Irang Awai: Musik Menjaga Keseimbangan Alam

0
1163

Seperti napas, musik bagi Irang Awai adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk dijaga kelangsungannya. Musik di sekeliling Irang adalah energi yang membuatnya tetap bertahan dalam segala suka dan duka kehidupannya.

Selama saya hidup, selama itu pula saya akan terus melestarikan musik tradisional yang diwariskan dari leluhur saya. Tidak ada kata menyerah. Seluruh perhatian saya adalah melestarikan musik dan seni pembuatan alat musiknya,” kata Irang, saat ditemui di rumahnya di Desa Miau, Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur, Agustus 2017 lalu.

Tidak hanya alat musik sape yang pandai dimainkan Irang. Beragam alat musik khas Dayak lainnya seperti seruling, kadire dan kulinteng sangat mahir dimainkannya. Mendengarkan Irang memainkan sape dan alat musik lainnya itu, penonton akan dibuat terbuai karena merdunya. Selain membuat alat musik sape sekaligus memainkannya, ia juga sangat piawai menciptakam syair-syair indah untuk didendangkan sebagai lagu dalam bahasa Dayak Kayan Nak Long. Tidak hanya musik dan syair. Irang juga andal menciptakan berbagai jenis tarian. Bapak empat anak dan kakek delapan cucu ini juga dikenal sebagai tokoh adat yang sangat disegani di kampungnya saat ini, Desa Miau.

Menjaga kelestarian alat musik sape seperti yang dilakoninya kini bukanlah tanpa tantangan. Saat membuat alat musik, baik itu sape ataupun seruling, Irang mengaku sangat kesulitan mencari bahan baku berupa kayu. Jenis pohon arai untuk dibuat sebagai bahan dasar sape kini sangat sulit didapat. “Tapi saya pantang menyerah. Kalau saya dengar kabar ada pohon arai di satu tempat, saya segera ke sana, menyewa kendaraan dan membawanya ke rumah. Harga berapa pun akan saya beli, asalkan saya ada bahan untuk membuat sape,” ujar Irang, penuh kesungguhan. Kecintaan Irang pada seni tradisional memang sudah teruji sejak 1972. Dia mengingat, sejak saat itulah dia mulai serius ikut membina kelestarian seni musik sape dan yang lainnya. Dia sendiri mengaku belajar musik sape secara otodidak. Dia mengaku senantiasa mendapat ketenangan saat bermain musik dan mengungkapkan isi hatinya lewat syair-syair Dayak nan indah.

“Saya juga menciptakan lagu dan aransemen musik sape untuk menunjukkan hubungan kasih sayang yang luar biasa antara ayah dan anak. Saya menciptakan lagu itu untuk ayah saya yang sudah tiada sejak saya masih di dalam kandungan ibu,” ujar Irang, sambil menerawang jauh. Tak lama kemudian, petikan sape nan lembut membuai di tengah percakapan.

Irang bertekad akan terus menjaga kelestarian musik sape yang kini mulai langka dipetik di pelosok Kalimantan. Sungguh dia tak ingin melihat musik tradisional warisan leluhurnya ini hilang ditelan bumi karena tak ada lagi yang memainkan.

Lebih dari itu, menurut Iwang, musik adalah penjaga keseimbangan alam ini. Ketika seseorang lelah bekerja di ladang, maka memainkan musik dan bersenandung adalah obat penghilang penat yang sangat ampuh. Begitu juga saat kita tengah dilanda kesedihan atau kegembiraan, musik dan tari adalah obat pelipur lara.

Saat ini Irang sudah memiliki sanggar pelestarian kesenian tradisional di Desa Miau. Anggotanya tidak hanya orang-orang tua atau dewasa, melainkan juga anak-anak usia dini dan para remaja. Mereka belajar memainkan alat musik tradisional, menyanyi dan menari serta belajar bagaimana membuat alat musik sendiri.

Dalam setiap kesempatan mengajarkan musik dan tari dalam sanggar seni di desanya, Irang senantiasa berpesan agar generasi muda tidak mudah terpengaruh budaya modern yang kini tengah melanda. «Bagaimana supaya tidak mudah terpengaruh? Tentu saja dengan memperkuat jati diri kita sendiri. Jati diri kita adalah kesenian kita, budaya dan adat istiadat kita, seni tradisi kita. Saya tanamkan kata-kata saya itu setiap saat kepada anak-anak dan cucu saya, juga seluruh generasi penerus adat suku Dayak Kayan yang sangat saya cintai, ujar Irang.

Pengabdian Irang dalam menjaga kelestarian musik tradisional sape sejak usia remaja tak sia-sia. Kini, setiap ada perhelatan akbar atau acara penyambutan tamu kehormatan di desa, kita dapat menyaksikan anak-anak, remaja—perempuan dan laki-laki—menari bersama. Ada juga grup musik tradisional yang sudah banyak mengikuti perjalanan bermusik Irang: dari Sabang rampai Merauke!