Masyarakat adat merupakan pemilik dan penggerak kebudayaan lokal pada lingkungan masing-masing yang sangat berpotensi dalam mendukung pemajuan kebudayaan. Singkat kata, pemajuan kebudayaan akan berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan karena mempengaruhi terhadap kepribadian, ketahanan, kerukunan, dan kesejahteraan bangsa. Berkaitan dengan hal tersebut, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (Direktorat KMA), Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologisesuai dengan tugas dan fungsinya, konsisten melakukan berbagai upaya mendorong peran masyarakat adat dalam pemajuan kebudayaan.

Dalam rangka peningkatan peran masyarakat adat tersebut, Direktorat KMA menempatkan kader perempuan sebagai tulang punggung dalam komunitas masyarakat adat. Senada dengan tema global perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia untuk tahun 2022, Direktorat KMA sepakat bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pelestarian dan transmisi pengetahuan tradisional leluhur. Mereka memiliki peran kolektif dan komunitas yang integral sebagai penjaga sumber daya alam dan penjaga pengetahuan ilmiah. Oleh sebab itu dukungan pemerintah terutama diarahkan pada peningkatan kapasitas perempuan adat, penguatan lembaga dan mendorong terciptanya ruang-ruang pertemuan multipihak untuk kehidupan bangsa yang berkelanjutan. Salah satunya adalah sinergi kegiatan bersama Direktorat KMA dan Pengurus Harian Komunitas (PHKom) Perempuan Aman Turilenrang di Balasukka, Kabupaten Gowa. Kegiatan sinergis ini telah dimulai sejak bulan Maret 2022 dimana Direktorat KMA memberikan fasilitasi dan pembekalan kepada kelompok perempuan adat dan penghayat kepercayaan dalam penyusunan rencana aksi strategis berdasarkan potensi dan tantangan yang dihadapi.

Perempuan Adat Turilenrang di Balasuka menginisiasi ruang dialog yang mengusung tema Pelestarian Tanaman Obat Herbal dan Pengobatan Tradisional. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 9 Agustus 2022 bertepatan dengan momen penting perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia. Kegiatan workshop yang dilaksanakan selama satu hari tersebut dimeriahkan oleh penampilan permainan tradisional, tarian tradisional, pertunjukan musik tradisi, pameran Obat Herbal, dan dilanjutkan materi mengenai Obat Herbal dan pengobatan Tradisional yang merupakan potensi lokal yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat adat Balassuka. Kegiatan ini dihadiri oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa, Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten Gowa, Ibu Dra. Christriyati Ariani, M.Hum selaku perwakilan dari Direktorat KMA-Kemendikbudristek, Ibu Hj. Siti Husniah selaku Anggota DPRD Kabupaten Gowa, dan Perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa, Bapak Khaeruddin SKM, MM.

Tema kegiatan ini dilatari fenomena gaya hidup ‘back to nature’ (kembali ke alam) dimanfaatkan oleh Perempuan Adat Turilenrang, Komunitas Balassuka di Kabupaten Gowa untuk mengembangkan pengetahuan pengobatan yang mengutamakan tanaman yang tersedia di wilayah adat. Kondisi geografis Wilayah Adat Balassuka menopang ketersediaan bahan baku herbal seperti:  Jahe Merah, Jahe Putih, Temulawak, Kunyit, Kunyit Hitam, Serai, dan lainnya yang diyakini memiliki khasiat untuk kesehatan. Pengobatan menggunakan tanaman herbal masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka, dan kosmetika tradisional.

Meramu herbal seperti jamuan-jamuan merupakan pengetahuan yang diperoleh dari warisan leluhur berdasarkan pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pengetahuan meracik tanaman obat merupakan salah satu peran Perempuan Adat Turilenrang untuk memastikan kesehatan anak-anak, orangtua, keluarga. Utamanya penyakit yang dapat diatasi secara mandiri oleh Perempuan Adat, dan belum membutuhkan penanganan medis.

Tantangan ketersediaan layanan kesehatan medis yang tidak mudah dijangkau oleh Masyarakat Adat, dan ataupun obat-obatan yang disarankan oleh tenaga medik maupun dokter harus ditebus di luar kampung membutuhkan ketersediaan uang tunai yang kecenderungan harganya sangat mahal. Situasi ini menjadikan Masyarakat Adat lebih mengutamakan praktek kesehatan tradisional dan mengembangkan pengetahuan ramuan herbal untuk mengatasi keluhan penyakit yang dialami. Kepercayaan Komunitas Turilenrang pada pengobatan herbal yang dibangun atas dasar pengalaman empiric Perempuan Adat mempraktekkan pengobatan alami tanpa bahan kimia yang rendah resiko untuk penyakit seperti demam, batuk, dan lainnya. Bahan baku herbal yang didapatkan dari wilayah adat turut menjaminkan kepastian akses dan kontrol Perempuan Adat atas pengetahuan dan wilayah kelolanya.

Perubahan lingkungan di wilayah adat telah mempengaruhi ketersediaan, pengenalan jenis, manfaat, dan habitat dari tanaman herbal. Perempuan Adat Turilenrang hendak mengembangkan, melestarikan, dan meneruskan pengetahuan serta pemanfaatan tanaman obat herbal. Sebagian besar pengetahuan ini masih tersimpan pada generasi sebelumnya, sehingga generasi saat ini perlu melakukan upaya pendokumentasian tercatat. Selain itu, PHKom Turilenrang ingin pengetahuan mengenai herbal ini menjadikan wilayahnya sebagai salah satu tujuan wisata kesehatan dan mendorong terjadinya peningkatan pendapatan rumah tangga Perempuan Adat.

Harapan dari seluruh rangkaian kegiatan ini adalah semakin kuatnya komunitas perempuan adat turilenrang sebagai agen-agen perubahan yang mandiri serta terciptanya ekosistem pelestarian tanaman obat dan pengetahuan tradisional yang berkelanjutan.