Galeri Nasional Indonesia ajak publik paham sikap mengapresiasi karya yang benar

0
964

Sebagai upaya dalam mengembangkan pengetahuan dan wawasan bidang seni rupa, Galeri Nasional Indonesia menggelar Program Edukasi dan Bimbingan “Menjadi Apresiator Seni yang Terhebat” pada 29 Agustus 2017, pukul 09.00 WIB, di Ruang Serbaguna Galeri Nasional Indonesia. Program yang diselenggarakan setiap tahun oleh Galeri Nasional Indonesia ini berusaha untuk mencetak apresiator seni yang beretika dan berkualitas. Selain itu juga merupakan suatu usaha untuk menciptakan para kader inisiator yang dapat menularkan sikap, etika, dan perilaku yang baik saat mengapresiasi karya kepada individu lain di lingkungan mereka masing-masing.

Program Program Edukasi dan Bimbingan “Menjadi Apresiator Seni yang Terhebat” sebetulnya menjadi bentuk Galeri Nasional Indonesia dalam merespon fenomena yang sering kali terjadi di ruang pamer. Fenomena yang dimaksud adalah sikap para apresiator yang tidak dibenarkan saat mengapresiasi karya seni di ruang pamer, seperti tindakan menyentuh dan berfoto menggunakan flash/blitz kamera. Terlebih jika menilik lebih jauh, saat ini tren swafoto atau sering disebut selfie menjadi ramai dilakukan oleh masyarakat terutama kaum muda. Akhirnya, fenomena yang terjadi para pengunjung Galeri/Museum seringkali berfoto dengan flash/blitz kamera sambil berpose dengan menyentuh karya.

Fenomena itulah yang akhirnya direspon oleh Galeri Nasional Indonesia sebagai institusi dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menjalani salah satu tugas edukasi seni rupa. Melalui materi yang disampaikan, para peserta diberi pengetahuan jika menyentuh karya akan membuat karya tersebut terkena kotoran, debu, dan minyak yang ada ditangan. Sedangkan flash/blitz kamera dapat memicu reaksi oksidasi pada lapisan varnish karya.

Untuk menyampaikan pemahaman tersebut, Galeri Nasional Indonesia menghadirkan konsep berupa aktivitas yang mengajak para peserta untuk berkeliling ke ruang pamer. Setelah itu kegiatan para peserta akan didokumentasikan secara khusus, kemudian ditampilkan dihadapan para peserta saat pemberian materi, sehingga dapat menjadi contoh manakah sikap/perilaku yang baik dan kurang baik dalam mengapresiasi karya seni. Galeri Nasional Indonesia sengaja menjadikan peserta sendiri sebagai contoh agar mereka lebih mudah menginternalisasikan etika, sikap, dan perilaku yang baik dalam mengapresiasi karya seni rupa. Selain itu, keterlibatan Guru Seni Budaya sebagai peserta ditujukkan agar para guru tersebut dapat memberikan contoh, menanamkan, dan mengarahkan para anak didiknya untuk menjadi apresiator seni yang hebat.

Kegiatan ini diikuti oleh 175 peserta yang terdiri dari pelajar dan guru seni budaya se-Jabodetabek. Peserta yang telah mengikuti program bimbingan dan edukasi “Menjadi Apresiator Seni yang Terhebat” ini, diharapkan dapat menyadari dampak negatif dari sikap dan perilaku yang tidak dibenarkan dalam mengapresiasi karya seni. Semoga acara ini mampu menciptakan para apresiator seni yang terhebat!

*fii/GNI