MUSIK TIDAK KALAH PENTING DARI POLITIK DAN EKONOMI

0
953

Siang itu, pianis kelas dunia asal Indonesia, Ananda Sukarlan memberi semangat kepadaanak-anak yang sedang berlatih menggesek biola di Ananda Sukarlan Center for Music and Dance, di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Di tempat ini diberikan pendidikan musik secara gratis.

Yayasan Musik Sastra Indonesia (YMSI) yang didirikan pada 10 Februari 2010 oleh Pia Alisjahbana, Chendra Panatan, Dedi Panigoro, dan Ananda Sukarlan telah mendidik lebih dari 100 anak lewat program “Children in Harmony”, sebuah program pendidikan musik secara gratis bagi anak-anak berusia 6-11 tahun dari keluarga tidak mampu dengan bimbingan guru yang mumpuni.

“Tujuan kami yang utama bukan menjadikan mereka musisi, tetapi lebih mengatifkan otak mereka agar lebih cerdas dan disiplin. Mereka anak kurang mampu, seperti anak tukang bakso, supir bajaj, pelayan. Biasanya mereka rendah diri. Kalau mereka bisa memainkan satu instrumen musik, hal itu akan menaikkan kebanggaan mereka dan rasa percaya diri. Kepercayaan diri penting untuk suatu perkembangan bagi anak,” ujar Ananda Sukarlan tentang kegiatan pendidikan musik gratisnya itu.

Melalui program tersebut Andy, begitu Ananda biasa disapa, juga ingin menegaskan bahwa musik memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. “Musik tidak kalah penting sama seperti ekonomi, bisnis, dan politik. Kalau semuanya sudah terpenuhi, yang kita cari adalah kebahagiaan. Kebahagiaan itulah yang membuat hidup kita makin sempurna. Dan, musik bisa memberikan kebahagiaan itu. Di sini letak pentingnya musik,” tegas Andy.

“Saya membuat yayasan ini karena teringat masa lalu saya dari keluarga kurang mampu. Salah satu yang banyak membantu saya adalah Bapak Fuad Hassan, dulu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980-an. Saya berutang budi kepada beliau. Banyak orang memotivasi saya untuk bisa maju. Saya selalu mendapat rezeki berlimpah dari Tuhan. Dulu saya mengambil, sekarang tugas saya memberi,” ucap putra bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Letkol Sukarlan dan Poppy Kumudastuti itu.

Selain sebagai pianis kelas dunia, Andy juga seorang komposer, pendidik, dan inspirator bagi generasi muda. Untuk peran dan prestasi itulah, Pemerintah RI memberinya Penghargaan Kebudayaan Kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaru tahun 2015. “Penghargaan ini memicu saya untuk berbuat lebih banyak lagi dalam musik,” kata Andy.

Saat ini Andy giat memajukan Musik Sastra Indonesia, begitu ia menyebut musik klasik Indonesia. Peluang Indonesia sangat bagus untuk menawarkan musik baru kepada dunia seperti karyanya “Rapsodia Nusantara” yang telah dimainkan ratusan pianis di seluruh dunia.
Sejak usia 5 tahun Andy belajar piano dari kakaknya, Martani Widjajanti. Ia kemudian berguru pada Soetarno Soetikno dan juga Rudy Laban di Yayasan Pendidikan Musik, Jakarta. Lulus dari SMA Kanisius tahun 1986, ia mendapat beasiswa dari Petrof Piano untuk belajar di Konservatori Walter Hautzig di kota Hartford, Connecticut, AS.

Andy berangkat ke Belanda pada usia 17 tahun untuk kuliah di Konservatori Kerajaan, Den Haag dibawah bimbingan Naum Grubert, Ellen Corver, Geoffrey Madge hingga lulus pada tahun 1993 dengan predikat summa cum laude dan diganjar Hadiah Cuypers. Sejak itu, namanya mulai dikenal dunia dan kariernya gemilang sampai sekarang. Pada masa awal kuliahnya, 1988, ia telah memenangkan kompetisi musik nasional Belanda dan dianugerahi Hadiah Edward Elipse.

