke depannya. Dalam upaya pelestarian budaya, Pandu Budaya sebagai penggerak pelestari budaya harus mendapat dukungan dari pemerintah Kota agar warisan budaya Indonesia tetap terjaga.

Optimalisasi Ruang Publik, Ditjen Kebudayaan Gelar Olahrasa di Lapangan Sempur Bogor

0

Bogor, Jawa Barat – Sebagai upaya pemanfataan ruang publik dan pemberdayaan potensi masyarakat lokal, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, dan pemerintah daerah menyelenggarakan program Ruang Olahrasa di Taman Ekspresi, Lapangan Sempur Bogor. Program ini bertujuan untuk menciptakan ruang bagi peningkatan interaksi yang inklusif antarbudaya.

Kasi Bidang Kemasyarakatan Kelurahan Sempur, Bogor, Lilis Haswati mengatakan, Tari Lengser yang menjadi aset Kota Bogor diharapkan dapat menggali potensi masyarakat dalam berkarya dan berkreativitas dengan dihadirkannya di program Ruang Olahrasa ini.

“Program dari Ditjen Kebudayaan ini mengangkat potensi seni budaya, dan mengasah kepekaan kita terhadap seni-seni lainnya” ujarnya saat pembukaan Olahrasa Taman Ekspresi (17/6/23).

Sementara itu, Koordinator Layanan Kerja Sama, Kehumasan, Data dan Kearsipan, Darmawati mengatakan perlunya mengaktivasi kembali ruang-ruang publik agar masyarakat bisa mengakses berbagai giat kebudayaan. Terlebih Indonesia memiliki budaya yang luar biasa berlimpah sehingga perlu dilestarikan.

“Kita punya kebudayaan yang luar biasa banyak tapi jika tidak diaktivasi maka lama kelamaan akan hilang. Oleh karena itu, melalui Olahrasa mari kita sama-sama mengolah rasa budaya,” ajaknya.

Senada dengan hal tersebut, Tim Konten Olahrasa Andi Malewa mengatakan Kegiatan Olahrasa di Taman Ekspresi, Lapangan Sempur ini diisi dengan Kelas Lukis, Kelas Tari Tradisional Lengser, dan Kelas Biola dengan merangkul para pelaku seni lokal. Khusus kelas tari misalnya menghadirkan seniman lokal Kang Dodo yang langsung mengajarkan pengunjung berlatih tari lengser. Selain itu, pelukis asal Kelurahan Sempur juga dirangkul dalam program ini.

“Kami ingin mengoptimakan beliau-beliau ini sebagai potensi lokal. Di sini ada namanya Kampung Lengser dan terdapat maestronya. Kita coba ajak untuk membuat kelas tari dan ternyata banyak yang bergabung. Kang Dodo senang sekali bisa mengajar menari di sini. Tari yang tadinya di rumah saja, kemudian bisa diajarkan di ruang publik. Intinya Olahrasa ini bagaimana mengoptimalkan potensi warga lokal,” ujar Andi Malewa.

Andi berharap program Olahrasa ini terus berlanjut apalagi antusiasme masyarakat terus bertambah dengan berpartisipasinya mereka melalui kelas-kelas yang disediakan.

“Tanggapan masyarakat sangat positif. Jadi kami berharap sampai di Pekan Kebudayaan Nasional kegiatan ini bergeliat terus, apalagi bisa mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah, CSR, dan pihak-pihak lainnya,” tukasnya.

Kegiatan di Taman Ekspresi, Lapangan Sempur, ini berlangsung rutin setiap minggu pukul 09.00 hingga 15.00 WIB. Nantinya, seni budaya lokal yang disajikan di Taman Ekspresi ini akan menjadi bagian dari puncak perayaan Pekan Kebudayaan Nasional 2023.

