Jakarta__Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melaksanakan Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Tahun 2023 pada hari Senin, 28 Agustus sampai dengan Jumat, 1 September 2023 di Jakarta Pusat, DKI Jakarta. Sidang ini melibatakan 14 Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia, Kepala Dinas (provinsi/kabupaten/kota) yang membidangi kebudayaan atau yang mewakili, serta perwakilan dari Balai Pelestarian Kebudayaan.
Berdasarkan laporan Ketua Tim Kerja Warisan Budaya Ditetapkan, M. Natsir RM, pada Tahun 2023 ini tercatat ada sebanyak 777 usulan Warisan Budaya Takbenda yang masuk. Usulan-usulan tersebut kemudian diseleksi melalui beberapa tahapan yaitu seleksi administrasi, rapat penilaian usulan WBTb ke-1, verifikasi, rapat penilaian usulan WBTb ke-2, dan rapat penilaian usulan WBTb ke-3.
“Sesuai dengan hasil pembahasan rapat penilaian usulan WBTb terakhir, maka yang maju ke tahap sidang ini adalah sebanyak 215 pengusulan WBTb dari 31 provinsi,” papar M. Natsir.
Dalam sambutan yang disampaikan oleh Judi Wahjudin selaku Direktur Pelindungan Kebudayaan, disampaikan bahwa penetapan WBTb ini diharapkan dapat memperkuat kesadaran, tanggung jawab, dan semangat untuk melestarikan kebudayaan Indonesia.
“Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, melalui penetapan warisan budaya Indonesia, diharapkan dapat memperkuat kesadaran, tanggung jawab, dan semangat untuk terus melakukan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan baik untuk pemilik kebudayaan maupun masyarakat.”
Lebih lanjut, Judi juga menekankan mengenai perlunya inventarisasi warisan budaya. “Para pemangku kepentingan di daerah dapat melakukan inventarisasi dengan membuat pangkalan data yang nantinya akan bersinergi dengan Data Pokok Kebudayaan (Dapobud) sebagai upaya pelindungan. Ini juga senyampang dengan Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan (PPKD) di daerah yang setelah disetujui oleh kepala daerah harus selalu di-update.”
Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah rekomendasi penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia untuk nantinya ditetapkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Pada puncak kegiatan, telah dilaksanakan pembacaan hasil sidang yaitu bahwa Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2023 menghasilkan rekomendasi penetapan sebanyak 213 (dua ratus tiga belas) usulan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari 31 (tiga puluh satu) provinsi di Indonesia.
Pada penutup rangkaian sidang, Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan memberikan arahan agar semua pihak terkait memastikan adanya tindak lanjut yang bermakna setelah penetapan WBTb nantinya, salah satunya melalui pendidikan.
“Ini waktunya kita bersungguh-sungguh berkomitmen untuk memperkenalkan apa-apa yang sudah ditetapkan kepada masyarakat kita antara lain melalui sekolah. Ke depannya, ini perlu ada regulasi yang nantinya memastikan agar semua WBTb yang sudah ditetapkan dapat menjadi bahan ajar di sekolah,” imbau Hilmar.
Hilmar juga meminta partisipasi aktif dari jajaran pemerintahan daerah untuk bersama-sama mewujudkan pelestarian WBTb melalui berbagai cara, yaitu melalui pendidikan, promosi, penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan WBTb, dan koneksi antardaerah untuk saling mempertemukan warisan budayanya yang berada dalam domain yang sama. Jika dijalankan dengan serius, hal ini dapat membuka jalan untuk memperkenalkan warisan budaya Indonesia ke dunia internasional karena ada kemiripan antara domain yang ada di sini dengan domain yang berlaku di Unesco.
Pada kesempatan yang sama Hilmar juga mengingatkan mengenai perlunya tindak lanjut yang nyata untuk WBTb yang sudah lebih dulu ditetapkan sebelumnya. Dikatakannya bahwa mungkin saja suatu saat nanti akan diberlakukan langkah pencabutan status WBTb jika tidak ditemukan adanya komitmen pelestariannya.
“Warisan budaya yang telah ditetapkan harus kita periksa, mana-mana yang berada dalam keadaan hidup segan mati tak mau dan kita lihat apa penyebabnya. Jika memang hanya karena belum ada kesungguhan dari kita untuk melestarikannya—saat ini sedang dipikirkan betul—mungkin statusnya bisa dicabut,” tegas Hilmar.