NARI (AMAQ MINI), “Melle Tetu Payu Pacu”

0
712

Berpegang pada pesan Melle Tetu Payu Pacu bahwa kemauan untuk bersungguh sungguh melakukan sesuatu pasti ada hasilnya – yang diteruskan kepada cucunya – Nari sendiri melestarikan seni membaca lontar secara konsisten dan pada akhirnya memang membuahkan hasil.
Nari merasa bersyukur dan sangat bangga mendapatkan penghargaan Maestro Seni Tradisi 2014 dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya dalam seni membaca lontar berbahasa Sasak. Ia sama sekali tidak diduga mendapatkan penghargaan ini, sebab yang dilakukan selama ini adalah tanpa pamrih.
Kepiawaian Nari membaca lontar diperoleh dari para leluhurnya yang memang suka membaca lontar, meskipun Nari sendiri baru mendalaminya sejak 1990-an. Bermula dari mengikuti lomba membaca lontar yang diadakan oleh Museum Negeri Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari tidak dapat membaca lontar, namun karena tradisi leluhur dan kemauannya yang sungguh-sungguh, akhirnya Nari berhasil memenangi Juara Harapan II (1992).
Pada kesempatan yang sama ia juga meraih juara I dalam tembang daerah. Pada tahun 1994, ia kembali meraih juara II untuk membaca lontar Bahasa Sasak. Itu sebabnya Amaq Mini, senantiasa mengingatkan kepada anak dan cucu, bahkan cicitnya untuk selalu berpegang pada pesannya, Melle Tetu Payu Pacu, di mana ada kemauan yang sungguh-sungguh, segala keinginan dapat terwujud.
Nama Nari lebih dikenal sebagai Amaq Mini, diambil dari sebutan sebagai ayah dari Nurmini atau Mini, nama anak pertamanya). Sampai sekarang, di tengah usianya yang telah memasuki 72 tahun, Amaq Mini masih terus belajar membaca lontar.
Pada awalnya ia lebih menggemari belajar gamelan. Namun, seiring waktu, dengan keterbatasan alat gamelan yang ada, ia mulai mengalihkan perhatian pada membaca lontar.
Motivasi yang besar dari Amaq Mini dalam menekuni seni membaca lontar adalah upaya melestarikan tradisi leluhurnya. Ia juga membina dan membimbing anak-cucunya belajar membaca lontar, agar kelak apabila ia telah tiada, ada yang meneruskannya. Semua ini dilakukan tanpa pamrih. Untuk upayanya ini, Amaq Mini sudah menjelajahi seluruh NTB.
Belajar membaca lontar, dimulai dengan memadukan huruf latin dengan huruf lontar, kemudian baru mulai membaca dan ini dilakukan secara mandiri, tanpa bimbingan dari seorang pun baik orang tua maupun guru. Meskipun Amaq Mini kerap mengalami hambatan. Antara lain sakit setiap sampai di tempat pembacaan lontar. Bahkan ia pernah sampai hampir meninggal karena sesak nafas saat berada di tempat pembacaan lontar. Namun, begitu membuka lontar, rasanya seperti disuntik, sehat dan mendapatkan kekuatan.
Menurutnya, ketika sudah membaca lontar, sakit itu hilang. Hal itu karena adanya kemauan yang sangat kuat dari Amaq Mini untuk membaca lontar. Keberhasilannya dalam membaca lontar juga sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga, terutama istrinya. Bahkan istrinya sampai mencarikan pinjaman biaya demi mendukung Amaq Mini untuk ikut lomba membaca lontar. Walaupun tidak punya biaya, bahkan ketika sakit, Amaq Mini tetap membaca lontar.
Ada tiga istilah yang dipelajari Amaq Mini dalam membaca lontar, yaitu pesasakan, jejawan, dan huruf Bali yang bermiripan hurufnya. Ia berupaya meneruskan tradisi ini kepada salah satu cucunya yaitu Zul Fadli. Ia juga membuka Sanggar Sekar Ganda Wangi yang masih eksis sampai sekarang dan cucunya juga membuka Sanggar Praja yang berarti pemaos sabda jati.
Membaca lontar disesuaikan dengan situasi. Untuk di kalangan anak muda, Amaq Mini membacakan cerita-cerita pewayangan tentang romantika dan percintaan. Ada juga cerita yang diambil dari kitab tua yaitu Semedemarko, Indrajaya, Bedaksinga, dan Mesijiwa. Dengan begitu, yang tua dan muda sama-sama senang mendengarkannya. Kemampuan Amaq Mini dalam membaca lontar ini juga diminati oleh masyarakat, hal ini terlihat dengan seringnya Amaq Mini diundang oleh warga untuk membaca lontar dan sebagai pembayun pada acara-acara perkawinan.
Hambatannya adalah keterbatasan bahan bacaan lontar itu sendiri karena banyak lontar yang dicuri untuk dijual kepada orang asing. Karena itu, Amaq Mini berharap dan berpesan kepada anak-cucunya agar menjaga dan melestarikan tradisi membaca lontar, supaya tidak punah.
Pada kesempatan ini Amaq Mini mengingatkan kembali kepada generasi muda, untuk terus belajar jangan mundur, dan tanpa pamrih, sebab belajar itu wajib bagi manusia.