Setelah puluhan tahun berkarya, perupa V.A. Sudiro (76 tahun) menggelar pameran tunggalnya bertajuk “Samar-samar Semar Sudiro” di Galeri Nasional Indonesia. Ini merupakan pameran tunggal perdana yang diselenggarakan secara roadshow di beberapa kota. Sebelumnya pada 2015, gelaran pameran ini telah diselenggarakan di Yogyakarta. Pada 2016 ini, pameran serupa akan dilangsungkan di Galeri Nasional Indonesia, tepatnya di Gedung A, pada 15–28 April 2016.
Dalam pameran ini, V.A. Sudiro menampilkan sosok Semar yang menjadi ciri khasnya, ke dalam wujud 32 karya lukis cat minyak, 7 karya batik, 4 karya lukis cat air, 2 buah patung perunggu, dan 20 buah patung fiberglass. Dalam berbagai cerita, Semar digambarkan sebagai tokoh yang selalu mengingatkan sesamanya untuk selalu kembali kepada kebenaran. Itulah mengapa kuncung pada bagian kepala dan telunjuk kanan mengarah ke atas. Melalui Semar yang divisualisasikan secara surreal dengan aura mistik ini, V.A. Sudiro berbicara tentang simbol-simbol kekuasaan, bisnis, serta dinamika kota metropolitan koeksis, yang membentuk suatu jenis kehidupan baru.
V.A. Sudiro—atau Valentinus Atmo Sudiro—telah lama bergelut di dunia seni rupa. Seniman kelahiran Yogyakarta, 27 Desember 1938, ini pernah berkontribusi dalam proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, sekitar tahun 1964–1965. “Bagi Galeri Nasional Indonesia, tentu saja pameran ini bukan semata untuk memberi ruang, menunjukkan karya dan eksistensi perupa V.A. Sudiro, melainkan juga sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan atas peran dan dedikasinya bagi perkembangan seni rupa Indonesia. Selain itu, pameran ini juga diselenggarakan agar masyarakat seni rupa atau publik yang berada di Jakarta dan sekitarnya memiliki kesempatan untuk mengunjungi dan mengapresiasi karya-karya V.A. Sudiro,” jelas Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana.
Pameran Tunggal V.A. Sudiro “Samar-samar Semar Sudiro” juga akan dimeriahkan dengan Peluncuran Buku Retrospektif V.A. Sudiro. Buku ini memaparkan tentang Sang Pelukis dan karya-karyanya dari sudut pandang tiga penulis, yaitu Sindhunata, M. Dwi Maryanto, dan Suwarno Wisetrotomo, serta melibatkan fotografer Surisman Marah.
*dsy/GNI