Foto: Heri Budi Santoso

Meningkatkan Kemampuan Swabela Masyarakat Adat di Kampung Prailiu, Kabupaten Sumba Timur

0

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan terus mendorong upaya pemenuhan hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya bagi penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Komitmen tersebut merupakan amanat dari Pasal 18B ayat (2) dimana negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Hak masyarakat adat telah dijamin oleh konstitusi, namun dalam praktiknya masih ditemukan berbagai pelanggaran yang berpotensi menghambat pemenuhannya. Masih tingginya pelanggaran seringkali terjadi karena ketidaktahuan masyarakat adat terkait haknya. Untuk memastikan masyarakat adat memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam upaya pemenuhan haknya maka Ditjen Kebudayaan menyelenggarakan kegiatan Lokalatih Swabela Masyarakat Adat.

Pelanggaran yang dialami oleh masyarakat adat kadang sulit dicegah, kecuali oleh mereka sendiri, karena itulah mereka harus dibekali dengan kemampuan untuk membela diri supaya meminimalisasi terjadinya pelanggaran yang menyebabkan tidak terpenuhi hak-haknya, ungkap Christriyati Ariani, Ketua Kelompok Kerja (Kapokja) Advokasi Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Dalam lokalatih ini juga diberikan pengetahauan terkait hukum, karena seringkali dalam memperjuangkan haknya, masyarakat adat harus menghadapi persoalan hukum.

Lokalatih Swabela Masyarakat Adat diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, dan didukung oleh Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Badan Pengurus Marapu, Sumba Integrated Development (SID), dan Marungga Foundation. Dilaksanakan di Kampung Prailiu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 19 Juni hingga 23 Juni 2023.

Pulau Sumba, dipilih sebagai lokasi penyelenggaran kegiatan ini selain karena jumlah penghayat kepercayaan sekaligus masyarakat adatnya besar, juga karena masih sering terjadi persoalan yang menghambat pemenuhan hak. Merunut beberapa tahun belakangan di Pulau Sumba telah terjadi persoalan-persoalan terkait layanan pendidikan, ekspresi budaya, layanan kependudukan, hingga persoalan penguasaan tanah ulayat yang dialami oleh masyarakat adat.

Selama lima hari pelaksanaan kegiatan, lima puluh orang peserta yang terdiri dari anggota Badan Pengurus Marapu dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) akan mendiskusikan tentang kemampuan dan pengetahuan swabela yang harus dimiliki oleh masyarakat adat. Selain materi dari aspek hukum, kegiatan ini menjadi ruang untuk menyosialisasikan layanan untuk penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, khususnya dari Ditjen Kebudayaan.

Umbu Maramba Meha, salah seorang peserta yang juga Ketua Badan Pengurus Marapu menyampaikan bahwa dirinya dan mungkin masyarakat adat yang lain seringkali menghadapi situasi yang sulit karena tidak memiliki pengetahuan hukum. Kelemahan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menekan masyarakat adat sehingga tidak memperoleh haknya dengan layak.

Selain itu kami -masyarakat adat, yang selama ini mewariskan pengetahuan secara tutur, sangat perlu mencatat pengetahuan dan sejarah. Karena nantinya jika terjadi persoalan yang menyangkut tentang adat, catatan-catatan itu dapat menjadi dokumen pendukung. Kegiatan ini membuat kami mendapatkan banyak masukan dan wawasan untuk menyelesaikan persoalan dengan cara-cara budaya, dengan berbekal hal-hal yang sudah kami miliki. Harapannya mulai hari ini masyarakat adat -khususnya di Pulau Sumba, tidak akan lagi mengalami pelanggaran pemenuhan hak, pungkasnya.

Peningkatan Kapasitas Penyuluh Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Pematang Siantar

0

PEMATANG SIANTAR – Kapasitas pendidik Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa terkait implementasi Kurikulum Merdeka penting terus ditingkatkan untuk menjaga kualitas pembelajaran bagi peserta didik penghayat. Hal ini disampaikan Dra. Sri Hartini, M.Si., selaku Pamong Budaya Ahli Utama Direktorat Jenderal Kebudayaan, saat membuka acara Peningkatan Kapasitas Penyuluh Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Hotel Horison, Pematang Siantar. Kegiatan ini diselenggarakan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat bertepatan masuknya libur sekolah mulai tanggal 23 Juni hingga 26 Juni 2023.

