Sarat Makna Budaya, Ini Filosofi Gunungan dalam Logo Presidensi G20 Indonesia

0
733

Pembukaan G20 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan atau ‘Kick Off G20 on Education and Culture’ diresmikan dengan dicabutnya simbolis Gunungan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, pada seremoni yang berlangsung di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta Rabu (9/2/2022). Dalam ‘Kick Off G20 on Education and Culture’ ini, Mendikbudristek mencabut Gunungan yang posisinya berada di tengah, kemudian menancapkannya kembali pada sisi sebelah kanan.

Prosesi mencabut dan menancapkan kembali Gunungan di posisi yang berbeda itu memiliki makna khusus. Mencabut atau menarik Gunungan mempunyai makna penjelmaan zat pertama manusia yang memiliki cipta, rasa, dan karsa. Kemudian alasan mengapa Gunungan tidak lagi berada di tengah adalah Gunungan menjadi simbol harapan dimulainya sebuah kehidupan atau babak baru seorang manusia.

Gunungan dalam logo Presidensi G20 Indonesia merepresentasi semangat dan optimisme masyarakat Indonesia, khususnya untuk pulih dari pandemi dan segera memasuki babak baru kehidupan. Hal ini juga terkait dengan tema yang diangkat Indonesia dalam Presidensi G20, yaitu “Recover Together, Recover Stronger” atau Pulih Bersama. Presidensi G20 Indonesia diharapkan bisa menjadi permulaan bagi dunia untuk pulih bersama dan bangkit kembali pascapandemi Covid-19.

Filosofi Gunungan menggambarkan simbol kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan waktu menuju babak baru. Bentuk gunungan yang seperti segitiga adalah simbol dari purwa, madya, dan wasana, yakni siklus kehidupan dari awal sampai akhir.

Gunungan juga merupakan lambang pergantian lakon atau cerita tentang bagaimana manusia berjuang dan berusaha untuk mengubah jalan hidupnya. Bentuk Gunungan yang mengerucut ke atas bermakna bahwa segala daya dan upaya manusia diserahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Dalam Presidensi G20, Indonesia juga mengangkat isu kebudayaan dengan memimpin Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan. Tema yang diangkat adalah “Jalan Kebudayaan untuk Hidup Berkelanjutan” atau “Culture for Sustainable Living”. Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid menjadi Koordinator Pertemuan Menteri Kebudayaan dalam Presidensi G20 Indonesia.

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, saat berbicara tentang kehidupan pascapandemi, kita juga harus memikirkan cara untuk mewujudkan hidup yang berkelanjutan atau sustainable living agar generasi Indonesia di masa depan masih tetap bisa hidup berdampingan dengan alam.

“Dan satu lagi yang paling penting yaitu belajar mencintai alam semesta seperti yang sudah diajarkan oleh generasi sebelum kita, lewat warisan budaya dan kearifan lokal,” ujar Mendikbudristek saat Pembukaan G20 Bidang Pendidikan dan Kebudayaan atau “Kick Off G20 on Education and Culture”, di Jakarta, Rabu (9/2).

Ia menambahkan, hidup berkelanjutan tersebut menjadi tujuan utama dari rangkaian kegiatan kebudayaan yang melibatkan penggerak budaya Indonesia serta negara-negara G20 menuju Ministerial Meeting on Culture atau Pertemuan Menteri Kebudayaan, yaitu untuk mewujudkan kehidupan yang berkelanjutan dengan kembali ke akar budaya.

Sumber: kemdikbud.go.id