You are currently viewing Bertemunya Museum, Galeri dan Monumen Se-Indonesia
Temu museum, galeri dan monumen se-DKI Jakarta

Bertemunya Museum, Galeri dan Monumen Se-Indonesia

Kamis, 28 Juni 2018 di Museum Basoeki Abdullah diselenggarakan kegiatan sebagai bentuk kerjasama Museum Basoeki Abdullah dengan AMIDA Paramitha Jaya. Kegiatan rutin yang kerap disebut Temu Museum, Galeri dan Monumen, atau yang kerap disingkat sebagai MUGALEMON pada kali ini bertemakan “Museum sebagai inspirasi, ruang kontemplasi dan wahana kreatuvitas masyarakat.”

Pada kegiatan itu tampil tiga pembicara, yakni Pak Budi Trinovari (Kepala Museum Mandiri), Pak Berthold Sinaulan (Arkeolog, Pewarta, Pegiat Komunitas), dan Ibu Daisy P. Poegoeh (Psikolog dari Rumah Sakit Jiwa Lawang). Bertindak sebagai moderator Pak Nurdyansyah, aktivis komunitas.

Menghidupkan Kota Tua Jakarta

Pak Budi menguraikan sejarah tampilnya komunitas di Museum Mandiri dalam rangka menghidupkan aktivitas di Kota Tua Jakarta. Kegiatan komunitas, menurut Pak Budi, dimulai pada 2005 karena waktu itu banyak ruangan di Museum Mandiri kosong. Dulu yang namanya komunitas bebas mau pakai apa saja.

Ada komunitas fotografi yang bebas naik meja bahkan bagian tertinggi museum untuk mengambil foto. Ada lagi komunitas membatik, pramuka, dan musik. Tentang musik, yang mula-mula bergiat adalah marching band dan tanjidor. Para pemainnya adalah anak-anak muda karyawan Bank Mandiri.

Namun dalam perjalanannya beberapa komunitas pernah melakukan hal negatif, misalnya mabuk, seperti yang dilakukan oleh komunitas musik cadas. Nah, karena itulah kata Pak Budi, lalu diadakan seleksi. “Dengan adanya kegiatan, komunitas hidup, museum pun hidup,” kata Pak Budi. Ya, komunitas dan museum saling menghidupkan.

Memperkenalkan museum

Pak Berthold Sinaulan menambahkan, komunitas sangat berarti. Komunitas pun harus mendukung satu sama lain. Selama ini Pak Berthold menggeluti banyak komunitas, seperti di bidang prangko, kartu pos, pramuka, Tintin, dan numismatik.

Menurut pengalamannya, komunitas bisa memperkenalkan museum. Biasanya berupa tulisan di media cetak atau media daring. Komunitas bisa membantu museum, misalnya memperbaiki pakaian pramuka yang kurang lengkap di Museum Sumpah Pemuda.

Komunitas bisa mempublikasikan hasil penelitian untuk membantu museum. Ia mencontohkan sebuah kartu pos lama yang ditulis untuk dr. Boentaran Martoadmodjo. Ternyata yang bersangkutan adalah Menteri Kesehatan pertama RI. Juga tentang uang-uang lama ORIDA (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah), yang dilakukan oleh CORE (Club Oeang Revolusi).

Menurut Berthold, sebaiknya museum membuat kartu pos bergambar koleksi adikarya setiap museum. Setelah itu diberi stempel museum. Nah, kartu pos ini dijual kepada pengunjung untuk kenang-kenangan mereka.

Sedangkan Daisy P. Poegoeh menguraikan aktivitas komunitas lukis untuk pasien Rumah Sakit Jiwa Lawang (Jawa Timur). Meskipun dalam kondisi tidak normal, ternyata mereka mampu melukis layaknya orang normal. Bahkan ada lukisan yang ‘menjiplak’ lukisan maestro Basoeki Abdullah.

Temu Mugalemon dibuka oleh Ketua Paramita Jaya, Yiyok T. Herlambang. Kegiatan ini dihadiri oleh staf museum, pemerhati museum, komunitas, dan peminat budaya. Acara kemudian diakhiri halal bihalal dan makan siang bersama.

Yuk kita kunjungi dan belajar di museum, temui kreatifitas dan inspirasi kalian di museum.