Menerjemahkan Estetika

0
1393
Suasana Seminar Estetik #2 Galeri Nasional Indonesia di Denpasar, Bali
Suasana Seminar Estetik #2 Galeri Nasional Indonesia di Denpasar, Bali

Seminar Estetik #2 bertajuk Larut: Seni, Pengalaman dan Pengetahuan telah digelar Galeri Nasional Indonesia di Institut Seni Indonesia Denpasar, Bali, pada 18 September 2015. Acara ini merupakan putaran ketiga sekaligus terakhir, setelah sebelumnya diselenggarakan di Yogyakarta dan Bandung.

Di Bali, Seminar Estetik #2 menghadirkan Edi Sedyawati, Ida Bagus Agastia, dan Mardohar BB Simanjuntak sebagai pembicara. Sedangkan sebagai moderator adalah IB Darmasuta, IG Mugi Raharja, dan Warih Wisatsana.

Para pembicara mengetengahkan estetika dengan mengambil benang merah yaitu keindahan. Seperti yang dikatakan Edi, “Estetika pada dasarnya membicarakan kaidah keindahan”. Menurutnya ada empat ‘urusan’ dalam kaidah keindahan, yaitu perwujudan bentuk-bentuk, aplikasi seni dalam berbagai kebutuhan hidup, adanya perbedaan antarbudaya dalam perwujudan bentuk keindahan dan aplikasi seni di kehidupan, serta ‘daerah’ berlakunya estetika.

Sedangkan Mardohar menelisik estetika dengan mengetengahkan problematika estetika Kantian yang merupakan hasil pemikiran Immanuel Kant. Dipaparkannya, Kant menganggap estetika sebagai puncak pencapaian eksplorasi pemikiran manusia yang bahkan melampaui rasio murni dan rasio praktis. Kant menuntut keadiluhungan sebuah karya seni yang sarat dengan the sublime yang akan menuntut setiap pengamatnya ke noumena—hal yang ada pada dirinya sendiri—, juga kehadiran “para jenius” yang siap menjadi “pewahyu” yang akan mencerahkan siapa saja yang mengalaminya dengan berbagai bentuk cara berkesenian. “Bila membentuk estetika nusantara lewat Kant, kita akan sampai pada sebuah pewacanaan yang sangat padat dan dijejali dengan argumen-argumen yang membuat kita harus merenung untuk merenung saja. Namun ada kabar baik dari Kant sebagai forma estetika: setidaknya ada pukauan—sergapan pengalaman estetik— yang harus menjadi pelengkap dari setiap aktivitas estetik kita,” terang Mardohar.

Dilanjutkan Ida Bagus Agastia, estetika dalam karya seni juga perlu dipandang dari proses menikmatinya. “Menikmati estetika atau keindahan sebuah karya seni berarti menikmati rasa. Rasa adalah kebahagiaan tertinggi atau tak terbatas,” tegasnya. Kenikmatan muncul dalam proses “mengunyah rasa” dan pada puncaknya penikmat larut dan melupakan semua yang lain, ia hanya merasakan kesenangan murni. “Jadi rasa tidak saja didapat oleh sang pencipta, tetapi juga oleh penikmat karya itu,” lanjut Agastia.

*dsy/GNI