Melalui kegiatan ini, pendidik kepercayaan yang sementara ini dikenal sebagai Penyuluh Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa ditingkatkan wawasannya terkait kurikulum merdeka dan keterampilannya menyusun perangkat pembelajaran. Peningkatan kapasitas penyuluh ini dalam rangka optimalisasi layanan Pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi peserta didik penghayat. Hal ini sejalan dengan amanat Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan, dan Keputusan Kepala BSKAP Nomor 057/H/KR/2022 tentang Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Budi Pekerti pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dalam Kurikulum Merdeka.

Peningkatan Kapasitas ini diikuti oleh 38 penyuluh kepercayaan dari 3 provinsi yaitu Provinsi Aceh, Riau, dan Sumatera Utara. Peserta dibekali materi esensi sebagai pendidik oleh Bapak Andri Hernandi (Presidium MLKI Pusat), materi Teknik komunikasi dalam pembelajaran oleh Bapak Otto Bambang Wahyudi (Praktisi Komunikasi), dan materi pengenalan istilah yang digunakan dalam kurikulum merdeka oleh Bapak Jaya Damanik (Praktisi Pendidikan). Peserta dibagi ke dalam kelompok sesuai fase yaitu fase A s.d. F. Peserta dalam kelompoknya dengan pendampingan fasilitator mengenali capaian pembelajaran Pendidikan kepercayaan dan berlatih menyusun Tujuan Pembelajaran (TP), Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), dan menurunkannya ke dalam model Pembelajaran atau modul ajar (MA) sederhana.

Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yang diwakili Bapak Drs. R. Zuhri Bintang, M.AP. turut hadir dan menyemangati para peserta untuk tidak mempermasalahkan lagi antara agama dan kepercayaan. Sebagai pendidik hendaknya terus fokus meningkatkan kapasitasnya secara substansi dan keterampilan mengajar peserta didik dengan baik. Penyuluh kepercayaan agar memanfaatkan moment kegiatan ini dan mengimplementasikannya dalam pembelajaran sekembalinya ke lokasi masing-masing.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Bapak Sudiahman Saragih, S.H. juga menekankan bahwa peserta didik penghayat di satuan pendidikan Simalungun telah terlayani dengan baik dalam Pendidikan kepercayaan. Penyuluh kepercayaan harus terus semangat meningkatkan kemampuan mengajarnya dan lebih percaya diri dalam berkomunikasi dengan dinas Pendidikan setempat dan satuan pendidik dalam mengatasi permasalahan layanan Pendidikan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid Meresmikan Candi Sanggrahan

0
Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, saat mengunjungi Candi Sanggrahan disela-sela kunjungan kerjanya di wilayah Jawa Timur.

Tulungagung – Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, riset dan Teknologi Hilmar Farid meresmikan candi Sanggrahan yang terletak di desa Wajaklor, kecamatan Boyolangu, Tulungagung pada pada Minggu, 2 Juli 2023 di sela-sela kunjungan kerja di wilayah Jawa Timur.

Candi Sanggrahan terdiri dari bangunan induk dan 2 bangunan perwara. Bangunan induk dibangun menggunakan batuan andesit berukuran panjang 13,5 meter, lebar 9,05 meter dan tinggi 5,86 meter. Bangunan ini terdiri dari 4 tingkat dan mengarah ke barat serta terdapat 5 arca Budha yang memiliki makna tersendiri.

Hilmar mengatakan setelah pemugaran selesai maka candi Sanggrahan akan dikembangkan sehingga bisa diketahui asal usul candi Sanggrahan ini.

“Jadi setelah dipugar selama 9 tahun dan diresmikan hari ini, maka candi Sanggrahan akan diupayakan untuk dikembangkan, sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas termasuk anak didik,” ucapnya.

Hilmar melanjutkan salah satu upaya pengembangan lain yakni memiliki program yang nanti bisa menarik para wisatawan untuk berkunjung ke candi Sanggrahan.

