By Antok Wesman

Impessa.id, Yogyakarta : Workshop sekaligus Training untuk Penguatan Data Komunitas Adat se Nusantara, berlangsung di Yogyakarta, selama empat hari, Selasa hingga Jum’at, 15-18 Oktober 2019, mengundang sekitar 40 pemuda-pemudi perwakilan dari berbagai daerah di Tanah Air.

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara –AMAN, Rukka Sombolinggi disela-sela kegiatan, Rabu (16/10/19) kepada Impessa.id menuturkan, di Indonesia terdapat sekitar 70 juta masyarakat adat dan sebanyak 2.359 Komunitas Masyarakat Adat se Nusantara, kini telah menjadi anggota AMAN yang anggotanya berjumlah 20 juta orang. “Masih ada masyarakat di Nusantara yang masih menganut agama leluhur, walau jumlahnya sangat sedikit, sekitar 15% di anggota AMAN, tergantikan oleh agama baru yang masuk ke Nusantara, meski demikian, nilai-nilai luhur, nilai-nilai filosofis tata-cara hidup, berbasis dari agama leluhur itu, masih tetap lestari sampai sekarang, yang memandu adanya masyarakat adat,” tutur Rukka.

Workshop Penguatan Data Komunitas Adat Se Nusantara, Di Yogyakarta, 15-18 Oktober 2019

Menurut Rukka Sombolinggi, estimasi angka itu kebanyakan berada di Kalimantan semisal, masyarakat adat Kaharingan, di Sulawesi, Sumatera dan di Jawa juga masih ada komunitas masyarakat adat tersebut dengan jumlah sedikit. “Keberadaan masyarakat adat itulah yang menjaga, dengan apa yang kita sebut sebagai Ke-Bhineka-an, perekat bangsa Indonesia. AMAN sebagai penjaga nusantara, siap melakukan agar negara ini berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya, dan tetap menjadi sebuah kesatuan yang utuh,” ungkapnya.

“Ketika identitas sebagai masyarakat adat kuat, termasuk didalamnya keberagaman berbagai kepercayaan yang mengandung nilai-nilai luhur, yang kita warisi dari leluhur, maka yang kita sebut perpecahan-perpecahan, gampang di pecah-belah, itu sangat sulit masuk, terbukti ketika pecah konflik horisontal karena perbedaan agama di Maluku, dapat diatasi dengan Baku Gandong, Kita Bersaudara,” imbuh Rukka lebih lanjut.

Rukka Sombolinggi menyayangkan bahwa keberadaan masyarakat adat saat ini terancam karena tidak ada Undang Undang yang melindungi keberagaman tersebut, yang melindungi masyarakat adat-nya, wilayah-wilayah adat yang menjadi ruang hidup masyarakat adat yang menjadi tumpuan dimana bisa mempertahankan keberagaman banyak diberikan kepada konsensi-konsensi perusahaan. “Itulah yang paling mengancam Indonesia saat ini, itulah persoalan terbesar Indonesia saat ini,” tegasnya.

“Kita yang menjaga sekuat tenaga Nusantara ini, justru dari pemerintah yang tidak melakukan tanggungjawabnya, nah kami ada di Yogyakarta hari ini, salah satu dari upaya untuk memastikan bahwa pemerintah mempunyai data yang valid tentang masyarakat adat, sehingga mampu membuat kebijakan yang sesuai dengan keperluan masyarakat adat, dan juga mampu membuat program-program yang bisa menjawab persoalan-persoalan masyarakat adat,” jelas Rukka.

Diungkapkan bahwa Undang-Undang Masyarakat Adat sudah hampir 10 tahun di Dewan Perwakilan Rakyat –DPR belum di-sah-kan. “Ternyata justru pemerintah yang menghambat, dengan belum mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat,” sergahnya.

Kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada realitas empiriknya, turut pula dibentuk oleh komunitas-komunitas adat yang tersebar di penjuru Nusantara. Dalam ruang negara-bangsa Indonesia, komunitas-komunitas adat turut berdinamika, bergerak, terintervensi hingga menyebabkan berbagi bentuk, rupa dan model transformasi dalam komunitas adat. Perubahan meliputi banyak aspek, mencakup demografis, ekologis, sosial, ekonomi hingga politik.

Eksistensi komunitas adat, dengan demikian, sangat penting untuk terinventarisir dan terdokumentasi secara aktual. Data-data aktual merupakan pijakan penting dan strategis bagi pemerintah dan berbagai pihak terkait. Terutama untuk menghasilkan program dan kebijakan yang berdaya guna serta berhasil guna sesuai dengan bentuk, kondisi serta persoalan yang terjadi di komunitas adat.

Pada tahun anggaran 2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, bekerjasama dengan Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara – AMAN, membangun pendataan bersama terhadap komunitas adat di Indonesia. Dalam jangka panjang, kerjasama itu dimaksudkan dapat menghasilkan data yang cukup komprehensif tentang komunitas adat di Indonesia.

 

Siginifikansi data aktual komunitas adat dalam hal ini melekat dengan tugas, pokok dan fungsi Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sehingga secara regular-periodik, suatu bentuk inventarisasi dan dokumentasi terhadap komunitas adat perlu dilakukan.

Kegiatan “Penguatan Data Komunitas Adat” bertujuan untuk memutakhirkan data-data komunitas adat, serta meninjau kembali eksistensi komunitas adat dalam kaitannya terhadap program dan kebijakan pemerintah. Untuk kepentingan pelayanan warga negara sesuai dengan kondisi komunitas adat, dalam rangka pemajuan kebudayaan nasional, serta sebagai upaya pendukungan data pokok kebudayaan.

Secara mendasar, pendataan yang dilakukan terhadap komunitas adat merupakan aktivitas dalam rangka, mengidentifikasi lembaga/pranata pada komunitas adat, memetakan teritorial dan tata wilayah komunitas adat, mengetahui kondisi demografi pada komunitas adat, serta mengidentifikasi potensi obyek pemajuan kebudayaan.

Pendataan komunitas adat bertujuan; 1). memutakhirkan data aktual komunitas adat; 2). menjadi dasar perumusan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang komunitas adat (lingkungan budaya dan pranata sosial); 3). menjadi landasan bentuk dan kriteria fasilitasi komunitas adat; 4). pelaksanaan kerja sama dan pemberdayaan komunitas adat yang kontekstual; serta 5). mendukung penyelenggaran sistem data pokok kebudayaan.

Dra. Dwi Ratna N, Mhum, Kepala Balai Pelestari Nilai Budaya -BPNB Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Satuan Kerja dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, ketika dikonfirmasi Impessa.id menjelaskan urgensinya digelar Workshop Penguatan Data Komunitas Adat di Yogyakarta. “Ini sangat penting, karena mengundang para pelaku langsung sebagai anggota dari komunitas adat, yang tahu persis apa yang dimiliki masyarakat adat di daerahnya masing-masing. Disini, mereka memberikan data yang langsung masuk ke sistem Data Pokok Kebudayaan di Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ungkapnya. (Antok Wesman-Impessa.id)

Sumber : impessa.id/