Rancangan Naskah Akademik dan Qanun Cagar Budaya Aceh perlu masukan konstruktif

0
1285

Deni Sutrisna: “perlu tim kecil terdiri dari para pakar kebudayaan untuk memberikan masukan” Andi Irfan Syam: “harus ada tambahan kegiatan penjaringan aspirasi yang lebih sempurna”

Deni Sutrisna, Kepala BPCB Aceh (07/11/2017), memberikan masukan dalam FGD rancangan
naskah akademik untuk Qanun Pelestarian Cagar Budaya Aceh di gedung Museum Aceh

BPCB Aceh, 08/11/2017.Terkait rencana pemerintah Aceh membuat rancangan naskah akademik (NA) dan Qanun Pelestarian Cagar Budaya Aceh yang diinisiasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh, Kepala BPCB Aceh, Deni Sutrisna, memberikan beberapa masukan melengkapi naskah akademik dari sudut pandang pelestarian. Berikut beberapa masukannya: (1) dalam naskah akademik perlunya mempertajam dan mempertegas penjelasan terkait hak setiap orang berhak mengelola cagar budaya serta melaporkan kepada instansi terkait mengenai status kepemilikannya; (2) Tim penyusun NA perlu focus pada kriteria cagar budaya yang menyangkut pengusulan cagar budaya dimana dalam UU No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya tidak mesti wajib memenuhi keempat kriteria CB, tetapi bisa salah satunya saja; (3) dalam naskah NA juga perlu menegaskan kepesertaan para pihak dalam inventarisasi ragam cagar budaya baik dilakukan oleh instansi terkait maupun pemerhati cagar budaya atas kepemilikan perorangan. Terkait prosedur inventarisasi ini bisa menghubungi Kantor BPCB Aceh; (4) naskah akademik juga perlu memasukan klausul proses penetapan cagar budaya oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) baik tingkat provinsi, kota/kabupaten se-Aceh yang bisa dilihat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; (5) terakhir, perlu segera dibentuk tim kecil untuk perumusan NA dan rancangan qanun lebih lanjut dengan melibatkan beberapa ahli yang ada di Aceh

Andi Irfan Syam, Kepala Unit Pengembangan BPCB Aceh juga memberikan masukan kepada Direktur P3KA selaku penanggungjawab kegiatan, yakni perlunya narasi yang tegas dalam naskah akademik terkait status hukum dan perlakukan (tindakan) pada objek yang di duga cagar budaya. Substansi NA harus juga bisa menjelaskan kepada masyarakat khususnya pegiat budaya/aktivis budaya bahwa cagar budaya di Aceh bukan hanya makam, nisan dan jirat saja, tetapi sangat beragam meliputi masa prasejarah, klasik, Islam, colonial hingga periode kemerdekaan.

Terakhir, Irfan menilai kegiatan FGD yang dilaksanakan kemarin (07/11/2017) belum maksimal karena baru menjaring informasi permukaan dari beberapa kalangan. Untuk itu diiperlukan kegiatan lanjutan yang lebih menyeluruh (holistic) dan pembahasannya harus lebih mendalam. Ditambahkan lagi perlu dilakukan upaya penjaringan informasi secara menyeluruh pada setiap elemen masyarakat dan instansi pemerintah yang berkompeten dalam bidang kebudayaan. Ambo

Kurniawan,Direktur P3KA, selaku pihak yang diberi tanggungjawab

Suasana Kegiatan FGD perumusan naskah Akademik (NA) Rancangan Qanun Pelestarian Cagar Budaya Aceh di Gedung Museum Aceh