Pesan Toleransi dari Cangkuang

0
1281

“Kita tak bisa hanya meminta kepada Allah, tetapi kita juga harus bekerja keras, ikhlas, ridho dan semangat dalam hidup.”

Atang Sanjaya, Kuncen Kampung adat pulo

Setelah  sepuluh menit menyeberang melalui getak atau rakit ke Kampung Pulo, di bawah pepohonan besar menjulang tinggi, mata kita langsung tertuju kepada sebuah candi Hindu yang sudah berumur ratusan tahun. Candi Cangkuang, sebuah cagar budaya yang ditemukan pada 9 Desember 1966 oleh Tim Sejarah Leles. Candi Cangkuang merupakan  peninggalan bersejarah agama Hindu   dari abad ke-17, yang di  dalamnya  terdapat  patung  Siwa.

Rakit yang membawa pengunjung menyebrangi Situ Cangkuang (Foto: Aji Widayanto)

Candi ini berdiri di tengah pulau kecil yang dikelilingi Situ Cangkuang. Cangkuang merupakan nama pohon yang banyak tumbuh di pulau ini.  Selain candi hindu, di pulau kecil ini  juga terdapat  Makam Mbah  Dalem Arif Muhammad, seorang tokoh penyebaran agama Islam  di daerah ini. Makam ini terletak persis bersebelahan dengan candi Cangkuang sebagai simbol toleransi dalam kehidupan masyarakat.

Dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa pantangan dalam kehidupan masyarakat. Pantangan-pantangan tersebut antara lain seperti tidak boleh berziarah pada hari Rabu. Hal ini sebenarnya menghormati tradisi Hindu yang menghadap Siwa pada hari rabu. Demikian juga di Kampung Adat Pulo tidak boleh memelihara binatang berkaki empat seperti sapi. Hal ini juga menunjukkan bentuk penghormatan bahwa sapi merupakan hewan yang dihormati dalam agama Hindu.

Pantangan lainnya adalah larangan membunyikan gong perunggu yang juga merupakan bentuk kearifan lokal yang  terkait dengan pengalaman kebudayaan yang dipercayai hingga saat ini dapat membawa malapetaka bagi masyarakat. (Julianus Limbeng)

Baca juga: Sepercik Harmoni dari Desa Cangkuang