Madiun – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi bekerjasama dengan Padepokan Seni Kirun (Padski), melaksanakan kegiatan tradisi Ruwatan Masal secara gratis. Acara yang diselenggarakan dalam rangka Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1438 H Gelar Budaya Suroan Purnama Sura, berlangsung di Padepokan Seni Kirun Kabupaten Madiun pada tanggal 22 Oktober 2016.
Adapaun acara yang diselenggarakan yaitu Kirab Budaya, sungkeman, pasrah (penyerahan sukerto), prosesi ruwatan yang diiring dengan pagelaran wayang kulit, potong rambut dan siraman, larung sukerto dan pada malam harinya pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Kegiatan diawali dengan Kirab Budaya dengan membawa gunungan berupa sesaji dari jalan utama menunju Padepokan Seni Kirun, kemudian prosesi penyerahan dan diterima secara langsung oleh Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Sri Hartini.
Pada kesempatan tersebut Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Sri Hartini dalam wawancaranya dengan media menyampaikan bahwa peserta yang datang dan mengikuti acara ruwatan sudah mengetahui tentang nilai makna kehidupan dari tradisi ruwatan itu sendiri. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa tradisi Sukerto ini adalah untuk membersihkan diri dari hal-hal atau sesuatu yang menghambat dalam kehidupan secara pribadi dan nilai yang paling tinggi dari ruwatan adalah membersihkan diri dari sukerto. Dimana sukerto dianggap bahwa seorang anak yang baru lahir masih ada sukertonya sehingga harus diruwat atau dibersihkan sehingga akan mendatangkan nilai kehidupan yang baik dalam kehidupan yang akan datang.
Sri Hartini juga menambahkan bahwa Masyarakat bisa menilai sendiri, apakah perlu mengikuti ruwatan atau tidak? Beliau juga berharap adanya informasi melalui media massa tentang makna sukerto dan mengapa harus diruwat? Sehingga tradisi bisa terus dilaksanakan. Lebih lanjut beliau mengatakan pemerintah dan negara diharapkan turut hadir dalam rangka ikut serta melaksanakan proses pelestarian nilai-nilai tradisi lewat tradisi ruwatan. Ketika disinggung soal tradisi dan agama beliau mengatakan bahwa, tidak perlu dipersoalkan antara tradisi dan agama karena tradisi sudah ada sejak nenek moyang. Tradisi dan budaya tidak boleh disamakan dengan agama, tetapi ada benang merah antara keduanya yaitu bagaimana transformasi nilai-nilai yang baik antara tradisi dan agama yang menjadi modal dasar dalam kehidupan.
Pada akhir wawancaranya, Sri Hartini berharap dari kegiatan ruwatan para sukerto atau peserta yang mengikuti ruwatan mendapat ridho dari Tuhan yang Maha Kuasa, sehingga apa yang mereka harapkan dalam kehidupan dapat terwujud dan beliau juga berpesan bahwa kegiatan ruwatan ini diharapkan kepada peserta agar bisa menginstropeksi dirinya dalam mengisi kehidupan kesehariannya baik yang berhubungan dengan diri sendiri, sesama, alam dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kemudian rangkaian kegiatan yang berlangsung pada malam hari yaitu pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhadjir Effendy, menghadiri pagelaran wayang kulit tersebut. Hadir pada kesempatan itu juga Bupati Madiun, Muhtarom, Bupati Ngawi, Budi Sulistyono, Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Sri Hartini beserta staf serta pelawak-pelawak kawakan tanah air seperti Gogon, Marwoto dan Yati Pesek.
Dalam sambutannya Mendikbud menyampaikan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai program menjadikan sekolah-sekolah. Beliau menyampaikan harapannya agar kelak di tahun 2045, muncul pemimpin dari generasi unggulan yang lahir dari sekolah-sekolah program budaya yang dirintis saat ini.
Lebih lanjut, dalam kesempatan wawancara dengan media, Mendikbud menyampaikan bahwa ruwatan diri juga merupakan simbolisasi dari ruwatan negeri. Ruwatan ini menjadi pernyataan simbolik dari tradisi yang kita warisi secara turun menurun. Mendikbud juga menyinggung pentingnya pelestarian tradisi seperti ruwatan. Lebih lanjut, Mendikbud mengajak masyarakat untuk mengembangkan agar tradisi yang dijalankan dapat menggairahkan ekonomi misalnya dengan meningkatkan pariwisata. Jadi, pelestarian tradisi akan berdampak positif ke segala arah .