Konstelasi manusia timor dalam hubungan dengan geo-antropologi oceania/pasifik sebagai ras malenesia dan bentuk jejaring sosial yang harus dibangun dari paradigma tentang arti eksistensial, makna aktual dan nilai dalam kerangka struktur sosial, sistem sosial serta peran/fungsi sosial dari beberapa Suku di Bikomi.

Oleh karena itu, Gregor Antropological Group (GAG) bersama Yayasan Go Green Go Clean Indonesia dibantu Komunitas Simpang Sembilan, Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang di dukung Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI melalui Dirjen Kebudayaan menggelar FGD (Focus Group Disscusion). Dengan tema “Mencari Bentuk Jejaring Sosial Antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak Di Kabupaten Timor Tengah Utara” bertempat di Sane Ekon Tefan, Oel Maslete, Kefamenanu Kab.TTU-NTT, Senin (14/12/2020)

Hadir dalam acara tersebut Ahli Informatika & Komunikasi, Pakar Pertanian Tradisonal, Pengembang Tanaman Obat Tradisional, Tim Dirjend. Kebudayaan, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten TTU, Tim GAG, Komunitas Simpang Sembilan, Kepala Suku Ato (Hilarius Ato), Suku Bana (Nikolas Bana), Suku Lake (Bi Nom Lake), dan Balthasar Sanak kepala Suku Sanak. Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan penampilan musik dan tarian tradisional dari Sanggar Tafen Tob Fafinesu SMAN Fafinesu.

Beberapa Narasumber seperti Drs. Yohanes Sanak, MA dari Suku Sanak, beliau banyak mengulas dan memberikan informasi terkait batas wilayah, peran dan aktivitas-aktivitas sebagai agenda rutin yang masih berlangsung sampai saat ini di Kabupaten TTU.

Selain itu, Pater Fritz Meko SVD, MA mengambil isu Globalisasi dengan semua aspek positif dan negatif menekankan pada perubahan semua tatanan mapan yang sudah dianuti sejak dulu. Serta semua segi kehidupan seolah tergugat termasuk kehidupan para religius dan pola pelayanan mereka yang diseriusi selama ini. Lima (5) pokok pikiran yang terkait dengan globalisasi yakni; Ethnoscapes, Technoscape, Financescapes, Mediascapes, Ideoscapes.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah masalah – masalah di era globalisasi yaitu; Kemiskinan dan Kesenjangan, Konsumerisme dan Materialisme, Militerisme dan Terorisme, Masalah Pluralisme dan Eksklusifisme Agama, Lingkungan, Kemerosotan Moral (demoralisasi), Kemerosotan Spiritual (desakralisasi).

Kemudian Pater David Amfotis SVD, MA, Ph.D menyampaikan terkait hubungan manusia dengan alam dan segala isinya yang merupakan hal utama untuk mengajak masyarakat adat kembali menjaga ekosistem dimulai dari wilayahnya masing-masing.

Polusi, praktek destruktif dalam keseharian seperti tebang hutan dan tuntutan untuk menyelamatkan alam, dengan berpijak pada tradisi cara berpikir kebudayaan yg tersusun dalam sistem Oe Kanaf, Faot Kanaf serta ‘Leu-leu’ (pemali-pemali) yang diyakini oleh masyarakat lokal menjadi tantangan tersendiri yang harus dipecahkan.

Namun demikian ada harapan dimana konstruksi jaringan sosial yang berbasis pada filosofi lokal mesti diaktualisasikan dalam gerakan gerakan untuk memberikan penyelamatan terhadap lingkungan hidup/alam yang akan memberikan rasa nyaman pada semua penghuni bumi.

Disamping itu juga MayJend. TNI (Purn) Saurip Kadi, SE, MM, MBA menyampaikan point utama menekankan pada isu-isu global. Pertama; globalisasi modal dan integrasi ekonomi menjadi satu pasar tunggal. Kedua; perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi yang membuat ruang atau jarak menjadi tidak relevan.

Dan ketiga; konvergensi kepentingan di antara kelompok-kelompok dan timbulnya korporasi multinasional yang memadukan kembali kekuatan-kekuatan sosial pada tingkat global. Tiga perkembangan yang merupakan gejala tunggal itu sering juga digambarkan sebagai kemunculan sebuah masyarakat dunia (global society) dan merupakan manifestasi dari budaya dunia (global culture).

Ketua Panitia Pelaksana, Janssen Meko, SE mengungkapkan FGD ini untuk mencari bentuk jejaring sosial antara empat (4) suku di Kerajaan Bikomi Di Kabupaten Timor Tengah Utara menghasilkan beberapa point penting. Ke empat Suku tersebut diantaranya Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak. Poin poin pentingnya antara lain:

  1. Ada Nilai Solidaritas.
    Jejaring sosial antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak telah memiliki Nilai Solidaritas dimana nilai solidaritas ini tidak saja hanya berupa solidaritas internal antara ke-4 suku besar tersebut namun ada nilai solidaritas eksternal yang dibangun dengan suku-suku lain yang ada di pulau Timor.
  2. Ada Sistem Relasi.
    Antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak memiliki sistem relasi, dimana sistem ini sudah sangat baku dan terlihat pada baik itu relasi personal, relasi interpersonal dan relasi Sosiokemasyarakatan.
  3. Ada Nilai Keterbukaan.
    Antara Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak selama ini saling mengklaim bahwa dari masing-masing mereka yang lebih baik dan menjadi pemimpin.

“Dengan FGD ini setiap suku menyadari bahwa mereka sama-sama memegang peranan yang penting untuk BIKOMI,”ungkap Janssen dalam rilisnya, Sabtu, (14/12/2020).

Lanjut Janssen menyebutkan bahwa point penting lainnya adalah harus diangkat kembali nilai-nilai hubungan yang ada dalam ke-4 suku yang dulu sudah terbangun untuk dijadikan pola dasar relasi sosial dari masyarakat dijaman globalisasi ini.

Kegiatan FGD dalam rangka mencari bentuk jejaring sosial dari Suku Ato, Bana, Lake dan Sanak ini menghasilkan dua (2) hal besar yang akan menjadi langkah tindak lanjutnya. Langkah tersebut yaitu kajian lanjutan untuk mengali beberapa informasi terkait hubungan ke-4 suku dengan suku-suku lain yang ada di Pulau Timor dengan menggunakan metode daftar pertanyaan kepada pihak-pihak yang terkait dengan suku-suku tersebut.

“Perlu diketahui, di bulan Maret 2021 akan dihasilkan sebuah buku yang didalamnya akan memuat seluruh latar belakang sejarah dan budaya, peradaban dan kelestarian Kerajaan BIKOMI dengan 4 suku besarnya dalam bingkai Budaya Bikomi di Kabupaten TTU Provinsi NTT,”pungkasnya.

sumber: https://mediatataruang.com/2020/12/15/mencari-bentuk-jejaring-sosial-antara-suku-di-kabupaten-timor-tengah-utara/