Dramaturgi Pameran Conversation

0
721
Suasana pembukaan Pameran “Conversation: Endless Acts in Human History” di Galeri Nasional Indonesia
Suasana pembukaan Pameran “Conversation: Endless Acts in Human History” di Galeri Nasional Indonesia

Pameran “Conversation: Endless Acts in Human History” telah resmi dibuka pada Kamis malam, 14 Januari 2016 di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Pameran ini menyajikan karya-karya apik hasil kolaborasi perupa lintas negara, yaitu Entang Wiharso (Indonesia) dan Sally Smart (Australia), dengan kurator Suwarno Wisetrotomo (Indonesia) dan co-kurator Natalie King (Australia).

Berbicara tentang karya-karya Entang dan Sally, Suwarno mengutip kalimat masing-masing perupa tersebut. “Mengutip kalimat Entang Wiharso, karya-karya ini seperti menggaruk rasa gatal. Saya memaknai kalimat tersebut seperti ini, ada aktivitas yang dilakukan secara berulang-ulang, ada rasa perih, namun nikmat sehingga seperti ketagihan. Sedangkan Sally berkata, karya-karyanya seperti menambal sobekan yang kemudian tertambal namun meninggalkan bekas,” lanjut Suwarno.

Kalimat Entang dan Sally tersebut memang berbeda, namun menurut Suwarno keduanya meninggalkan jejak dan memiliki cara kerja yang setipe. “Mereka memotong, menggunting, membuang, merekonstruksi, memotong lagi, menggunting lagi, begitu seterusnya. Pola kerja seperti itu tidak direncanakan seratus persen, tapi merupakan pilihan cara kerja mereka,” papar Suwarno.

Selain cara kerja, kedua perupa juga memiliki kemiripan gagasan. Entang dan Sally sama-sama menyajikan percakapan manusia dan kemanusiaan sepanjang hayat. “Saya mengembangkan isu toleransi, menembus pagar jeruji tentang etika. Ketika etika dilanggar, maka akan bertransformasi menjadi binatang. Manusia membuat kekerasan untuk kesenangan, sedangkan binatang untuk bertahan hidup,” papar Entang mengenai salah satu pesannya dalam karya-karyanya.

Gagasan Entang tersebut diwujudkannya dalam karya intalasi berbahan aluminium yang menjadi ciri khasnya. Namun dalam pameran kali ini, Entang juga menyajikan sesuatu yang baru. Ia mencoba bermain dengan bahan akrilik. Entang menempatkan potongan-potongan ingatannya dalam banyak akrilik ukuran kecil-kecil sehingga tersusun lembaran memorinya dalam sebuah karya berjudul Self Portrait. Selain itu, Entang juga menampilkan karya patung instalatif.

Sedangkan Sally menunjukkan kekentalan gayanya dengan karya kolase instalatif berbahan mixed media. Selain mengusung pesan moral dan sosial, Sally juga menyuntikkan isu lingkungan hidup pada beberapa karyanya. Sally dalam sambutannya tidak banyak bercerita tentang karyanya. Ia justru lebih banyak berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukungnya sehingga sukses menyelenggarakan pameran ini bersama seniman Indonesia di Indonesia. “He is a most wonderful friend,” puji Sally ditujukan pada Entang.

Senada dengan Sally, Natalie King juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak, karena menurutnya terselenggaranya pameran ini membutuhkan banyak usaha dari berbagai pihak, seperti Kedutaan Besar Australia, Galeri Canna, Galeri Nasional Indonesia, kedua perupa, dan seluruh pihak yang telah mendukung. “Pameran ini membawa saya melihat sesuatu yang mengangkat sosio–kultur–emosional. Bagi saya, berkesenian adalah opini untuk meyatakan pendapat,” tutur Natalie.

Merespon karya Entang dan Sally, Kepala Galeri Nasional Indonesia, Tubagus ‘Andre’ Sukmana mengungkap, “Karya-karya Entang Wiharso dan Sally Smart memberi banyak sekali inspirasi, pertanyaan, dan membaca apa yang sebenarnya ingin didialogkan,” ucapnya. Dialog tersebut, menurut Suwarno, tidak hanya dibatasi di lingkaran ruang pamer saja, namun juga direspon dengan dikaitkan realitas peristiwa bom yang mengguncang kawasan Sarinah, Jakarta, yang terjadi bersamaan dengan hari pembukaan pameran tersebut. “Peristiwa pengeboman itulah yang membuat suatu dramaturgi kehidupan dalam pameran ini. Peristiwa ini juga yang membuat pameran Entang Wiharso dan Sally Smart menjadi penting karena membawa pesan melawan kekerasan dengan jalan kesenian,” jelas Suwarno.

Ditanggapi Tommy Sutomo, salah satu pendiri Galeri Canna, menggelar pameran seni rupa di tengah kondisi Jakarta yang baru saja terguncang, merupakan bukti kesungguhan bahwa Entang dan Sally membuat event ini secara all out. “Mereka juga telah mempersiapkan pameran ini secara matang, sejak 2013. Pameran ini merupakan bentuk persahabatan antara Indonesia dan Australia” ujar Tommy.

*dsy/GNI