Fungsi Dan Makna Siraman Pusaka Mangkunegaran Di Selogiri

0
3822

Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663

Fungsi Dan Makna Siraman Pusaka Mangkunegaran Di Selogiri

Oleh: Moertjipto

 

Pelaksanaan upacara Tradisional Siraman Pusaka Mangkunegaran di Selogiri, Wonogiri, merupakan salah satu upacara tradisional yang tetap dapat dipertahankan dan dilaksanakan setiap tahun pada hari dan bulan tertentu. Hal ini mengandung maksud untuk upaya meneruskan tradisi dan sekaligus merupakan langkah dan pelestarian nilai-nilai luhur warisan budaya para leluhur yang terdahulu yang tersurat dan terkandung dalam upacara tadi dihayati dan dikenal yang akhirnya dimiliki oleh generasi penerus.

Masyarakat Jawa khususnya di Mangkunegaran pada waktu masa lalu mempunyai suatu anggapan atau kepercayaan bahwa benda-benda pusaka yang masih dikeramatkan selalu dijaga akan kelestariannya. Apalagi pusaka tersebut milik seorang raja, menurut anggapan masyarakat raja adalah turunan atau jelmaan dari dewa yang diberi wewenang untuk mengatur dan memerintah dunia ini dengan seisinya. Oleh karena itu selalu dijaga karena mempunyai nilai keramat dan hanya raja yang mampu dan kuat memiliki serta menyimpan benda pusaka tersebut. Pada umumnya dari pihak kraton benda yang dianggap keramat tadi diberi kehormatannya atau gelar tertentu yang memudahkan untuk menyebut pusaka tersebut.

Benda pusaka milik raja sekarang ini masih ada sebagian masyarakat yang percaya bahwa benda-benda pusaka tersebut bertuah. Hal ini terbukti pada waktu diselenggarakan upacara siraman pusaka banyak yang datang untuk ngalap berkah dengan jalan mengambil air bekas siraman pusaka untuk tumbal baik di rumah maupun di sawah.

Pusaka seperti keris merupakan hasil seni budaya Indonesia seiring dengan perkembangan kebudayaan, kemudian mendapat syntese dengan peradapan maju dan modern. Dalam perkembangan dan perubahan sisten sosial, fungsi keris mengalami perubahan yang semula sebagai senjata mengalami perubahan menjadi pusaka yang dikeramatkan dan dihormati. Pusaka yang dipuja lambang ikatan keluarga yang diturunkan kepada anak cucunya, karena dianggap sebagai alat kebesaran yang setahun sekali dibersihkan. Masa kerajaan pada masa lalu dianggap pusaka kraton yang diberi kehormatan khusus.

Benda pusaka kraton termasuk keris dan pedang masih dianggap memiliki tuah dan keramat. Pengetahuan tentang pusaka tersebut didapat secara turun-temurun yang umumnya didapat dari secara lisan. Kemudian baru pada awal abad XX ada keterangan tertulis yang direkam oleh penulis barat, bahwa secara turun temurun ini sukar dibuktikan secara rasional. Banyak didengar tentang kesaktian yang pernah dibuktikan akan kesaktian melalui terjadinya peristiwa – peristiwa dalam kehidaupan manusia, baik yang menguntungkan maupun dapat memberikan suatu kebahagiaan tertentu bagi pemiliknya.

Selengkapnya: Patra-Widya, Vol. 5 No. 2, Juni 2004.