Wellington-Meski mengusung konsep pelatihan dan pembelajaran, duta-duta budaya dari Indonesia tidak datang ke negeri ‘Aotearoa’ dengan tangan kosong. Selain belajar, mereka juga mengemban misi delegasi. Sebagai delegasi mereka harus mempromosikan budaya Indonesia melalui pentas, pertunjukan, dan presentasi. Tetapi tidak hanya itu, mereka juga membawa misi pribadi, membangun peluang kerjasama dengan pelaku-pelaku budaya di Zew Zealand.
Hendra Nasution, pegiat bidang seni, mengatakan bahwa dia berniat mengadakan sebuah kolaborasi pertunjukan dengan koreografer tari, Jay Tewake. “Perusahaan yang dikelola Jay Tewake juga menyediakan program pendanaan untuk event diluar negeri, saya bisa bekerjasama dengannya untuk mengadakan kegiatan di Sumatra Barat”, tutur penari sekaligus dosen tersebut.
Hal senada juga dilakukan Dwi Cayhono, pegiat yang mengelola Museum Malang Tempoe Doeloe. Dia merencanakan kerjasama dengan tiga intitusi yang telah dikunjungi pegiat budaya; Corban Art Center, Auckland University of Technology Library, dan Museum Te Papa Tongarewa. “Dengan Corban Art Center, mereka akan mengirim senimannya, dan kita juga akan mengirim seniman kesini”, ujarnya.Sementara bentuk kerjasama yang akan dilakukan dengan Museum Te Papa Tongarewa adalah mengirim konservator untuk belajar ke museum Te Papa dan mengundang pihak museum tersebut untuk dijadikan narasumber ke Indonesia.
Pegiat Museum Daniel Haryono, bahkan sudah mempersiapkan peluang kerjasama sejak awal. “saya sudah membawa empat proposal yang siap saya ajukan”, kata kepala Museum Ulen Sentalu Yogyakarta itu bersemangat.
Kesempatan seperti inilah yang harus digunakan oleh para pegiat. Sebagaimana salah satu tujuan program ini bahwa selain belajar dan memperkaya pengalaman mereka diharapkan membuka peluang kerjasama kultural dengan pelaku budaya di New Zealand. Sehingga program ini bisa membawa manfaat maksimal bagi para pegiat sendiri.