Hilmar secara khusus meminta kepada wilayah agar candi Sanggrahan  dikembangkan secara nilai historis narasi sehingga bukan hanya fakta sejarah yang hampir 700 tahun candi ini dikembangkan.

“Tentunya masyarakat memahami cara berinteraksi dengan candi ini ya,” jelasnya. Ditambahkan oleh Hilmar, nantinya Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek melalui Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI akan berkoordinasi dengan pemerintah desa dan kabupaten agar diberikan modal usaha sehingga diharap dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar candi Sanggrahan.

“Harapannya dengan adanya fakta sejarah berupa candi akan memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda,” pungkasnya. 

Kunjungan Direktur Jenderal Kebudayaan Ke Museum Song Terus

0
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek beserta rombongan mengunjungi Museum Song Terus.

Pacitan – Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid mengunjungi museum Song Terus di Desa Wareng, Kecamatan Punung pada Sabtu, 1 Juli 2023.

Kunjungan tersebut merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kerja daerah di wilayah Provinsi Jawa Timur. Turut mendampingi, Direktur Perfilman, Musik dan Media Baru sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Museum dan Cagar Budaya Ahmad Mahendra, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Endah Budiharyani dan Kepala Unit Museum Song Terus Albertus Nikko.

Kedatangan rombongan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek diterima langsung oleh Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji dengan suguhan penampilan seni asli Pacitan, Rontek Thethek Melek Song Meri.

Usai menyaksikan kesenian, Hilmar Farid kemudian berkeliling melihat-lihat museum.Turut hadir bersama Bupati, Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Turmudi, Kepala Dinas Pendidikan Budianto serta Camat Punung.

“Museum ini sangat bagus, karena bisa menampung dan menampilkan kebudayaan di Pacitan,” jelas Hilmar Farid.

Mengakhiri kunjungan, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek bersama rombongan berkesempatan menyaksikan tayangan video wisata Pacitan serta persembahan tari.

Kunjungan kerja ini menunjukkan perhatian pemerintah pusat terhadap pelestarian kebudayaan di daerah. 

“Diharapkan, melalui kunjungan ini, dapat terjalin kerja sama yang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjaga dan mengembangkan potensi kebudayaan yang ada di Pacitan serta daerah-daerah lainnya di Jawa Timur,” pungkas Hilmar. 

Sidang Kajian Penetapan Cagar Budaya Peringkat Nasional 2023

0

Jakarta – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Pelindungan Kebudayaan menyelenggarakan Sidang Kajian Penetapan Cagar Budaya Peringkat Nasional 2023. Sidang kajian ini digelar selama empat hari mulai dari Selasa 20 Juni hingga Jumat 23 Juni 2023 di Hotel Kristal, Jakarta dan dihadiri oleh Kelompok Kerja dari Direktorat Pelindungan dan Tim Ahli Cagar Budaya Nasional (TACBN).

Pada sidang ini juga dilakukan diskusi dengan pemangku kepentingan (stakeholders) yakni perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Direktorat Bendungan dan Danau, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional terkait pelestarian Cagar Budaya.

Diskusi ini perlu dilakukan karena pelestarian Cagar Budaya bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat saja melainkan menjadi tanggung jawab dari seluruh pihak. Pertemuan kali ini sekaligus mengkaji usulan-usulan Cagar Budaya Peringkat Nasional yang diajukan oleh daerah.

“Sidang kajian ini agendanya membahas 5 usulan Cagar Budaya baik dari Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Riau, Provinsi Banten, serta usulan Cagar Budaya dari Provinsi DKI Jakarta”, ujar Surya Helmi selaku Ketua TACBN.

