Tari Rabbani Wahid

0
2763

Tari Rabbani Wahid merupakan tarian yang berasal dari pesisir Aceh yang disusun oleh TM Daud Gade pada tahun 1989 di Desa Songsa, Kecamatan Simalanga, Kabupaten Bireuen. Nama Rabbani Wahid adalah istilah yang dibuat oleh TM Daud Gade berdasarkan syair yang dibacakan dalam tradisi “meugrob” yang telah lama hidup dan berkembang di daerah Samalanga dan sekitarnya. Rabbani Wahid mengandung arti Allah SANG Rabbi Yang Satu. Pujian terhadap Alloh dan Rasullullah,nasehat, riwayat, dikumandangkan sepanjang tarian ini berlangsung dan semuanya bermuara pada upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa.Syair tersebut kebanyakan bersumber dari meugrob yang berasal dari Syekh Muhammad Saman. Adapun yang dimaksud dengan meugrob adalah gerakan melompat -lompat yang dilakukan oleh sekelompok remaja atau orang dewasa dengan saling bergandengan tangan sambil membaca ” Allohu” dan “La Illaha Illallah ” secara berulang sampai mencapai situasi dan kondisi “puncak”. Kondisi puncak dalam “atmosfer keilahian” tersebut hanya bisa dirasakan oleh para pelakunya . Salah satu tanda mereka telah berhasil mencapai kondisi tersebut, biasanya pelakunya jatuh tak sadarkan diri dengan rasa puas secara spiritual yang tak terhingga. Mereka baru sadar dan bangun setelah terdengar takbir Idul Fitri atau azan. Biasanya meugrob dilaksanakan pada malam menjelang Idul Fitri bertempat di meusanah/surau yang pada masa lalu masih beralaskan lantai yang terbuat dari kayu. Lantai kayu menghasilkan suara dentuman yang keras dan ekspresif pada saat meugrob berlangsung, sehingga suara yang dihasilkan dari hentakan kaki para pelaku sampai jauh terdengar.

Meugrob pada awalnya merupakan salah satu dari ritual pelaksanaan ajaran tarekat Shamaniyah, yang mempunyai 3 (tiga) komponen utama, yaitu baiat, zikir, dan muraqabah.Di dalam meugrob peserta membaca kalimat zikirulllah yaitu Allah Hu dan La Illaha Illallah secara berulang dengan penuh penghayatan. Dengan membaca secara berulang dan terus menerus mereka mengharapkan dapat masuk ke dalam kondisi di mana seseorang bisa sampai pada suatu “pengalaman spiritual yang tidak biasa”. Dengan demikian meugrob merupakan sarana untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.

Dalam kaitannya dengan Tari Rabbani Wahid, unsur yang terdapat pada meugrob antara lain berzikir sambil melompat, dan kemudian jatuh tak sadarkan diri dan diakhiri dengan takbir yang membangunkan penari, diadopsi menjadi bagian terpenting atau klimaks dari susunan tarian ini. Sampai saat ini Tari Rabbani Wahid masih hidup dan berkembang dengan baik selain di Desa Songsa, juga di Desa Pante Rhieng, Samalanga. Di luar Samalanga, tarian ini diajarkan pula di Banda Aceh bahkan dikembangkan juga oleh diaspora Aceh di Jepang.
Untuk pertama kali Tari Rabbani Wahid dikenal secara nasional, adalah berkat jasa penari/ koreografer/ DosenTari Institut Kesenian Jakarta asal Aceh, Nurdin Daud yang membawa tarian ini pentas di event Festival Istiqlal 1991 di Jakarta. Sejak saat itulah kesempatan pentas demi pentas ke berbagai daerah, menjadi semakin terbuka hingga sekarang.

Komposisi Gerak tari dan maknanya

Pada saat melakukan verifikasi di desa Songsa kami disuguhi demonstrasi tari Rabbani Wahid yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) penari dan 2 (dua) Syeikh Radat semua pria remaja yang berumur mulai dari 12 – 17 tahun. Tarian ini tidak diiringi permainan musik yang menggunakan alat, tapi cukup lantunan nyanyian oleh 2 (dua) orang Syekh Radat yang membawakan syair. Para penari mengenakan busana tari yang terdiri atas celana, baju, kain songket di pinggang dan topi penutup kepala.Sedangkan Syekh Radat memakai pakaian serupa dengan penari, tetapi berbeda warna, yaitu warna kuning.

