Duytjes berperan penting dalam memberikan penjelasan litologi daerah Mojokerto. Tahun 1933, di tengah proyek pembuatan peta geologi Trinil-Surabaya, Duytjes melakukan kajian karakter lapisan batuan Trinil, Mojokerto. Dalam kajiannya, dia dapat mengidentifikasikan dua formasi bebatuan yang mengandung banyak fosil. Kedua lapisan itu dinamakannya Formasi Pucangan dan Formasi Kabuh.
Ketika melakukan survey lapangan, Duytjes dan timnya kerap menemukan kerap menemukan fosil yang kemudian diserahkan pada Koenigswald, sebagai ahli paleoantropologi di Jawatan Geologi, untuk diteliti lebih lanjut.
Perihal Formasi Pucangan dan Formasi Kabuh di Trinil, von Koenigswald kemudian melihat bahwa jenis fosil vertebrata yang terkandung dalam kedua lapisan tersebut berbeda. Lebih lanjut, ia menyebut kumpulan fosil dalam Formasi Pucangan sebagai Fauna Jetis dan Fauna Trinil untuk kumpulan fosil vertebrata di Formasi Kabuh.
Dalam kelanjutan survey dan pemetaan di Mojokerto, pada 13 September 1936, ketika Duyfjes sedang berada di Bandung, timnya menemukan sebuah tengkorak di wilayah Perning. Andoyo, anak buah Duyfjes sekaligus sang penemu segera mengirim temuan tersebut kepada Duyfjes di kantor Jawatan Geologi Bandung. Enam minggu setelah penemuan, Duyfjes melakukan penelitian ditempat fosil itu ditemukan. Ia kelak menegaskan bahwa fosil tersebut diangkat 1 meter di dasar lapisan konglomerat batu pasir (Formasi Pucangan), dan Kala Plestosen Bawah. Pernyataan ini dipublikasikan dalam artikelnya “The Geology and Stratigraphy of the Kendeng- Area between Trinil and Surabaya (Jawa)”.
Pada 1938, G.H.R. von Koenigswald, Helmut de Terra, dan Hallam L. Movius mengunjungi Situs Perning. Kunjungan itu menguatkan kesimpulan Duyfjes perihal kepurbaan lapisan tanah dimana fosil Mojokerto ditemukan. Lebih jauh, dalam kajian morfologi atas fosil anak kecil itu, von Koenigswald menyatakan bahwa temuan ini adalah salah satu temuan Pithecanthropus erectus (kini Homo erectus) tertua. Ciri temuan Mojokerto, seperti bagian kening yang menonjol dan menyempit pada daerah orbit mata, serta bagian belakang tengkorak yang sangat runcing adalah ciri khas Homo erectus. Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung