Konservasi kuratif pada fosil yang dilakukan BPSMP Sangiran selama ini masih menggunakan bahan-bahan kimia seperti adexin dan alkohol untuk membantu membersihkannya, epoksi resin sebagai lem untuk menyambungkan fosil yang patah serta resin palaroid sebagai konsolidannya. Seiring berjalannya waktu, konservator mencoba mencari bahan-bahan yang bersifat alami untuk mengkonservasinya. Seperti tertuang dalam salah satu prinsip teknis konservasi yakni salah satu syarat bahan konservan adalah bersifat reversible,dan lebih ramah lingkungan. Konservator mencoba menggunakan bahan-bahan dari alam seperti produk olahan dari pohon pinus (gondorukem), getah dari pohon damar (damar batu dan damar mata kucing), serta kolagen binatang (anchor). Bahan-bahan alam tersebut diramu dengan tentu saja pelarutnya agar bisa menjadi resin alam untuk menyambungkan fosil yang patah.
Secara teknis, semua jenis bahan alam yang diujicobakan ini dapat digunakan sebagai perekat untuk menyambungkan fosil yang patah. Namun tidak berhenti disini, untuk melihat lebih detail mengenai determinasi kualitas perekatnya, konservator melakukan berbagai jenis pengujian laboratorium seperti pengujian gugus fungsi dan senyawa yang terkandung dalam material perekat dengan spektroskopi inframerah, analisis mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope untuk melihat proses penempelan perekat ke fosilnya, serta berbagai jenis uji lab lainnya seperti uji berat jenis, uji tingkat keasaman (pH), uji waktu perekat mulai mengering serta uji kadar padatan.
Tak berhenti sampai disini, konservator senantiasa mencari bahan-bahan konservan alternatif baik berasal dari alam maupun pabrikan yang dapat digunakan untuk melakukan konservasi fosil demi kemajuan serta pengembangan metode dan teknik konservasi fosil di BPSMP Sangiran. (Nurul Fadlilah)