[KLIPING BUDAYA] RUU Kebudayaan: Draf Masih Terus Direvisi

0
1461
Kompas (15 September 2015)
Kompas (15 September 2015)

JAKARTA, KOMPAS – Proses pembahasan draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan masih panjang. Dalam harmonisasi draf antara Badan Legislasi DPR dan Panitia Kerja RUU Kebudayaan Komisi X, terjadi beberapa kali perbaikan redaksional yang tidak jarang mengubah isi rancangan.

Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kebudayaan dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Krisna Mukti, mengatakan, tenaga ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR beberapa kali mengubah draf dan anggota panja memprotesnya. Panja telah lima kali bertemu Baleg dan belum menemukan kata sepakat.

“Panja RUU Kebudayaan Komisi X sedang merevisi draf RUU yang sudah digagas sejak 2007. Kami masih terus bertemu dengan Baleg.” Kata Krisna di sela-sela diskusi public F-PKB DPR RI bertema “Tantangan Kebudayaan: Warisan atau Gagasan?” di Jakarta, Senin (14/9).

Selain Krisna Mukti, hadir sebagai pembicara diskusi, praktisi seni Titiek Puspa dan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) Agus Sunyoto. Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan berhalangan hadir .

Krisna mengatakan, pembahasan draf RUU memang selalu alot dan berhati-hati agar ketika diparipurnakan tidak ada persoalan lagi. “Entah titik dan koma atau kata-katanya, tenaga ahli Baleg banyak mengganti-ganti.

Kadang mengubah hal yang esensial juga. Makanya, setelah rapat Baleg, kami dari Panja merumuskan lagi kalimat yang menimbulkan ambigu (kerancuan), “ katanya.

DEWAN KEBUDAYAAN

Di dalam penjelasan draf RUU Kebudayaan disebutkan, setelah RUU disahkan menjadi UU, akan dibentuk Dewan Kebudayaan Nasional (DKN) yang bertugas mengawasi pengelolaan kebudayaan.

“Juga untuk menata dan memilah, kira-kira arus budaya mana yang menimbulkan efek negatif dan positif bagi Indonesia. Jadi semacam filter (penyaring),” kata Krisna.

DKN bertanggung jawab kepada menteri terkait. Panja menyepakati anggota DKN berjumlah lima orang dari kalangan yang berbeda, termasuk tokoh budaya dan tokoh agaman. “Tokoh agama, tokoh budaya seperti apa, itu jadi pembahasannya,” katanya.

Agus Sunyoto menyepakati tujuan penyusunan RUU Kebudayaan, yakni untuk meneguhkan jati diri bangsa, membangun karakter bangsa, memperkuat persatuan bangsa, dan meningkatkan citra bangsa. Kebudayaan sangatlah luas dan tak sebatas kesenian sebagaimana selama ini dipahami sebagian orang. Memandang kebudayaan hanya melulu soal kesenian berar terpengaruh pemikiran kolonial yang dijejalkan kepada kita.

Ketua Fraksi PKB DPR RI Jazilul Fawaid menegaskan F-PKB perlu mendiskusikan RUU Kebudayaan karena pemerintah secara umum kurang memberikan perhatian kepada kebudayaan. Padahal, kebudayaan Indonesia jauh melebihi umur kemerdekaan Indonesia yang 70 tahun.

“Berapa dana untuk menggerakkan kebudayaan ini sebenarnya? Anggaran untuk Kementerian Pendidikan 20 persen dari total APBN. Berapa persen untuk kebudayaan?” katanya.

Padahal, kata Jazilul, pendidikan justru bagian dari kebudayaan. Namun, kebudayaan justru bagian dari kebudayaan. Namun, kebudayaan justru seolah dianggap bagian kecil dari pendidikan. Kebudayaan perlu diprioritaskan demi mengukuhkan identitas bangsa.

Menurut Titiek Puspa, seni sebagai bagian kebudayaan, yang diberikan Tuhan lewat para leluhur dari Sabang sampai Merauke, kurang diperhatikan di negeri ini. Kebudayaan secara lebih luas terkait pembangunan manusia yang berbudi luhur dan terpuji. (IVV/NAW)

Sumber: Kompas Cetak (15 September 2015)