Upacara adat Ngasa merupakan ritual yang setiap tahun selalu dilaksanakan oleh masyarakat Dukuh Jalawastu. Ritual ini merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat Tuhan hasil pertanian yang dinikmati oleh warga khususnya di Dukuh Jalawastu. Selain rasa syukur dalam ritual ini juga dipanjatkan doa untuk memohon keberkahan atas usaha yang akan dilaksanakan pada tahun selanjutnya. Upacara ini merupakan ritual yang telah dilaksanakan oleh warga dukuh Jalawastu secara turun temurun selama ratusan tahun.
Dukuh Jalawastu merupakan sebuah pedukuhan di wilayah desa Ciseureuh, Kab. Brebes. Masyarakat di desa ini menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Masyarakat di pedukuhan Jalawastu masih mempertahankan cara hidup tradisional mereka, diantaranya adalah ketaatan masyarakat di dukuh Jalawastu terhadap pantangan-pantangan yang telah diwariskan secara turun temurun seperti makan daging dan ikan, menanam bawang dan sebagainya. Upacara Ngasa merupakan salah satu sarana pengingat akan kebersamaan, kesederhanaan dan hidup yang penuh dengan rasa syukur.
Pada tahun 2016, upacara ritual Ngasa dilaksanakan pada Hari Selasa Kliwon tanggal 1 Maret. Dalam ritual ini hadir Dra. Sri Hartini, M.Si, Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Hj. Idza Priyanti, Bupati Brebes, Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga kab. Brebes serta para pejabat lain di lingkungan Kab. Brebes. Ritual Ngasa dimulai pada pukul 08.00 dengan puncak acara pembacaan doa yang dilaksanakan di areal Pasarean Gedong Makmur di Dukuh Jalawastu.
Ritual Ngasa diawali dengan perjalanan menuju Pasarean yang dipimpin oleh juru kunci pasarean dan para pemuka agama yang berpakaian putih-putih yang diikuti oleh ibu-ibu yang membawa makanan yang disajikan dalam ritual Ngasa.
Upacara Ritual Ngasa tahun 2016 diawali dengan sambutan dari Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Kab. Brebes yang menyampaikan agar Dukuh Jalawastu dapat terus mempertahankan kebudayaannya agar sejajar dengan desa adat lain di Indonesia, selanjutnya sambutan dari pemuka adat dukuh Jalawastu, Bapak Dastam, yang menyampaikan sejarah dan pesan ritual Ngasa. Selanjutnya sambutan disampaikan oleh Idza Priyanti yang menyampaikan bahwa pemerintaah daerah selalu mendukung kegiatan kebudayaan agar tetap terjaga kelestariannya. Sambutan terakhir dari Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Kemdikbud yang berpesan agar masyarakat turut melestarikan kebudayaan. Disampaikan pula bahwa nilai-nilai kesahajaan, gotong royong, penuh rasa syukur yang ada dalam masyarakat Jalawastu adalah hal yang perlu dilestarikan. Kesederhanaan dan kebersamaan sangat menonjol dalam pelaksanaan kegiatan Ngasa. Dan tanpa disadari, kesederhanaan dan kebersamaan menjadi dua hal yang mampu membawa manusia Indonesia mempunyai jiwa yang kokoh dan berkarakter sesuai dengan revolusi mental yang saat ini tengah dijalankan.
Sesuai dengan adat yang masih berlaku di dukuh Jalawastu, makanan yang dibawa oleh ibu-ibu tersebut berupa makanan yang berbahan jagung yang diolah menjadi nasi jagung dan lauk yang berupa lalapan dan masakan yang terbuat dari daun-daunan, umbi-umbian, pete, terong, rebung, dan sambal. Hal tersebut sesuai dengan pantangan bagi masyarakat di dukuh Jalawastu yang tidak memakan daging dan ikan. Demikian pula alat makan yang digunakan juga sederhana tidak menggunakan piring dan sendok tetapi menggunakan daun pisang, anyaman bambu, dan alat-alat yang terbuat dari seng.
Puncak ritual Ngasa adalah pembacaan doa yang dipimpin oleh 3 orang pemuka adat dukuh Jalawastu. Pembacaan doa dilakukan sekitar 10 menit, doa dibacakan dalam bahasa Sunda. Setelah pembacaan doa dilanjutkan dengan makan bersama dengan hidangan yang telah dipersiapkan oleh ibu-ibu. Makanan disiapkan dalam bakul-bakul yang secara umum berisi nasi yang terbuat dari jagung, sayur dari daun-daunan atau rebung, sambal dan lalapan. Para peserta makan dengan alas daun pisang atau piring dari anyaman bambu. Ritual Ngasa berakhir setelah makan bersama.
Kegiatan di dukuh Jalawastu dilanjutkan dengan peresmian bangunan balai budaya yang dibangun dengan dana Revitalisasi Desa Adat dari Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi. Upacara peresmian dilaksanakan dengan penggutingan pita dan penandatanganan prasasti oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi dan Bupati Brebes yang dilanjutnya dengan peninjauan bangunan.
Acara dilanjutkan dengan dialog antara warga dengan Bupati Brebes dan Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi. Dalam dialog tersebut disampaikan dukungan pemerintah pusat maupun daerah dalam kegiatan-kegitan pelestarian budaya.