Brussels, Belgia – Salah satu rangkaian kegiatan sebagai Negara Tamu atau Guest Country di Festival Seni Europalia, Indonesia menggelar Pameran Kingdoms of the Sea Archipel di Liege, Belgia. Pameran dengan tema budaya maritim ini diselenggarakan di Museum La Boverie di Liege, Belgia, dari tanggal 25 Oktober hingga 21 Januari 2018. Sebanyak 248 artefak dari koleksi Museum Nasional Indonesia dan beberapa museum provinsi, antara lain dari museum di Jawa Tengah, Sumatra Selatan, Jambi dan Bali, telah dibawa langsung untuk ditampilkan pada pameran ini.
Pameran Kingdoms of the Sea Archipel menjadi kegiatan budaya yang penting, dengan latar belakang bahwa sejarah dan peradaban bangsa Indonesia selalu lekat dan tidak lepas dari budaya maritim yang merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, pameran maritim menjadi sebuah kesempatan penting untuk menampilkan identitas bangsa Indonesia yang penting dan lama terlupakan.
Pameran ini berupaya menggambarkan warisan sejarah maritim yang tersebar di seluruh Indonesia. Pameran menampilkan beberapa tahap sejarah maritim dari periode kuno (3000 SM hingga awal Masehi), periode pramodern (awal Masehi hingga abad ke-16), periode awal modern (abad 16-18 M) hingga periode modern (abad 18 hingga sekarang). Pada tahap pertama dari pintu masuk pameran ditampilkan berbagai hasil pameran dari masa Austronesia yang menampilkan benda-benda seni dari batu dan perunggu, hasil pertukaran diaspora dari Austronesia dan Melanesia. Banyak produk budaya yang ditampilkan, antara lain kapal, penggalan lukisan dari dinding gua, seni dari batu, nekara, dan moko.
Masa pramodern yang merupakan kelanjutan ekspansi budaya maritim merupakan hasil interaksi dengan datangnya pedagang dari India. Pada masa ini terjadi akulturasi budaya. Kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Kutai, Tarumanegara, Kalingga, Sriwijaya, Mataram menjadi bagian dari akulturasi pada periode ini. Benda budaya yang ditampilkan dari periode ini berupa kapal, patung, musik, peta-peta kuno, prasasti dari kerajaan-kerajaan tersebut.
Masa periode awal modern yang dipengaruhi oleh interaksi dengan pedagang dari China menampilkan berbagai bentuk budaya seperti keramik, sutra, porselen daan arsitektur. Lebih ke dalam area pameran, ditampilkan periode awal modern yang dipengaruhi oleh interaksi dengan bangsa-bangsa Eropa lewat jalur perdagangan bumbu. Kota-kota utama di Indonesia yang menjadi pusat yang merekam interaksi ini yaitu Aceh, Banten, Banjarmasin, Ternate, Tidore, Palembang menjadi tempat-tempat yang banyak ditemukan warisan sejarah maritim.
Untuk memeriahkan pameran ini, Indonesia membawa serta sebuah kapal yang dirakit langsung di Museum La Boverie. Adalah Kapal Padewakang, yang dibangun oleh para pembuat kapal tradisional yang didatangkan langsung dari Sulawesi. Kapal Padewakang ini dipilih sebagai ikon budaya maritim di museum ini karena merupakan cikal bakal dari kapal Pinisi yang telah dikenal luas. Padewakang adalah kapal tradisional hasil budaya maritim Indonesia sebelum akhirnya berkembang oleh pengaruh modern yaitu kapal yang menggunakan mesin. Kapal dengan ukuran panjang 11 m, tinggi 7 meter, dan lebar 4 meter ini dibangun di Museum La Boverie dan merupakan kapal ketiga yang dibuat untuk ditampilkan di luar Indonesia setelah dua kapal sebelumnya dibangun dan dilayarkan ke Australia. Keberadaan Kapal Padewakang juga menjadi daya tarik tersendiri pada pameran ini karena nilai sejarah dan keunikan kapal ini menjadi suatu hal yang baru di Eropa yang telah mengambil bagian dalam pembentukan sejarah maritim Indonesia.
Pameran Kingdoms of the Sea Archipel di Liege, Belgia, dibuka pada tanggal 24 Oktober 2017. Acara pembukaan dihadiri Walikota Liege, Willy Demeyer, para narasumber dari pihak Indonesia, yaitu mantan Direktur Museum Nasional Indonesia yang bertindak selaku kurator pameran, Intan Mardiana dan Singgih Tri Sulistiono, peneliti sejarah maritim Indonesia dari Universitas Diponegoro Semarang. Sementara dari pihak Belgia hadir Koordinator Kurator Europalia International, Dirk Vermaelen, dan konsultan peneliti arkeologi dari Ecole Francaise d’extreme Orient, Pierre Yves Manguin. (Desliana Maulipaksi)
Sumber:
Kemdikbud.go.id