Berikut daftar Cagar Budaya yang diusulkan menjadi Cagar Budaya Peringkat Nasional 2023:

1. Bangunan Cagar Budaya Masjid Kyai Gede (Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah)

2. Bangunan Cagar Budaya Gereja Imanuel GKE Mandomai (Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah)

3. Situs Cagar Budaya Bendungan Pamarayan (Kabupaten Serang, Banten)

4. Situs Cagar Budaya Benteng Tuanku Tambusai (Kabupaten Rokan Hulu, Riau)

5. Bangunan Cagar Budaya Gedung Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (DKI Jakarta)

Kajian yang telah dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya Nasional tersebut menghasilkan:

  1. Situs Cagar Budaya Benteng Tuanku Tambusai (Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau), DIREKOMENDASIKAN SEBAGAI CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL DENGAN CATATAN.
  2. Bangunan Cagar Budaya Gedung Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kota Administratif Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta), DIREKOMENDASIKAN SEBAGAI CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL.
  3. Struktur Cagar Budaya Bendung Lama Pamarayan (Kabupaten Serang, Provinsi Banten), DIREKOMENDASIKAN SEBAGAI CAGAR BUDAYA PERINGKAT NASIONAL DENGAN CATATAN.
  4. Bangunan Cagar Budaya Gereja Imanuel GKE Mandomai (Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah), DITANGGUHKAN/PERLU PEMBAHASAN LEBIH LANJUT.
  5. Bangunan Cagar Budaya Masjid Jami Kotawaringin (Masjid Kyai Gede) (Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah), DITANGGUHKAN/PERLU PEMBAHASAN LEBIH LANJUT.

Maka berdasarkan keputusan sidang, dihasilkan satu rekomendasi Cagar Budaya Peringkat Nasional, dua naskah rekomendasi Cagar Budaya Peringkat Nasional dengan catatan, dan dua naskah rekomendasi yang  ditangguhkan/perlu pembahasan lebih lanjut.

Riset Lapangan Indonesiana Film 2023

0

Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek memfasilitasi Riset Lapangan bagi peserta Indonesiana Film 2023 ke daerah sesuai dengan latar cerita, sebagai rangkaian dari program lokakarya penulisan Indonesiana Film 2023. Riset Lapangan dilakukan setelah peserta selesai mengikuti sesi Film Analysis dan Mid Session with Tutor.

Riset Lapangan merupakan kegiatan penunjang atas kebutuhan pengembangan cerita melalui konfirmasi dan validasi informasi sesuai data dilapangan, sehingga kedepannya para peserta mampu mengolah data yang valid untuk melanjutkan penulisan pada tahap Treatment dan Step Outline.

Riset Lapangan menggunakan metode wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan bersama narasumber seperti tokoh adat, para ahli, atau pelaku untuk menggali informasi dan mencari ketepatan unsur lokalitas yang akurat dan relevan di daerah sehingga tidak menghilangkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Observasi dilakukan untuk memberikan referensi lokasi sesuai cerita guna mendapatkan gambaran dan informasi bagaimana kondisi serta letak geografis daerah tersebut.

Riset dilakukan di 7 provinsi di Indonesia antara lain: Sumatera Utara (Kabupaten Toba, Simalungun, Medan,) DKI Jakarta, Jawa Timur (Malang, Blitar, Kediri), Yogyakarta (Bantul, Sleman, Kaliurang, Kulon Progo, Gunung Kidul), Jawa Tengah (Magelang, Grobogan, Ambarawa, Semarang, Demak, Surakarta), Kalimantan Barat (Kota Pontianak & Kab. Sambas), dan Jawa Barat (Bandung).

Kapokja Apresiasi dan Literasi Film Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Edy Suwardi menjelaskan bahwa riset lapangan ini merupakan salah satu rangkaian tahapan yang harus dilalui para peserta Indonesiana Film 2023 sebagai proses pencarian data dan informasi untuk pengembangan cerita.

“Harapannya setelah melakukan riset para peserta dapat memperolah ide atau gagasan dan informasi baru yang valid untuk  mendukung proses penulisan skenario pada setiap masing-masing tim,” pungkasnya.

Setelah melakukan riset lapangan para peserta Indonesiana Film 2023 akan kembali mengembangkan cerita berdasarkan hasil riset, kemudian dilanjutkan dengan proses lokakarya pada  tahap Treatment, dimana pada tahap ini para tutor dan mentor akan membedah terkait dengan peta jalan cerita secara lebih luas.