Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat melalui Kelompok Kerja (Pokja) Advokasi menyelenggarakan pelatihan untuk Satuan Tugas (Satgas) Layanan Advokasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat di Bali pada 10-14 April 2022. Pelatihan diikuti oleh perwakilan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek menekankan bahwa pelatihan satgas ini bertujuan untuk memberi bekal kepada aparatur sipil negara yang bertugas di UPT Direktorat Jenderal Kebudayaan, dalam rangka menyiapkan individu-individu yang terlatih dalam upaya penanganan permasalahan terkait penghayat kepercayaan dan masayarakat adat.
Layanan Advokasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat yang dibentuk dengan tujuan memastikan layanan terhadap penghayat kepercayaan dan masyarakat adat berjalan dengan baik tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Wilayah Indonesia yang luas merupakan tantangan dalam proses penyelesaian permasalahan. Dalam hal ini peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan sebagai perwakilan Direktorat Jenderal Kebudayaan menjadi sangat penting.
Betapa pentingnya dukungan dari semua sektor di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, diungkapkan oleh Sri Hartini melalui materi “Pemajuan Kebudayaan dan Pembinaan Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat”. Konsep menjadi penting juga dalam hal ini untuk mengenalkan peserta pada sasaran dari Layanan Advokasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Materi berikutnya adalah “Konsep Dasar Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat”, yang disampaikan oleh Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi bersama dengan Herry Yogaswara dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Beka Ulung Hapsara dari Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Samsul Maarif dari Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada memaparkan keterkaitan permasalahan yang terkait dengan penghayat kepercayaan dan masyarakat adat dengan isu Hak Asasi Manusia (HAM) pada materi “Instrumen HAM bagi Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat”. Pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam melayani penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, dipaparkan dengan materi “Advokasi Kolaborasi Lintas Sektor”, yang disampaikan oleh Rinto Tri Hasworo.
Pada sesi “Pola Permasalahan, Hambatan, dan Tantangan dalam Advokasi Kepercayaan dan Masyarakat Adat”, Umbu Remi perwakilan dari Marapu dan Nyoman Dewi Suarjani dari Sapta Darma bercerita tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapinya dalam penyelesaian permasalahan.
Hasil mendengarkan pemaparan langsung dari penghayat kepercayaan dan masyarakat adat menjadi materi yang didiskusikan di sesi “Analisa Sosial” dipandu oleh Bambang Ertanto. Untuk semakin memperdalam hasil analisa terhadap contoh permasalahan, Nur Amalia dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) membawakan materi tentang “Kemampuan Swabela” dan “Teknik Komunikasi Advokasi” untuk memastikan bahwa kerja-kerja advokasi yang dilakukan disebarluaskan dengan baik sehingga permasalahan dapat terselesaikan. Ketika semua proses advokasi sudah dilaksanakan, yang tidak kalah pentingnya adalah laporan, Yanu Endar Prasetyo dari BRIN memaparkan betapa pentingnya “Penulisan Laporan” dalam tahapan advokasi.
Semua rangkaian kegiatan Pelatihan Satgas Layanan Advokasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat untuk UPT Direktorat Jenderal Kebudayaan merupakan wujud komitmen pemerintah untuk semakin memperluas daya jangkau dari Layanan Advokasi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Seperti yang diungkapkan Umbu Remi di akhir pemaparan materinya, “advokasi adalah kerja bersama antara semua pihak”.