Orang Kaya Nizami Jamil: Perawat Kebudayaan Melayu Riau

0
2107

Haji Orang Kaya Nizami Jamil—biasa disapa OK Nizami—meyakini pembinaan kebudayaan daerah akan mengokohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai upaya untuk melestarikan dan mewariskan budaya Melayu Riau telah ia lakukan. Praktisi dan birokrat kebudayaan ini telah menulis 25 buku mengenai sejarah dan kebudayaan Melayu Riau. Ia juga mencipta banyak tari langgam Melayu, salah satunya tari makan sirih Persembahan yang menjadi tarian khas dari Provinsi Riau. Pediri Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau ini berharap pergelaran-pergelaran kesenian daerah kembali dihidupkan oleh negara untuk  menjaga rasa kesatuan dan kekayaan bangsa.

 

Selamat datang tuan dan puan

tepak pengasih dari tuan puteri

doa dan rahmat kami persembahkan

semoga tuan dan puan senang hati

 

Bait lagu Makan Sirih mengalun diiringi musik Melayu. Para perempuan menari gemulai, salah satunya mempersembahkan “tepak sirih” (kotak kayu berukir tempat menyimpan sirih) kepada tamu. Siapa sangka tarian itu diciptakan oleh pemuda Riau yang masih duduk di bangku SMA: OK Nizami Jamil bersama rekan sebayanya, Johan Syarifudin. Keduanya mencipta tarian itu untuk Kongres

Pemuda Riau (1957) dalam semangat mempertahankan kesatuan Riau dengan NKRI dalam suasana di bawah kekuatan politik PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Saat itu Riau masih menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Tengah yang ingin melepaskan diri jadi provinsi sendiri. Suasana ini ditangkap PRRI yang berpusat di Padang dengan menjanjikan akan memberikan kemandirian Provinsi Riau di bawah negara PRRI.

Masyarakat yang menolak tawaran itu mengadakan Kongres Pemuda, Pelajar, Mahasiswa Masyarakat Riau di Pekan Baru. OK Nizami yang saat itu bertanggung jawab sebagai ketua kesenian untuk perlehatan kongres, bersama Johan menggarap Tari Makan Sirih untuk pembukaan konggres, karena waktu itu belum ada tari Melayu yang khas dari Riau. Menurut OK Nizami, tarian ini terilhami oleh masyarakat Melayu Riau dan Kerajaan Siak yang terbuka dan menghargai orang yang datang ke tanah mereka, yang berada di persimpangan antara Timur dan Barat di Selat Malaka dan Laut China Selatan.

 

Kedekatan OK Nizami dengan adat Melayu Riau tumbuh sejak dalam kandungan bunda. Ayahnya, Orang Kaya Muhammad Djamil, sekertaris pribadi Sultan Syarif Kasim II di Kerajaan Siak. Ibundanya, E Mariah, dayang-dayang yang juga diasuh dalam adat istiadat Istana. OK Nizami kecil tumbuh di lingkungan istana. Sejak kanak-kanak, penglihatan dan pendengarannya akrab dengan tarian tradisi Melayu seperti tarian Zapin dan teater Makyong, yang setiap malam minggu digelar di istana. Anak bungsu dari 15 bersaudara ini juga telah menari dan melukis potret pahlawan-pahlawan nasional sejak kelas II SD. Saat orangtuanya mengirim OK Nizami ke SMP Kurai di Bukit Tinggi, remaja ini mendalami kebudayaan Minangkabau dan diangkat menjadi Ketua Kesenian Persatuan Siswa Minangkabau (PSM). Ia kembali ke Riau saat terjadi pemberontakan PRRI.

Dalam suasana diawasi CPM PRRI, yang saat itu memiliki kekuatan besar di Riau, strategi berkesenian menjadi pilihan yang dirasa tepat untuk tetap mendukung persatuan NKRI. Di rumah orangtuanya di Jalan. Jawa 14, Pekanbaru, OK Nizami mengundang teman-temanya. Mereka berlatih tari Serampang 12, Mak Inang Pulau Kampai, Tanjong Katong, Zapin, dan tari Joget. Para penarinya terdiri atas pemuda-pemudi yang berjuang untuk Provinsi Riau. Saat Riau bebas dari pengaruh PRRI dan sepenuhnya kembali ke NKRI (1958), para penari ini lulus SMA.

