Xie Dongming: Realis Tapi Tidak Mengejar Kemiripan

0
1859

Berbekal lukisan realis, ia mendunia. Namun bukan kemiripan yang dikejar, dari menggali lapisan-lapisan di balik permukaan potret sebuah wajah, Xie Dongming justru berusaha menyuguhkan lebih dari sekedar catatan identitas visual seseorang. Apakah yang disuguhkan sang pelopor seni lukis realis China ini?

————

Seni rupa, baginya seakan adalah potret figur. Siapapun yang ditemuinya adalah lapisan-lapisan narasi yang menjadi kumpulan sinyal-sinyal, memenuhi alam pikirannya. Sinyal itulah yang memerintahkannya untuk menggerakkan jari-jemarinya memainkan kuas, memilih warna cat, menentukan komposisi, dan menggoreskannya dalam bidang kertas. Terkadang ia meninggalkan kertas karena tergoda oleh kanvas. Namun bukanlah orang yang ditemuinya yang ia lukiskan. Ia tidak mengejar kemiripan dalam sapuan kuasnya. Itu hanyalah sebuah permukaan yang bermakna sempit baginya. Ia mengejar makna yang lebih luas dengan melihat, mengamati, mendalami, menggali lapis demi lapis, di balik permukaan setiap wajah. Ia berusaha menggali pandangan, pengalaman hidup, budaya, yang semuanya dapat dirangkum dalam sebuah istilah, identitas visual. Inilah tujuan utama dari potret figur beraliran realis yang dilukisnya dengan pendekatan ekspresif, yang acapkali mengundang perasaan simpati dan menggungah emosi bagi siapapun yang melihat lukisannya.

Ia adalah Xie Dongming, seorang profesor seni lukis di Central Academy of Fine Arts – Beijing, yang menjadi salah satu tonggak pendidikan tinggi seni rupa di China. Perupa kelahiran Beijing 1959 ini juga berpengaruh dalam perkembangan mutakhir seni rupa China. Dongming yang telah mengikuti berbagai pameran di mengikuti pameran di berbagai negara, beberapa diantaranya di Singapura, Bangladesh, Jepang, Rusia, Italia, Prancis, Jerman, Finlandia, Hungaria, Inggris, dan Amerika Serikat ini, memiliki kecenderungan mengerjakan karya lukisan potret orang yang ia temui dalam perjalanan studinya ke berbagai pelosok budaya-budaya lokal. Seperti pada pameran tunggal pertamanya di Galeri Nasional Indonesia (Gedung D) yang digelar mulai 14 hingga 24 Februari 2017, Dongming menyuguhkan potret-potret wajah dan figur orang-orang yang diteuinya dalam penjelajahannya di daratan China dan Indonesia (Yogyakarta) untuk menerjemahkan judul yang diusungnya, “Selfscape”.

Ekspresif, Sebuah ‘Pemandangan Diri’

Karya Xie Dongming berjudul Elderly Woman yang sedang dipamerkan dalam Pameran “Selfscape” di Galeri Nasional Indonesia.

Selfscape adalah soal tentang ‘pemandangan diri’. Dituturkan kurator pameran ini, Rizki A. Zaelani, Selfscape merupakan upaya perluasan cara memahami diri yang dikerjakan Xie Dongming dengan meraih intensi ‘pengalaman yang mendalam’ tentang orang lain secara ekspresif dan mengandung nilai emosi. Dongming sebagai salah seorang pelopor kemajuan seni lukis realis China, memang menciptakan karya yang tidak sepenuhnya realistik, namun tak pernah lepas dari sifat ekspresif. Inilah cara Dongming mengajak para penikmat lukisannya untuk melihat ‘ke dalam diri’ seseorang. Salah satu ekspresi yang ditunjukkannya adalah tersenyum. Itu tergambar dalam beberapa karyanya di pameran kali ini. Seperti pada karya yang dibuat dengan media cat minyak pada kanvas berjudul Hop, The Purang Sun I, dan Elderly Woman. Ketiganya menampilkan potret wajah wanita berbeda, yang apabila ditata berjajar seakan menunjukkan gradasi pertambahan usia yang semakin menua. Benang merah yang mengikat ketiganya adalah senyum yang berkembang di bibir para wanita itu. Senyum juga ditampilkan dalam figur seorang lelaki bertelanjang dada dan kaki yang hanya mengenakan celana pendek dan topi. Karya berjudul Blazing hasil goresan cat akrilik pada kertas ukuran 200 x 70 sentimeter itu menampikan sosok lelaki yang seakan-akan sengaja memasang gaya untuk difoto. Yang menarik dari keempat karya tersebut, meski sama-sama tersenyum, emosi dalam senyum keempat sosok itu terasa begitu berbeda. Rupanya inilah yang menjelaskan kehebatan Xie Dongming sebagai pelukis potret realis yang mampu menggali keunikan ekspresi yang seakan mirip namun ternyata tidak mirip sama sekali dari setiap model yang dilukisnya.

Salah satu karya Xie Dongming berjudul Haliqia on the Grassland

Tak hanya soal senyum, Dongming juga melukis modelnya dengan ekspresi lain. Kali ini pertaliannya adalah merenung dengan penanda gambar figur yang menempelkan jemarinya pada bibir. Pada karya Conteplating, Dongming menggoreskan cat minyak pada kanvas ukuran 30 x 40 sentimeter menjadi sebuah potret seorang lelaki dewasa. Kesan yang dapat ditangkap dari ekspresi lelaki ini adalah sebuah renungan kesedihan. Dengan posisi yang mirip, ia menggambarkan sesosok wanita dewasa berkerudung merah, berbaju merah dengan rompi keunguan, yang juga sedang menempelkan jemari pada bibirnya. Namun lukisan berjudul Stranger dengan media cat akrilik pada kertas ukuran 72 x 115 sentimeter ini bukannya mengesankan kesedihan, melainkan lebih berkesan merenung dengan pandangan kosong. Lain pula dengan Haliqia on the Grassland. Lukisan bermedia cat akrilik pada kertas ukuran 72 x 115 sentimeter ini menggambarkan sesosok wanita berkerudung kecokelatan mengenakan busana biru muda bermotif kotak-kotak. Meski ia dilukiskan menempelkan jemari di bibirnya, namun ekspresi yang dapat ditangkap dari figur ini justru bukan kesedihan atau renungan dengan pandangan kosong, melainkan lebih mendekati pada emosi bahagia.

Memang kesan yang ditangkap dan interpretasi dari sebuah lukisan tidak persis sama bagi orang yang berbeda. Dan memang Dongming tidak menggiring para penikmat lukisannya untuk melihat catatan detail keterangan yang bersifat obyektif dari lukisan-lukisan potretnya. “Dongming mencoba bersikap ‘jujur’ menghadapi realitas yang disuguhkan tiap-tipa model yang dipilihnya,” ujar Rizki. Ia melanjutkan, lukisan mengenai seseorang yang dikerjakan Dongming tidaklah sepenuhnya tentang seseorang tersebut melainkan juga tentang sebuah perjalanan mencapai manifestasi terhadap keindahan. Bagaimanapun, apresiasi terhadap nilai keindahan tidak hanya berhenti pada pengalaman mengenal dan menyerap data-data visual ataupun seluruh keadaan yang bersifat fisikal, melainkan menerus dalam ruang pengalaman imajinatif yang tak terbatas. “Dalam cara penghayatan yang optimal, bahkan, dinyatakan bahwa seluruh [daya dari] karya seni pada dasarnya akan melampaui segala hal yang bersifat nyata,” pungkas Rizki.

*dsy/GNI