Klaster Krikilan

0
2121

Klaster Krikilan adalah klaster yang pertama kali dibangun dan merupakan visitor center Museum Manusia Purba Sangiran. Tema dasar Museum Klaster Krikilan adalah menyampaikan informasi tentang Situs Sangiran, baik dari sisi potensi, sejarah situs, kedudukannya di dalam peta situs hominid dunia, dan nilai-nilai penting Situs Sangiran sebagai salah satu situs warisan budaya dunia. Selain fasilitas untuk pengunjung, Museum Manusia Purba Klaster Krikilan memiliki 3 buah ruang display, yaitu “Kekayaan Situs Sangiran”, “Langkah-langkah Kemanusiaan”, dan “Masa Keemasan Homo erectus 500.000 tahun yang lalu”.

Ruang display pertama menampilkan temuan-temuan fosil terbaik dari Situs Sangiran baik fosil-fosil fauna maupun sisa-sisa manusia jenis Homo erectus. Fosil fauna yang dimaksud adalah berbagai jenis binatang yang pernah hidup di Sangiran seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Vitrin-vitrin di ruang display ini dibagi menjadi 3 untuk menampilkan kondisi lingkungan Sangiran ketika masih berupa lautan dalam, rawa, dan padang sabana.

Ketiga lingkungan ini menjadi latar belakang penyajian koleksi temuan fosil binatang sebagai penghuni masing-masing habitat tersebut. Fosil-fosil gigi hiu, cangkang penyu, dan berbagai jenis moluska berukuran kecil dan berukuran besar di letakkan pada vitrin dengan latar belakang lingkungan Sangiran ketika masih menjadi lautan. Fosil dua jenis buaya, yaitu Crocodylus dan Gavialis, diletakkan dalam vitrin dengan latar belakang lingkungan rawa dan aliran sungai. Fosil-fosil vertebrata besar seperti babi, harimau, dan badak diletakkan dalam vitrin dengan latar belakang lingkungan padang sabana.

Sementara itu, 3 jenis binatang yang menjadi primadona Sangiran ditampilkan secara khusus dalam sebuah mini diorama. Hewan-hewan tersebut adalah gajah (Mastodon, Stegodon, dan Elephas), hewan bertanduk (kerbau, banteng, dan rusa), serta Kuda sungai.

Tidak kalah pentingnya adalah disajikan juga temuan-temuan sisa manusia berupa cetakan jenis Homo erectus dari Sangiran dan sekitarnya, serta alat-alat batu hasil budayanya. Rekonstruksi manusia jenis Homo erectus dari Sangiran serta informasi tentang evolusi Homo erectus di Indonesia. Seperti telah diketahu bahwa sekitar 1 juta tahun mendiami Sangiran dan sekitarnya, Homo erectus ini telah mengalami perkembangan menjadi 3 tahap yang dapat dibedakan menjadi jenis arkaik, tipik, dan progresif. Homo erectus arkaik hidup antara 1,5 hingga 1 juta tahun silam. Homo erectus jenis tipik hidup pada sekitar 900.000 hingga 300.000 tahun yang lalu, juga di Sangiran. Sementara jenis ketiga yang paling modern hidup hingga 100.000 tahun yang lalu. Jenis ketiga ini tidak pernah ditemukan di Sangiran. Mereka banyak tersebar di sepanjang aliran Bengawan Solo seperti di Sambungmacan, Ngandong, dan Ngawi.

Display ruang kedua bertema “Langkah-langkah Kemanusiaan” disajikan secara kronologis, di mana dikisahkan terbentuknya alam semesta dengan peristiwa Big Bang kemudian awal mula adanya kehidupan berbagai jenis makhluk hidup baik yang telah punah maupun yang masih bertahan. Manusia dan semua aspek-aspek kehidupannya menjadi obyek utama informasi di ruang display kedua ini. Berbagai disiplin ilmu mencoba mendalami informasi tentang sejarah dan asal-usul manusia, perkembangan, hasil budaya, dan persebarannya hingga menjadi bentuk aktual saat ini.

Display ke tiga Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Krikilan adalah ruangan diorama tentang kehidupan Homo erectus pada 500.000 tahun silam. Pada saat itu di Sangiran mencapai puncak kejayaan kehidupan. Sisa-sisa Homo erectus tipik menjadi jenis yang paling banyak ditemukan. Pada lapisan ini, berbagai binatang darat gajah (Stegodon dan Elephas), Bovidae (banteng, kerbau, sapi, Cevidae (rusa), badak, dan lain-lain hidup berdampingan dengan manusia dan kemungkinan binatang ini menjadi hewan-hewan perburuan manusia.

Selain itu, dua buah patung rekonstruksi manusia purba, yaitu Homo erectus dan temuan Manusia Flores menghiasi sudut sudut ruangan. Patung Homo erectus merupakan hasil rekonstruksi dari temuan Sangiran 17 (S17), sementara Manusia Flores merupakan rekonstruksi dari temuan Leang Bua. (ISB)