Sebagai bagian dari Kawasan Sangiran, Desa Dayu merupakan salah satu bagian penting dari situs. Untuk mendukung keberadaan museum, masyarakat Dayu aktif merintis usaha kecil. Sejak tahun 2012, Desa Vokasi yang merupakan program pembinaan pemerintah untuk membimbing masyarakat agar mampu menjadi masyarakat yang mandiri, dengan memanfaatkan potensi lokal menjadi produk bernilai ekonomi. Berbagai kegiatan kelompok usaha yang dilakukan masyarakat antara lain pembuatan kerajinan batik, konveksi, souvenir dari limbah kayu, sangkar burung, berbagai jenis makanan ringan seperti keripik (singkong, bonggol pisang, jamur, pare, bayam, daun singkong, kulit lele), abon lele, telur asin oven, rengginan singkong, kue klepon, dadar gulung, kue lapek pisang, es krim ubi ungu, es ubi ungu dan sebagainya.
Desa Dayu terdiri dari 5 dusun/kabayanan yaitu Tanjung, Dayu, Grenjeng, Jambu, Kedung Ulo (membawahi Pucung dan Suruhan). Kelompok yang ada di Desa Vokasi Dayu antara lain KBU (Kelompok Belajar Usaha) Sekar Mulya, Sekar Sari, Sekar Tandjung, Sekar Arum, Sekar Kedaton. Adanya kelompok usaha kecil yang berbasis pemberdayaan masyarakat dapat menjadi tameng kemandirian ekonomi terutama terhadap kondisi ekonomi global yang harus mampu bersaing. Keaktifan masyarakat Dayu untuk mengolah potensi lokalnya dapat menjadi contoh bagi desa lain agar sumber daya manusianya dimaksimalkan.
Semangat kerja yang tinggi dan kemauan merintis usaha dapat menjadi tahap awal sebagai desa binaan yang sukses. Desa Dayu memenuhi syarat untuk menjadi desa vokasi, karena adanya sumber daya alam, sumber daya manusia dan kemauan masyarakat untuk mengelola potensi yang dimiliki dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Desa Vokasi merupakan kawasan pendidikan keterampilan vokasional yang dimaksudkan untuk mengembangkan sumberdaya manusia agar mampu menghasilkan produk/jasa atau karya lain yang bernilai ekonomi tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif dengan memanfaatkan potensi lokal. Gagasan Desa Vokasi muncul karena berbagai permasalahan yang ada di desa seperti tingginya kemiskinan, pengangguran dan rendahnya tingkat pendidikan yang belum bisa diatasi. (Duwiningsih)