“There are moments when you suddenly realize something.” 
(Do you like Brahms? 2020)

Membaca kutipan diatas seketika membangkitkan ingatan ketika menyusuri keindahan Situ Cangkuang ditengah teriknya matahari yang sudah mulai meninggi, memberikan suatu pengalaman yang berbeda ditengah pandemi. Kampung Pulo dan Candi Cangkuang menjadi bagian yang mengingatkan akan harmonisasi kehidupan masyarakat adat yang toleran dan bersahaja.

Candi Cangkuang dan Makam Embah Dalem Arif Muhammad (Foto: Darus Hadi)

Candi Cangkuang merupakan satu-satunya candi Hindu yang ditemukan di Jawa Barat dan di dalamnya terdapat patung Siwa Hindu dari abad ke -17. Candi ini  terletak di salah satu dari tujuh buah pulau kecil yang ada di desa Cangkuang, kecamatan Leles, kabupaten Garut, Jawa Barat. 

Pohon Cangkuang (Pandan Berduri)

Desa Cangkuang yang dinamakan dari pohon Cangkuang (yang banyak tumbuh di desa ini) merupakan desa yang dibangun oleh Embah Dalem Arif Muhammad, tokoh penyebaran agama Islam di daerah ini. Awalnya Arif Muhammad yang seorang tentara mataram datang ke daerah ini untuk menyerang Belanda, namun gagal dan akhirnya menjadi penyebar agama Islam kepada masyarakat sekitar. 

Salah satu daerah penyebaran agama islam adalah kampung pulo yang hingga saat ini menjadi tempat tinggal keturunan beliau. Hal ini menunjukkan bahwa kampung pulo, situ dan candi cangkuang menjadi salah satu bagian dari penyebaran agama Islam Indonesia. 

Menilik dari informasi yang disampaikan bahwa keharmonisasian ini masih terlihat hingga masa kini, dimana masih banyaknya berdatangan tokoh-tokoh agama Hindu yang datang untuk melihat Candi Cangkuang maupun para masyarakat yang ingin berziarah ke makam Embah Dalem Arif Muhammad. Keindahan akan toleransi ini pun terlihat dari keberadaan makam yang berdampingan dengan Candi Cangkuang. (Lita Rahmiati)

Baca juga: Pesan Toleransi dari Cangkuang