Galeri Nasional Indonesia Mencetak Apresiator Seni yang Terhebat

0
811

Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663
Program Bimbingan dan Edukasi "Menjadi Apresiator Seni yang Terhebat" di Galeri Nasional Indonesia berlangsung seru.
Program Bimbingan dan Edukasi “Menjadi Apresiator Seni yang Terhebat” di Galeri Nasional Indonesia berlangsung seru.

Galeri Nasional Indonesia —Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan— telah menggelar Program Bimbingan dan Edukasi “Menjadi Apresiator Seni yang Terhebat” pada 12 Desember 2015 di Ruang Serba Guna Galeri Nasional Indonesia (GNI). Program ini merupakan leader project untuk mencetak apresiator seni yang hebat (memiliki etika dan kualitas baik dalam mengapresiasi karya seni rupa).

Dalam mencetak apresiator seni yang hebat, program ini mengusung konsep unik. 100 orang peserta yang terdiri dari siswa/siswi SMP/SMA dan guru seni budaya se-Jabodetabek, diajak untuk mengapresiasi karya Pameran Tetap Koleksi GNI dengan dipandu Tunggul Setiawan (Edukator GNI) dan Aola Romadhona (Edukator GNI). Para peserta yang hampir seluruhnya merupakan anak muda antusias selfie dan berfoto bersama di depan karya. Banyak dari peserta yang melakukan aktivitas kurang baik saat mengapresiasi karya. Seperti berpose terlalu dekat dengan karya, menempel pada karya, bahkan sengaja menyentuh karya. Aktivitas para peserta di dalam ruang pamer tersebut difoto secara tersembunyi oleh panitia.

Setelah itu, para peserta diajak ke Ruang Serba Guna untuk menerima materi dari para narasumber yaitu Suwarno Wisetrotomo (Kurator GNI dan Dosen ISI Yogyakarta), Citra Smara Dewi (Kurator GNI dan Dekan FSRD IKJ), dan Zamrud Setya Negara (Kasie Pameran dan Kemitraan GNI sekaligus Motivator). Zamrud menunjukkan kepada para peserta, hasil jepretan panitia yang menangkap moment para peserta sedang berpose atau melakukan tindakan kurang baik saat mengapresiasi karya. Foto-foto tersebut membuat para peserta riuh karena menertawakan pose mereka sendiri. Zamrud mengungkap, bahwa pose atau tindakan yang kurang baik saat mengapresiasi karya tersebut seharusnya tidak dilakukan. “Tindakan menempel pada karya atau menyentuh karya bisa berdampak pada kerusakan karya,” ucap Zamrud. “Menyentuh karya membuat keringat, minyak di jari, dan sidik jari tertinggal pada karya. Hal tersebut merupakan tindakan yang mengarah pada perusakan karya,” tambah Citra.

Tindakan yang mengarah pada perusakan karya perlu dihentikan mulai dari sekarang. Apresiator seharusnya bisa menghargai karya seni. “Karya seni itu penting dilestarikan karena karya seni menyimpan narasi sejarah yang panjang,” tegas Suwarno. Sebuah karya seni bisa mengungkap biografi senimannya, latar belakang cerita di balik karya tersebut, hingga realitas sosial di zaman pembuatan karya maupun yang digambarkan dari karya tersebut. Karena itulah program ini berusaha mencetak apresiator seni yang hebat dengan tujuan untuk menghargai dan melindungi karya seni.

Setelah mendapatkan pendalaman materi, para peserta diajak kembali mengapresiasi karya Pameran Tetap Koleksi GNI. Hasilnya, para peserta bisa menerapkan bagaimana menjadi apresiator yang hebat, bahkan mampu mengingatkan/menegur apresiator lain saat melakukan hal-hal yang kurang baik di dalam ruang pamer. Hal tersebut membuktikan bahwa program ini mampu mencetak kader inisiator yang akan menularkan etika, sikap, dan perilaku yang baik dalam mengapresiasi karya seni rupa kepada lingkungan terdekatnya atau bahkan orang baru di sekitarnya.

*dsy/GNI