Meskipun ayahnya mengharapkan OK Nizami melanjutkan ke Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di Malang, anak laki-laki satu-satunya ini malah memilih melanjutkan ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di YogYakarta. Di samping membuat spanduk, poster, baleho dan pameran seni rupa, di Kota Gudeg ini ia membuka kelas tari-tari Melayu dan terus mengembangkan karya perdananya, tari Persembahan. Di kemudain hari (2009), ketika ia menjadi pediri Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau, tarian ini dibakukan. Sejarah, filosois dan tata gerak tari ini ia tulis dan diterbitkan dalam buku Pembakuan Tari Persembahan.

Usai kuliah, OK Nizami kembali ke Pekanbaru. Ia menjadi guru gambar dan reklame di beberapa sekolah menengah dan menjadi wakil kepala sekolah di SGA Hang Tuah. Ia pernah menyelenggarakan pameran seni rupa di garasi rumah orangtuanya. Di pameran itu pula untuk pertama kali lukisannya dipamerkan di Pekanbaru, bersama pelukis kawakan, antara lain, pelukis naturalis Bahir Louis dan Tenas Effendy. Berkat pameran karyanya itu ia dipanggil untuk menjadi pegawai negeri di bidang kesenian. Sejak 1962, berbagai jabatan telah ia jalani, antara lain, Kepala Kantor Pembinaan Kesenian Perwakilan Departemen P & K Provinsi Riau, Kepala Kanwil Dikbud Provinsi Riau, dan terakhir menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Riau.

Dalam rentang waktu itu beberapa upaya untuk melestarikan budaya Melayu Riau ia lakukan. Karena minimnya dana dari negara untuk kesenian, ia bersama Tenas Effendy, Toga Hutabarat dan A Sulaiman Syafei membentuk Badan Pembinaan Kesenian Daerah yang dapat menggalang dana sendiri. Badan ini telah menghasilkan karya antara lain orkes simfoni yang dimainkan 80 pemusik Riau, penulisan Sejarah Cerita Rakyat Riau, Selayang Pandang Antrologi Riau dan Sejarah Tenun Siak. Mereka juga menciptakan Tari Melayu Riau yang diambil dari tari Zapin, Lenggang Patah 9, gerak Mak Inang, gerak Joget dan gerak Silat Pangean, Silat Pedang dan gerak suku agama asli seperti OLang-olang, Serunting Melayang dan Bukian dalam upacar per-bomo-an. Ia juga membuat program untuk memberikan pelatihan tari Persembahan kepada guru-guru SMP dan SMA, baik yang ada di Riau daratan maupun di pelosok Riau kepulauan.

Untuk mewarisi kebudayaan Melayu Riau pada generasi selajutnya, bersama rekan-rekannya, ia juga mendirikan Lembaga Warisan Budaya Melayu Riau. Di samping menciptakan banyak tari langgam Melayu, OK Nizami juga sudah menulis sekitar 25 buku mengenai sejarah dan kebudayaan Melayu Riau. Ini belum termasuk tiga buku yang belum diterbitkan, yaitu buku mengenai arsitektur Melayu dan perlawanan rakyat Siak melawan Portugis dan Belanda, yang menurutnya belum banyak direkam dalam dokumentasi sejarah bangsa Indonesia.

Merawat kebudayaan bangsa menjadi pilihan OK Nizami. Ia ingin membekali generasi bangsa yang mengenal adatnya sendiri. Ia juga berharap pergelaran-pergelaran antar-kesenian daerah kembali dihidupkan oleh negara untuk menjaga rasa kesatuan dan kekayaan bangsa. Menanggapi Gelar dan Tanda Kehormatan Satyalancana Kebudayaan dari Presiden Republik Indonesia (2017), ia bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada orangtua juga isteri terkasih, Hj Yusnalis, yang telah memberi dukungan penuh padanya untuk berkarya. “Ya Allah, rupanya ada juga orang mengingat saya. Tak terpikir akan menerima penghargaan ini. Saya berterima kasih kepada Bapak Presiden dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Semoga Allah memberkati kita semua untuk membina kebudayaan Indonesia,” tutur OK di akhir perbincangan.