Sub Direktorat Lingkungan Budaya dan Pranata Sosial, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayan kembali menyelenggarakan Gelar Tradisi Masyarakat Pesisir. Kegiatan ini sendiri diselenggarakan mulai tanggal 9 sampai 13 Oktober 2015 di dua tempat, yaitu di Hotel Handayani Indramayu dan Desa Singaraja.
Gelar Tradisi Masyarakat Pesisir mengangkat tema “Tradisi Pesisir Sebagai Penguat Budaya Bangsa”, dengan bentuk kegiatan yang dilaksanakan yaitu seminar, lomba, pameran dan atraksi seni budaya. Seminar dihadiri 113 orang peserta yang berasal dari unsur pemerintahan, akademisi, nelayan dan masyarakat umum. Sebagai narasumber 4 (empat) orang yang berasal dari kalangan akademisi, budayawan, dan pemerhati budaya. Berbagai macam lomba seperti perahu dayung (dewasa dan anak-anak), menyambung jaring (kiteng arad), masak, volley, panjat pinang (dewasa dan anak-anak), tangkap bebek, tarik tambang, dan perahu hias diikuti oleh masyarakat desa setempat serta dari desa-desa lain di sekitarnya. Penyelenggaraan berbagai atraksi seni budaya seperti pentas seni, sandiwara wayang orang, pasar malam, pemutaran film, upacara sedekah laut (Nadran), wayang kulit, serta berbagai kesenian tradisional lainnya memeriahkan acara ini. Selain itu digelar pameran dan bazaar hasil-hasil laut, makanan-makanan olahan hasil laut, serta berbagai kerajinan khas masyarakat setempat.
Puncak acara adalah pelaksanaan upacara sedekah laut yang disebut Nadran. Ritual ini merupakan tradisi masyarakat nelayan setempat sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil laut yang melimpah. Secara Etimologi kata NADRAN berasal dari kata NADZAR atau NADZARAN (bahasa Arab) yang berarti janji atau kaul, dalam artian janji suci kepada Sang pencipta alam atas segala yang telah diberikan baik rezeki, keselamatan dan keberkahan kepada para nelayan dalam kurun waktu satu tahun Janji itu diwujudkan dengan memberi sedekah bukan saja untuk sesama manusia tetapi juga untuk unsur alam semesta seperti, angin, ombak, petir dan lain-lain di jagat raya ini, agar terjadi keseimbangan antara makhluk hidup dengan lingkungan alam sekitarnya.
Nadran merupakan akulturasi antara budaya Hindu dan Islam, karena pada zaman dulu sebelum Islam masuk pulau Jawa, khususnya di daerah Indramayu dan Cirebon, secara politis di bawah kekuasaan kerajaan GALUH PAKUAN. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan Hindu di Jawa Barat, dengan Raja pertamanya bernama SANJAYA. Puncak kejayaan kerajaan Galuh ketika dipimpin oleh SRI BADUGA, atau yang dikenal dengan nama PRABU SILIWANGI. Pada masa kejayaannya tersebut, pengaruh kerajaan Galuh terasa hingga ke pelosok desa-desa di Jawa Barat termasuk di Indramyu.
Setelah Islam masuk di pulau Jawa, maka budaya Hindu berbaur dengan budaya Islam. Penyebaran agama Islam di pulau Jawa oleh para Wali melalui seni dan budaya. Pengaruh Islam dan Hindu yang hingga kini masih dirasakan oleh masyarakat Indramayu, khususnya di desa Singaraja adalah tradisi Nadran. Pada masa lalu, sebelum Islam masuk ke Pulau Jawa khususnya Indramayu dan Cirebon, ritual NADRAN dimaksudkan untuk memberikan persembahan kepada Sang Dewa BARUNA yaitu Dewa Penguasa Laut, yang telah memberikan limpahan rezeki (along : istilah nelayan Indramayu) dan berbagai keselamatan di laut kepada para nelayan. Namun setelah masuk agama Islam, maka nadran dirubah maknanya menjadi SEDEKAH LAUT, artinya rasa Syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rezeki dan keselamatan kepada manusia khususnya para nelayan. Selain bermakna sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, NADRAN juga bermakna sebagai bentuk penghormatan dan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada roh leluhur dan nenek moyang yang telah wafat yang selama hidupnya telah berjasa memberikan warisan ilmu, harta benda, budaya dan lingkungan alam yang terpelihara dengan baik, sehingga masih dapat dinikmati sampai saat ini dan yang akan datang, serta dapat memberikan manfaat untuk kebaikan hidup untuk anak cucu.
Melalui kegiatan ini diharapkan warisan budaya bangsa, khususnya yang berkaitan dengan tradisi masyarakat pesisir akan terpelihara dengan baik. Selain itu, informasi tentang tradisi pesisir dapat tersampaikan kepada masyarakat. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatnya pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi yang terkandung dalam budaya pesisir.