Nina Zulminarni, Narasumber Tema: Reconciling State, Community, and Cultural Divides Pada World Culture Forum 2016

0
859

Nani Zulminarni lahir di Pontianak, Kalimantan Barat. Dia adalah anak kedua dari sepuluh bersaudara. Dia sebagai pendidik populer, dan aktivis. Dia sangat bersemangat untuk pengorganisasian masyarakat dan pemberdayaan ekonomi dan politik perempuan. Dia mendirikan PEKKA yaitu Organisasi Program Pemberdayaan Perempuan, yang mendukung sekitar 20.000 janda di pedesaan yang ditinggalkan suami maupun bercerai. Dia memberdayakan perempuan untuk mendirikan lebih dari 800 simpan pinjam koperasi di 495 desa di Indonesia. Program ini berfokus pada pembangunan di desa dengan konsep Model kolektif keuangan mikro, yang bertujuan untuk pemberdayaan sosial dan ekonomi. Ibu Zulminarni dan organisasinya PEKKA, telah menerima pengakuan yang luas untuk pekerjaan mereka di Indonesia, PEKKA telah mempunyai nama sehingga kegiatannya didanai oleh the Japanese Social Development Fund (JSDF) dan Bank Dunia.

Ibu Zulminarni juga mengetuai Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita (PPSW) yang melayani di komite eksekutif dua jaringan regional: the South East Asia for Popular Communications Program (SEAPCP) and the Asia South Pacific Bureau for Adult Education (ASPBAE). Dia memperoleh beberapa beasiswa, Pada awal 1980-an, ketika ia berada di universitas (Institut Pertanian Bogor), Ibu Zulminarni menjadi aktivis mahasiswa. Dia dan siswa lainnya diajarkan di masyarakat miskin dan masjid. Pada tahun 1982, ia bergabung dengan gerakan mahasiswa yang mempromosikan mengenakan jilbab di sekolah umum dan kantor, dimana pada saat itu tidak diperbolehkan. Setelah menyelesaikan studinya pada tahun 1985, ia mulai bekerja di bisnis garmen dari temannya dan menjadi guru sekolah tinggi. Pada tahun 1987, ia mendapatkan pekerjaan di organisasi kemasyarakatan, di Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita. Sebagai seorang pekerja lapangan, dia mengorganisir perempuan miskin di pedesaan dan membuat kegiatan yang menghasilkan pendapatan bagi mereka.

Kemudian, ia belajar bahwa melalui proyek-proyek keuangan mikro kecil dia bisa mengangkat dan mendiskusikan isu-isu yang telah meminggirkan perempuan miskin. Dia memulai program keaksaraan setelah mengetahui bahwa pria sering menipu istri yang buta huruf, misalnya dengan meminta para wanita untuk menandatangani perjanjian yang memungkinkan mereka untuk mempunyai istri kedua. Akhirnya, ia menerima beasiswa untuk belajar sosiologi, jenis kelamin, dan pembangunan di Amerika Serikat. Ketika ia kembali ke Indonesia pada tahun 1993, dia mengubah arah organisasinya dari strategi pembangunan masyarakat menjadi pengorganisasian masyarakat. Hal ini dia percaya dapat menanggulangi permasalahan yang ada selama ini.