Mereka menari dalam durasi 12 menit dengan cukup bagus dan enerjik, meskipun dalam keadan berpuasa.Mereka adalah generasi ke IV sejak tari tersebut dibuat pada tahun 1989. Di bawah bimbingan Yuswar Yusuf (penari generasi I) para remaja berlatih secara rutin dan penuh disiplin dua kali dalam seminggu.
Tari Rabbani Wahid pada dasarnya selalu dibawakan dalam 2 (dua) posisi, yaitu duduk dan berdiri. Pada posisi duduk terdapat 7 (tujuh) komposisi gerak dan 3 (tiga) komposisi gerak yang dilaksanakan dalam posisi berdiri.

1) Komposisi gerak pada posisi duduk, yaitu :
a) Duduk bersimpuh berjejer atau Rateb Daek, yang terdiri atas 3 gerakan salam;
b) Gerakan Bismillah;
c) Gerakan Hattahiyatun atau Afdhalul Insan;
d) Gerakan Sultan Maujuudun;
e) Gerakan Salattullah;
f) Gerakan Allah Rabbani;
g) Gerakan Din Awaidin.

Secara garis besar penari pada posisi duduk, betul-betul menggali dan memanfaatkan kemungkinan dari gerakan tangan, torso, dan kelenturan kepala dilakukan secara seragam dan bersama. Tempo tarian yang pada permulaan lambat, kemudian merambat naik, dan akhirnya cepat memerlukan kekuatan dan stamina fisik yang prima. Demikian pula konsentrasi penuh penari dibutuhkan agar tidak terjadi tabrakan gerak antara penari satu dengan yang lainnya.
Kebersamaan dan kekompakan menjadi syarat utama dalam membawakan tarian ini. Setelah bagian posisi duduk telah diselesaikan, maka babak berikutnya adalah Posisi Berdiri atau disebut Rateb Dheng.

2) Komposisi gerak pada posisi berdiri, yaitu :
a) Gerakan Hasan Tsumma Husein;
b) Gerakan Syailellah;
c) Gerakan Allohu.

Berbeda dengan ketika masih duduk, ketiga fase gerak ini dimulai ketika secara perlahan para penari berdiri sambil memainkan jari tengah dan jempol, dan menghentakkan kaki kanannya dengan irama yang semakin cepat.Berikutnya disambung dengan posisi berdiri sempurna bergerak menuju bentuk lingkaran.Proses membentuk lingkaran tersebut dengan gerakan membungkuk dan menengadahkan badan dengan ritme yang semakin cepat. Kemudian sebagai adegan terakhir,para penari bergandengan tangan dalam posisi lingkaran dengan gerakan melompat kesamping kanan dengan irama semakin cepat.

Selanjutnya penari satu persatu tumbang di lantai, sehingga akhirnya tidak satupun penari yang masih berdiri dan melompat. Kemudian Syekh Radat mengumandangkan azan atau takbir, disusul dengan bangkitnya para penari yang membentuk formasi berjajar menghadap ke penonton dan memberi hormat sebagai
Tanda usainya pergelaran tari.
Dalam ragam Tari Rabbani Wahid terdapat beberapa simbol dan makna, antara lain :

a) Bentuk Simpuhberjajar, merupakan simbol berjamaah yang mempunyai arti persatuan dan kebersamaan;
b) Gerak Salam, bermakna bahwa setiap muslim setiap jumpa sesama muslim wajib mengucapkan salam;
c) Gerakan bismillah sebagai simbol kebaikan;
d) Gerakan Hattahiyatun, mana Allah Maha Tahu;
e) Gerakan Sultan Maujuudun, simbol kehidupan di dunia yang fana dan akherat yang kekal;
f) Gerakan Allah Rabbani adalah simbol kesadaran iman;
g) Gerakan Din Awadin, bermakna asal mula jadi;
h) Gerakan Hasan Husein, adalah simbol ratapan kesedihan .Gerakannya melambangkan gendongan;
i) Gerakan Syailellah, simbol kehidupan yang selalu bergerak hingga pada masanya;
j) Gerakan Allohu, gerak yang bermakna keagungan.

Dari simbol dan makna yang terkandung di dalam gerak tari Rabbani Wahid di atas, semakin meneguhkan bahwa sifat dari tari ini religius.Jejak pengaruh tarekat masih sangat menonjol dan itu bersumber dari ajaran tarekat Shamaniyah yang berasal dari Madinah pada abad ke XVIII yang didirikan oleh Syeikh Abdul Karim al Hasan Al Madani, dan di Aceh dikembangkan
oleh Syekh Muhammad Saman.

Meskipun dalam perkembangannya sekarang ini hanya dipentaskan sebagai sarana hiburan atau tontonan semata, namun formasi,gerakan, dan syair yang didendangkan sangat sarat dengan tuntunan.