You are currently viewing Aktivis Persatuan Pemuda RM. Joesoepadi Danoehadiningrat (3)

Aktivis Persatuan Pemuda RM. Joesoepadi Danoehadiningrat (3)

Selain menempuh pendidikan formal di sekolah,  Joesoepadi juga mendapat pendidikan budaya secara informal dari keluarga dan lingkungan. Ketika ia memasuki usia remaja mulai muncul ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Hal yang paling mendasar dari ajaran Ki Ageng Suryo Mentaram adalah tentang pentingnya kedudukan pribadi dalam seluruh aspek kebudayaan. Bila ajaran Jawa sebelum Ki Ageng Suryomentaram hanya menempatkan pribadi sebagai bagian dari rantai kosmologi Tuhan – raja – kawula dengan raja sebagai sentral, maka lewat Pengawikan Pribadi Ki Ageng Suryomentaram telah merubah posisi Raja – Kawula itu ke tempat yang setara di hadapan “pribadi”.

Ki Ageng Suryomentaram terlahir bernama Bendara Raden Mas Koediarmadji pada 22 Mei 1892, sebagai putra ke 55 dari Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandoyo, putri dari Patih Danurejo VI yang kemudian bernama Pangeran Cakraningrat. BRM Kudiarmadji terhitung adalah paman dari R.M. Joesoepadi Danoehadiningrat.

Setelah mengalami proses perenungan batin Bendara Raden Mas Koediarmadji memutuskan mengajar budi pekerti kepada masyarakat. Karena aktivitas pengajarannya kepada masyarakat B.R.M Kudiarmadji diberi gelar oleh masyarakat sebagai Ki Gede Suryomentaram. Selain mengajar kesibukannya yang lain adalah hadir dalam kegiatan sarasehan Selasa Kliwon bersama Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang kemudian menjadi Ki Hajar Dewantara.

Masalah yang dibicarakan dalam sarasehan itu adalah keadaan sosial-politik di Indonesia. Kala itu sebagai akibat dari Perang Dunia I yang baru saja selesai, negara-negara Eropa, baik yang kalah perang maupun yang menang perang, termasuk Negeri Belanda, mengalami krisis ekonomi dan militer. Saat-saat seperti itu dirasa merupakan saat yang sangat baik bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda.

Dalam sarasehan setiap Selasa Kliwon itu akhirnya disepakati untuk membuat suatu gerakan moral dengan tujuan memberikan landasan dan menanamkan semangat kebangsaan pada para pemuda melalui suatu pendidikan kebangsaan. Pada tahun 1922 didirikanlah pendidikan kebangsaan dengan nama Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara dipilih menjadi pimpinannya, Ki Gede Suryomentaram diberi tugas mendidik orang-orang tua. Dalam Sarasehan Selasa Kliwon inilah, sebutan Ki Gede Suryomentaram diubah oleh Ki Hajar Dewantara menjadi Ki Ageng Suryomentaram.

Nilai-nilai nasionalisme dan sikap egaliter yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram banyak menarik minat generasi muda di lingkungan Keraton Kesultanan Yogyakarta, termasuk pada diri R.M. Joesoepadi Danoehadiningrat. Joesoepadi beserta kerabat dan teman-temanya di lingkungan keraton berinisiatif membentuk organisasi ”Budi Seneng” yang mempelajari dan mengamalkan ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Ajaran itu juga membentuk karakter nasionalis dalam diri Joesoepadi. Hal itu yang mendorong Joesoepadi untuk tampil memperjuangan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa dalam ajang perjuangan pemuda pergerakan. Perjuangan tersebut tampak ketika ia aktif di Jong Java, Pemuda Indonesia, Kongres Pemuda Kedua, Komisi Besar Indonesia Muda dan di organisasi Indonesia Muda.

sumber : Aktivis Persatuan Pemuda: R.M. Joesoepadi Danoehadiningrat. Cetakan Kedua. Diterbitkan oleh Museum Sumpah Pemuda 2010.