Sepanjang 1993-1995, selain konser dan membuat rekaman CD, ia banyak bertarung dalam ajang kompetisi internasional di seantero Eropa: suatu tradisi yang harus dijalankan oleh setiap musisi muda untuk menguji kemampuan diri. Prestasi yang diperolehnya di antaranya: pada tahun 1993, Hadiah Pertama “Nadia Boulanger”, kompetisi internasional Orleans, Perancis; masih pada tahun 1993, Hadiah Pertama “ Xavier Montsalvatge”, kompetisi musik abad XX di Ginora, Spanyol. Pada tahun 1994, Hadiah Pertama “Kompetisi Piano Blanquefort”, di Bordeaux, Perancis; kemudian tahun 1995, Hadiah Pertama dan Hadiah Khusus untuk penafsir terbaik musik Spanyol “Ciudad de El Ferrol” di Galicia, Spanyol dan banyak lagi penghargaan yang diterimanya.

Tahun 1995 ia mementas-perdanakan 38 karya baru dari 38 komponis Spanyol dan Portugis dalam sebuah konser; kemudian dicatat oleh Guiness Book of World Record. Suatu rekor yang mungkin untuk selamanya tidak akan pernah terpatahkan!

Pada 1996-2006 ia sepenuhnya berkiprah sebagai pianis dan mengadakan konser sebanyak 50 hingga 60 kali dalam setahun di seluruh dunia, kecuali Afrika. Hanya segelintir orang di dunia ini yang sanggup membuat konser sekali seminggu sambil mempersiapkan repertoar yang baru untuk minggu berikutnya, karena untuk itu diperlukan kemampuan yang hebat, disiplin ketat, dan tenaga serta energi yang sangat besar. Dari ribuan komposisi yang dimainkannya, 300 lebih di antaranya adalah pentas perdana dari karya-karya yang digubah khusus untuknya oleh para komponis dunia. Beratus-ratus komponis terkemuka dunia keranjingan menggubah musik yang dipersembahkan kepada seorang pianis adalah suatu fenomena yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah! Tak heran bila namanya dicantumkan—orang Indonesia pertama dan satu-satunya—dalam buku The International Who’s Who In Music dan juga dalam 2000 Outstanding Musicians of the 20th Century. Oleh banyak media mancanegara ia didaulat sebagai salah satu pianis paling terkemuka di dunia dan kampiun dalam musik baru untuk piano. Ketika hubungan diplomatik Indonesia-Portugal dibuka kembali pada tahun 2000, ia jugalah yang diminta oleh Kemenbud Portugal untuk membuat konser, sebagai solois bersama Orkes Simfoni Nasional Portugis.
Sebagai komponis ia sangat produktif dan telah menghasilkan ratusan karya yang mencakup semua alat musik. Di antaranya adalah “Rapsodia Nusantara,” sekumpulan komposisi untuk piano solo dengan teknik tinggi, hingga kini telah selesai 18 nomor. Dalam setiap nomor ia mengambil lagu daerah dari setiap provinsi di Indonesia sebagai tema dasar.

Ananda juga seorang pendidik. Bekerjasama dengan Fundacion Musica Abierta membuat karya piano yang dimainkan satu tangan tanpa pedal/kaki untuk anak-anak difabel, yaitu anak-anak cacat berkebutuhan khusus. “Rapsodia Nusantara No.15” yang mengambil lagu daerah Lampung, juga dibuat untuk tangan kiri saja. Bersama teman-teman mendirikan Yayasan Musik Sastra Indonesia (YMSI) yang bergerak di bidang pendidikan dan pengembangan musik klasik di Indonesia, termasuk pendidikan gratis bagi anak-anak tidak mampu, serta memberi beasiswa bagi anak-anak berbakat. Ia juga merancang aplikasi pendidikan musik untuk anak-anak autis, menulis artikel dan menjadi pembicara berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri sebagai seorang penyandang Tourette-Asperger Syndrome.

Sebagian besar kegiatannya dilaksanakan di luar Indonesia —bersama istrinya, Raquel Gomez menetap di Cantabria, Spanyol—maka ia patut disebut sebagai duta musik dan kebudayaan Indonesia yang paling penting saat ini dan kedepan. Ananda Sukarlan adalah seorang seniman dan pendidik yang meyakini bahwa keindahan musik memiliki daya penyembuh yang menguatkan manusia bukan hanya bagi para penyandang autism dan difabel tapi juga bagi orang kebanyakan!