Salawat Dulang

0
1315

Salawat dulang merupakan sastra debat Minangkabau yang di beberapa daerah seperti di Pariaman dan Payakumbuh juga disebut dengan Salawat Talam. Istilah Salawat dulang atau Salawat talam ini berasal dari dua kata, yaitu salawat yang berarti “salam atau doa untuk Nabi Muhammad SAW” dan dulang atau talam adalah “piring besar yang terbuat dari loyang atau logam” yang biasa digunakan oleh masyarakat Minangkabau sebagai wadah untuk makan bersama. Salawat dulang ini berasal dari Ulakan Pariaman, yang diperkenalkan pertama kali oleh Syeh Burhanuddin, pengembang agama Islam pertama di Minangkabau. Namun, salawat dulang ini kemudian lebih berkembang di dataran tinggi, seperti di daerah Malalo, Kabupaten Tanah Datar.

Pada masa awalnya, pertunjukan salawat dulang adalah media dakwah keislaman tentang bacaan salawat, kajian tarekat, kisah Nabi dan Rasul, dan juga masalah syariat. Namun, dalam perkembangannya berubah menjadi kompetisi uji kemampuan dengan cara saling bertanya-jawab tentang materi-materi dakwah Islam. Karena sudah mulai berkembang menjadi suatu kompetisi, pertunjukan salawat dulang pun tidak lagi dipertunjukkan hanya oleh satu orang atau satu grup (yang terdiri dari dua orang) saja. Akan tetapi, pada satu pertunjukan salawat dulang ditampilkan minimal dua grup (tandaian). Grup-grup petarung ditampilkan secara bergantian dalam tiga sesi atau tanggak, yang tiap-tiap sesi atau tanggak berdurasi lebih kurang 30—50 menit

Salawat dulang merupakan salawat yang diiringi dengan dulang yang terbuat dari tembaga, begitu dipukul maka keluarlah suara yang khas sebagai pengiring syair-syair yang dilantunkan lebih bersifat agamis yang bersifat pesan moral. Proses penyajian begitu pemain berada didepan panggung mereka melantunkan syair yang bersifat salawat, kemudian memberikan kata penghormatan kepada para hadirin yang menyaksikan salawat dulang.

Pemain dilakukan dua orang, mereka saling berbalas-balas syair dalam bahasa minang yang mengandung keadaan situasi zaman, misalnya pergaulan bebas, maka mereka menyindir tentang pergaulan bebas dan akibat dari pergaulan bebas melalui syair-syair tanya jawab yang indah, fungsinya sebagai hiburan tradisional dalam acara alek nagari.
Saat ini, esensi persaingan antar grup dalam pertunjukan salawat dulang tetap bertahan. Memang, di satu sisi ada yang berpendapat bahwa persaingan saat ini tidak seperti dulu. Dulu, grup-grup yang akan bertanding benar-benar seperti akan bertarung habis-habisan. Tidak ada kompromi sebelum tampil. Bahkan, persaingan antar penampil terbawa-bawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Sekarang, antara grup-grup salawat yang akan bertanding justru sering kompromi terlebih dahulu, biasanya mendiskusikan tentang materi dakwah yang akan mereka bawakan agar tidak ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Di sisi lain, ada yang merasakan bahwa justru sekarang persaingan antargrup salawat semakin sengit, yang ditunjukkan oleh keengganan suatu grup untuk berunding atau berkompromi dengan grup rivalnya sebelum tampil.