Kemendikbud akan Susun Kamus Sejarah seperti Britannica

0
514

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid mengatakan pihaknya bakal menggunakan metode penyusunan Ensiklopedia Britannica dalam menyempurnakan penyusunan Kamus Sejarah Indonesia yang baru-baru ini menuai polemik.

Ensiklopedia Britannica adalah ensiklopedia umum berbahasa Inggris dan termasuk ensiklopedia tertua di dunia yang terbit pertama kali di Inggris pada awal abad ke-20. Oleh banyak pihak, ensiklopedia dianggap paling otoritatif dan akurat.

“Saya kalau melihat dari misalnya sebagai contoh, dengan ensiklopedi klasik, seperti Britanica. Itu kan setiap lema ada satu penulis. Jadi, itu juga yang akan kita buat,” kata Hilmar dalam diskusi daring, Rabu (24/4).

Kamus Sejarah Indonesia Jilid I menuai protes setelah tak memuat tokoh pendiri NU, Hasyim Asy’ari. Hilmar berjanji bakal menyempurnakan kamus tersebut setelah diketahui pada 2017, kamus itu dicetak meski penyusunannya belum selesai.

Hilmar mengaku akan melibatkan banyak pihak, termasuk NU, dalam penyempurnaan kamus tersebut. Nantinya, kata dia, setiap entri, lema, atau kata dalam kamus akan ditulis oleh pihak yang kompeten dalam bidangnya.

Setiap kata atau entri dalam kamus juga akan disertai rujukan, seperti buku atau literatur lain, agar pembaca bisa mempelajari hal itu lebih lanjut.

“Sebagai contoh gitu ya, nanti tentang Hasyim Asy’ari tentu kita tanya ke Pak Rumadi (Direktur Lakpesdam PBNU), siapa yang paling otoritas untuk memberikan keterangan,” katanya.

Dengan cara itu, Hilmar berharap, Kamus Sejarah Indonesia yang saat ini kadung beredar dan menuai kontroversi tak lagi menjadi rujukan.

Meski demikian, dia mengaku tak bisa menjanjikan waktu penyelesaian kamus tersebut. Menurut dia, upaya paling penting yang bisa pihaknya lakukan saat ini adalah menjadikan semua kritik dan masukan terkait Kamus Sejarah Indonesia sebagai evaluasi.

Ia juga senang karena momentum ini mendorong pihaknya dan masyarakat secara umum bisa berbicara lebih serius terkait sejarah. Ia ingin Kamus Sejarah Indonesia, nantinya bisa menjadi referensi induk terkait sejarah nasional Tanah Air.

“Memang keadaan seperti ini, mumpung semuanya lagi memperhatikan sejarah, ya hayuk. Sekalian. Dan saya kira kamusnya harus memberi representasi keragaman sejarah kita,” katanya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan (Lakpesdam) PBNU, Rumadi mengatakan, NU sempat menyimpan trauma dengan narasi sejarah nasional yang dibuat oleh negara. Trauma itu merupakan kekecawaan karena NU kerap tak diperhitungkan dalam sejarah nasional resmi.

“Di teman-teman itu ada trauma sejarah mengenai sejarah NU yang selama ini nyaris tidak pernah diperhitungkan secara serius oleh negara,” kata Rumadi dalam diskusi daring polemik Kamus Sejarah Indonesia I, Rabu (21/4).

Rumadi mengaku banyak mendapati catatan sejarah nasional yang dibuat negara cenderung menyingkirkan peran NU, misalnya dalam proses kemerdekaan. Dia tak tahu peran itu memang sengaja disembunyikan atau akibat kelalaian.

Disebutkan Rumadi, literatur sejarah nasional yang menyingkirkan peran NU salah satunya buku ‘Sejarah Nasional Indonesia’ yang ditulis Nugroho Notosusanto. Buku itu, kata dia, sama sekali tak menyebutkan peran warga Nahdliyin atau tokoh NU dalam sejumlah peristiwa penting nasional.

Menurut dia, pemerintah tak pernah menjadikan peran NU sebagai memori kolektif dan diajarkan kepada peserta didik atau siswa di sekolah.

“Kalau disebut, pesantren itu dalam nadanya agak peyoratif. Itu yang selama ini menjadi kejengkelan di kalangan temen-temen NU,” kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu. Sumber: cnnindonesia.com