Ritual gunung lepet ele di Desa Lamahelan Kecamatan Ile Boleng Adonara Flores Timur NTT  pasca bencana banjir dan longsor 4 April 2021  sudah ditunaikan oleh  50 kampung dan yang masih mengantri sekitar 30 kampung. Semuanya terjadi di Kampung Adat Lamahelan. Tujuan ritual ini sejalan dengan pesan G20 yang akan berlangsung di Kawasan Candi Borobudur 12-13 September 2022 yakni: “Bersama Pulih Menjadi Lebih Kuat”. Untuk pulih maka manusia tidak hanya memulihkan relasi interpersonal  dan sosialnya tetapi juga dengan alam lingkungan yang menopang kehidupannya.

Masyarakat Adonara percaya bahwa leluhur primordialnya dilahirkan oleh Ile (:gunung) Boleng. Supaya bisa selamat, hidup tenang, damai dan sejahtera, mereka harus senantiasa merawat relasi dengan gunung termasuk mematuhi pantangan dan larangan yang tak lain merupakan bentuk penghormatan terhadap gunung dan sakralitas kampung asal leluhur yang berada di puncak gunung.

Bencana adalah akibat dari kondisi disharmoni. Karena itu ritual gunung lepet ele adalah rekonsiliasi demi harmoni kosmik supaya kehidupan terus berlangsung dengan aman dan selamat.  Ritual ini terjadi secara massal tiap minggu dengan 2 hari penuh pelaksanaannya. Walau melelahkan  namun inilah bentuk tanggung jawab Kampung Adat Lamahelan sebagai juru kunci  Ile Boleng demi keselamatan masyarakat yang berdiam di sekeliling gunung.

Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi, SH.MM  menyatakan dukungannya terhadap ritual gunung lepet ele sebagai bagian dari kearifan lokal dalam mendukung hidup yang berkelanjutan.  Lepet ele adalah bagian dari ruwatan supaya bumi menjadi tempat yang tetap  nyaman sampai anak-cucu.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Flores Timur Petrus Pemang Liku, S.Sos, MT menyatakan bahwa ritual gunung lepet ele sejalan dengan spirit G20 dan   karena itu  menjadi bagian darinya. Dukungan yang sama disampaikan budayawan Flores Timur Silvester Petara Hurit. Menurutnya, masyarakat Lamaholot Flores Timur dalam sejarahnya selalu menempuh jalan kebudayaan untuk keluar dari krisis kehidupan apalagi  berhadapan dengan fakta curah hujan yang pendek dan alamnya yang keras. Dan jalan kebudayaan yang diusung dalam  G20 sangat relevan  dengan  konteks alam, keberagaman masyarakat serta tantangan perubahan iklim dan kondisi global saat ini.