Sidang Komisi 1 Sesi 2, Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 (9/10)

0
734

Sidang komisi 1 pada sesi 2 Kongres Kebudayaan Indonesia 2013, Rabu (9/10) dilaksanakan di Hotel New Saphir Yogyakarta dengan Topik  Demokrasi Berwawasan Budaya yang dimoderatori oleh Mudji Sutrisno.

Paparan pertama dalam sidang komisi 1 dengan pembicara Haryatmoko dengan judul Mengoreksi Demokrasi.

Demokrasi diharapkan bisa mengurangi ketidakadilan, kesewenangan dan membuat lebih rasional pengorganisasian kehidupan kolektif. Dengan demikian demokrasi mampu menjamin kebebasan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun kenyataannya, dua masalah membelit demokrasi di Indonesia: pertama, partisipasi demokrasi dalam masyarakat dengan tingkat pendidikan yang belum merata mudah direkayasa. Kedua, persoalan menonjol yang sulit diatasi dalam demokrasi di Indonesia ialah peran partai politik yang terlalu dominan yang dikaitkan dengan maraknya korupsi kartel-elite. Korupsi kartel-elite biasanya mendapat dukungan jaringan politik (partai politik), ekonomi (pengusaha), aparat penegak hukum dan birokrasi dalam situasi sosial-politik yang ditandai dengan ciri-ciri (M.Johnston, 2005: 89).

Korupsi kartel-elite bukan hanya masalah penyalahgunaan kepercayaan oleh kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi korupsi jenis ini menjadi cara yang dipakai elite untuk menggalang dukungan politik dari masyarakat serta untuk memenangkan kerjasama dengan lembaga legislatif, penegak hukum dan birokrasi (F.Lordon, 2008: 10).

Paparan kedua dalam sidang komisi 1 dengan pembicara Robertus Robert.

Paparan ketiga dalam sidang komisi 1 dengan pembicara Lasiyo dengan judul Demokrasi Versus Nomokrasi dalam Kehidupan Nasional.

Demokrasi dapat diartikan suatu sistem pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Berbagai pengertian demokrasi, dikemukakan oleh para pemikir antara lain: Joseph A Schmeter menyatakan bahwa: demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana masing-masing individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.

Adapun pengertian  nomokrasi atau nomocracy  berasal dari perkataan nomos yang berarti norma dan cratos, yang  dapat diartikan kekuasaan. Hal ini mengandung konsep dan ide negara hukum yang erat hubungannya dengan the rule of law. Hal ini berarti bahwa norma atau hukum merupakan faktor yang dominan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.

Baik demokrasi maupun nomokrasi sudah dikembangkan sejak zaman Yunani Kuno, yang diperkenalkan oleh Plato dalam bukunya Nomoi atau Demokrasi dan nomokrasi omokrasi itu berkaitan erat dengan kedaulatan dan kekuasaan suatu negara.

Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang pada awalnya kurang diperhitungkan sebagai negara demokrasi, namun setelah reformasi di akhir abad kedua puluh sampai saat ini, Indonesia termasuk negara yang sangat maju dalam kehidupan demokrasinya.

DSC_0042

Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa untuk mengukur pelaksanaan demokrasi maka ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu; Pertama, pemilihan umum sebagai proses pembentukan pemerintah, yang sampai saat ini diyakini oleh para ahli bahwa pemilu merupakan salah satu intrumen yang penting dalam proses pergantian pemerintahan, pemilu juga didasarkan pada undang-undang. Kedua, susunan kekuasaan negara, yaitu kekuasaan negara yang dijalankan secara distributif untuk menghindari pemusatan kekuasaan. Ketiga, kontrol rakyat, sebagai suatu relasi yang berjalan secara simetris, memiliki sambungan yang jelas dan terdapatnya mekanisme yang memungkinkan kontrol yang seimbang  terhadap pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif.