You are currently viewing Prasasti Tugu
Prasasti Tugu

Prasasti Tugu

  • Post author:
  • Post category:Cagar Budaya

Prasasti Tugu
Batu
Kampung Batu Tumbuh, kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara
Aksara Pallawa awal
Bahasa Sanskerta
Abad ke-5 Masehi
Tg. 137 cm; D. 80 cm
No. Inv. D. 124

Prasasti Tugu dikeluarkan di masa pemerintahan raja Purnawarman yang memerintah
kerajaan Tarumanagara. Dari semua prasasti-prasasti yang berasal dari masa pemerintahan Purnawarman hanya prasasti inilah yang memuat keterangan terbanyak. Namun sayangnya tidak menuliskan angka tahun meskipun sudah menuliskan unsur-unsur pertanggalan yang lain seperti hari atau tanggal dan bulan.
Prasasti Tugu ditulis dalam aksara Pallawa awal berbahasa Sanskerta dalam bentuk sloka
dengan metrum anustubh. Aksara dipahat dipahat melingkari permukaan batu yang berbentuk bulat telur, dan memiliki hiasan pahatan trisula (tombak bermata tiga) yang memanjang vertikal. Trisula tersebut seolah-olah berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat.

Prasasti Tugu berisi mengenai dua sungai (kanal), Candrabhāga dan Gomati. Sungai
Candrabhāga yang telah digali terlebih dahulu dan airnya mengalir sampai ke laut dan
melewati istana kerajaan Pūrṇawarman yang termasyhur. Raja Pūrṇawarman yang mulia dan mempunyai lengan yang kencang dan kuat memerintahkan penggalian sungai sepanjang 6122 tumbak (±12 km) bernama Gomati. Penggalian Sungai Gomati ini dilakukan pada tahun ke-22 dari masa pemerintahan Pūrṇawarman, dan selesai dalam tempo 21 hari, yaitu dimulai dari tanggal 8 paro-gelap, bulan Phalguna dan selesai tanggal 13 paro-terang, bulan Caitra.

Disebutkan bahwa Sungai Gomati yang permai dan berair jernih itu mengalir di tengah-
tengah tanah kediaman yang mulia Sang Pendeta neneknda (Sang Pūrṇawarman). Selamatan bagi pekerjaan ini dilakukan oleh para brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan. Dalam sejarah penemuannya, prasasti Tugu ini pada saat ditemukan terkubur di bawah tanah. Hanya bagian puncak prasasti yang terlihat di permukaan tanah setinggi sekitar 10 cm.

Ketika tanah di sekelilingnya semakin tergerus, maka perlahan-lahan batu prasasti ini
semakin muncul ke permukaan, dan oleh masyarakat sekitar disebut sebagai batu tumbuh.
Pada tanggal 4 Maret 1879, Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
mengadakan rapat pimpinan yang membahas penemuan prasasti Tugu. J.A. van der Chijs
dalam rapat tersebut mengusulkan agar prasasti Tugu dipindahkan ke museum. Kemudian
pada tahun 1911, prasasti ini dipindahkan ke museum Bataviaasch Genootschap van Kunstenen Wetenschappen (kini Museum Nasional) atas usaha P. De Roo de la Faille.