Orang Laut atau Suku Laut adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau. Beberapa di antara mereka masih hidup secara nomaden, bertempat tinggal di sampan kecil dan berpindah-pindah dengan berlayar di laut secara berkelompok. Oleh karena itu mereka juga disebut Sea Nomads, Sea Peoples dan Boat Peoples.

Terdapat beberapa versi tentang asal-usul Orang Laut. Berdasarkan cerita lisan, mereka dikisahkan berasal dari seceper garam yang diberikan oleh Raja Johor kepada seorang nenek sakti. Garam inilah yang berkat kekuasaan Tuhan YME kemudian menjelma menjadi Orang Laut. Sementara itu, Vivienne Wee (1993) berdasarkan analisisnya tentang naskah Melayu yang berjudul “Sejarah Melayu” atau “Sulalatus Salatin”, berpendapat bahwa Orang Laut kemungkinan adalah keturunan Raja-Raja Melayu. Versi yang terakhir menyebutkan bahwa mereka merupakan sisa-sisa dari campuran orang-orang Weddoid dan Proto Melayu.

Pada masa sekarang, sudah banyak Orang Laut yang telah meninggalkan kebiasaan mengembara (nomaden) dan hidup bermukim di darat. Salah satunya adalah di Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Mereka telah bermukim di daerah ini lebih dari 20 tahun, tetapi kehidupan mereka masih banyak yang belum berubah dari awal mereka dimukimkan. Mata pencaharian utama mereka adalah sebagai nelayan dengan peralatan yang teknologi yang masih sederhana. Mereka juga memiliki kearifan/pengetahuan tentang gejala alam seperti musim, angin, pasang surut air laut dan sebagainya yang mereka warisi dari orang tua dan nenek moyang mereka.

Salah satu hal yang bisa dipetik dari cara hidup Orang Laut dalam memanfaatkan laut dan isinya adalah mereka tidak menggunakan cara-cara yang merusak ekosistem biota laut. Teknologi penangkapan ikan yang mereka gunakan sangat ramah lingkungan. Mereka sadar bahwa keberlangsungan hidup mereka dan anak cucu mereka sangat bergantung dengan laut dan isinya. (Sumber: Evawarni, Galba Sindu. 2005. Kearifan Lokal Masyarakat Adat Orang Laut Di Kepulauan Riau. Jakata: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang).

Kontributor: Agit Pranata