Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri : Memilah dan Memilih Tontonan

0
1349
Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri

 

 

BPNB DIY, April 2019 – Awal bulan ini, tepatnya Selasa 2 April 2019 kemarin diadakan Kegiatan “Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri” yang diadakan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) yang bekerja sama dengan Museum Benteng Vredeburg. Kegiatan dilaksanakan di Gedung F (Ruang Audio Visual) Museum Benteng Vredeburg. Acara dibuka oleh Kepala Museum Benteng Vredeburg Drs. Suharja, selaku Tuan Rumah Kegiatan tersebut. Peserta yang hadir terdiri merupakan perwakilan-perwakilan dari Unit Pelaksana teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dinas terkait di Kota Yogyakarta, Badan Musyawarah Musea (Baramus), Komunitas Malam Museum, Sejarawan, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Alumni Sejarah UGM, Komunitas Penggiat Sejarah Djokjakarta 1945, dan Mahasiswa.

Narasumber yang mengisi kegiatan ini berasal dari LSF, beliau adalah Prof. Dr. Zaitunah Subhan dan seorang praktisi di bidang film dan jurnalisme, R. Suryo Joko Yudo. Pada paparannya, Prof. Zaitunah membukanya dengan menceritakan sejarah LSF yang sudah ada sejak Zaman penjajahan Belanda dahulu. Menurut beliau film adalah sebuah pranata sosial yang dibuat dengan kesadaran dan kaidah sinematografi, yang memiliki nilai strategis sebagai salah satu sarana dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu film juga memiliki tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan nilai budaya, serta mempromosikannya kepada negara-negara di dunia. Film juga dapat membentuk bangsa menjadi bangsa yang berkarakter luhur. Untuk itu, dalam peranannya, LSF memiliki fungsi vital sebagai lembaga independen yang menentukan sebuah film layak atau tidak untuk dapat ditanyangkan dan ditonton oleh pemirsanya, dengan prinsip memberikan perlindungan para penonton dari sisi negatifnya sebuah film ataupun iklan yang akan ditayangkan. Dalam paparannya, beliau menekankan pentingnya budaya sensor mandiri sebagai perilaku sadar dalam memilah dan memilih film atau tayangan, baik dari sisi produksi (produser, penulis cerita, dan lain-lain) maupun dari sisi penikmatnya.

 

 

Kemudian selanjutnya, R. Suryo Joko Yudo melengkapi paparan Prof. Zaitunah dari sisi beliau sebagai praktisi. Beliau menceritakan pengalamannya saat bekerja di bidang operasional acara pada sebuah stasiun televisi swasta, di mana tingkat kompleksitasnya begitu tinggi, begitu juga tingkat kerawanannya, karena menyangkut hal-hal yang bisa menjadi isu sensitif bagi negara dan bangsa pada saat itu. Begitu pula saat beliau pindah ke bidang jurnalisme, di mana beliau bertanggungjawab pada sebuah acara berita yang tak jarang dalam keadaan siaran langsung, pelaksanaan sensor sangat sulit untuk dilakukan dengan cepat, padahal fungsi sensor sangat berguna demi terjaganya kualitas berita sesuai dengan kaidah jurnalistik. Pada akhir paparannya beliau mengambil salah satu perkataan yang searah dengan prinsip sensor mandiri, dari Tokoh bangsa, yaitu Gus Dur, yang mengatakan bahwa “sensor ada di rumah kita”. Semua berangkat dari peranan keluarga dalam hal memilah dan memilih tontonan yang boleh dan layak ditonton, utamanya bagi para generasi muda, yang dalam perkembangan zaman dengan arus informasi serta hiburan yang sangat dinamis dan bebas, sudah seharusnya peranan orang tua di dalam rumah menjadi penting, dalam menjaga tontonan yang layak bagi anak-anaknya.

Kita sebagai komponen bangsa, tidak bisa meletakkan tanggung jawab dalam hal pemilahan dan pemilihan sebuah tayangan baik film, iklan, maupun media lainnya hanya kepada pemerintah. Semua unsur dalam kehidupan berbangsa bernegara harus aktif mengupayakan hal tersebut. Terutama, menurut dua narasumber di atas, adalah peran masing-masing pribadi dan keluarga/lingkup rumah tangga, dalam melakukan sensor terhadap tayangan yang ada. Menurut mereka kita dapat mengambil contoh dari negara barat yang sudah maju, di mana saat tontonan tidak layak bagi usia anak-anak, maka anak kecil yang sedang menontonnya akan mengganti tayangan tersebut, atau meninggalkannya. Kesadaran tentang hal tersebut sudah tertanam dalam budaya mereka sejak usia dini. Untuk itu mari secara bersama-sama kita membudayakan kesadaran diri untuk memilah dan memilih tontonan yang layak bagi diri dan lingkungan terdekat kita, agar kelak bangsa kita memiliki budaya kesadaran dalam melaksanakan sensor mandiri, guna terjaganya generasi muda kita dari pengaruh buruk tayangan-tayangan yang ada di sekitar kita.

 

Lestari Budayaku Lestari Negeriku,
Salam Budaya ??
(bpw)